Sabtu, 31 Juli 2010

Keniscayaan Pemberdayaan Koperasi dan UKM

Oleh: Pasha Ismaya Sukardi



Sejak Indonesia merdeka sampai saat ini, masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Masalah kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan terhadap penguasaan aset nasional merupakan pekerjaan rumah yang masih sulit terpecahkan dan masih menjadi tantangan dalam upaya pengoptimalan pemanfaatan potensi sumber daya nasional.


Kondisi tersebut menjadi ukuran bahwa masyarakat belum berperan sebagai pelaku pembangunan. Memosisikan rakyat sebagai pelaku pembangunan adalah memberikan hak untuk berpartisipasi dalam penciptaan dan pembagian produksi nasional. Untuk sampai pada tujuan tersebut, rakyat perlu dibekali bimbingan mental, modal,dan material.Indikatorindikator di ataslah yang kemudian menjembatani perlunya upaya pemberdayaan ekonomi untuk membangun sistem perekonomian nasional yang maju yang berprinsip kerakyatan. Ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia didirikan, para founding fathers mencita-citakan negara yang mampu menjamin hajat hidup orang banyak dan citacita tersebut diusahakan secara bersama-sama.

Wujud nyata dari cita-cita tersebut adalah dibentuknya koperasi dan usaha-usaha lain yang mendorong majunya perekonomian negara secara bersamasama. Sampai saat ini Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional, termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah (UKM).Pemberdayaan koperasi dan UKM merupakan bagian dari program pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis, adil dan makmur sesuai dengan amanat konstitusi Undang- Undang Dasar 1945.

Namun dalam perjalanannya, koperasi yang mestinya menjadi gerakan rakyat dalam membangun perekonomian nasional ternyata belum mampu menjadi penggerak dalam pemberdayaan pembangunan nasional.Permasalahan umum yang masih dihadapi koperasi UKM saat ini di antaranya, pertama, belum kondusifnya iklim usaha. Masalah ini mencakup aspek legalitas badan usaha dan belum jelasnya prosedur izin yang berakibat pada besarnya biaya transaksi, panjangnya proses perizinan, dan masih munculnya pungutan tidak resmi, praktik persaingan usaha yang kurang sehat, ketidakpastian lokasi usaha, lemahnya koordinasi lintas instansi dalam pengembangan koperasi UKM.

Kedua, masih rendahnya produktivitas koperasi UKM yang berakibat masih adanya kesenjangan antarpelaku usaha kecil, menengah, dan besar. Ketiga, masih terbatasnya modal bagi koperasi UKM. Keempat, masih rendahnya penguasaan teknologi, manajemen, informasi, dan pasar yang dapat di tembus koperasi UKM. Kelima, khusus terkait koperasi masalah yang masih dihadapi adalah masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi.

Potensi Koperasi UKM

Beberapa waktu yang lalu puncak peringatan hari koperasi digelar pada 15 Juli 2010 di lapangan Makodam V Brawijaya Surabaya. Acara yang dihadiri Presiden SBY itu juga disertai pencanangan Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi. Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan menyampaikan bahwa hingga 2010 jumlah koperasi telah mencapai 170.411 unit dengan 29,240 juta anggota.Volume usaha koperasi mencapai Rp82,1 triliun serta modal usaha sendiri Rp28,35 triliun.

Jika dibandingkan dengan tahun 2008, ada peningkatan 9,97% jumlah koperasi dan volume usaha naik 19,95%. Perkembangan koperasi dari tahun 2008 hingga 2010 menunjukkan perkembangan dan kemajuan. Dari data Kementerian Koperasi UKM, disampaikan bahwa pada periode 2008–2009 jumlah koperasi mengalami peningkatan sebesar 7,22%, dari 154.964 unit menjadi 166.155 unit, sedangkan anggotanya dalam periode tersebut adalah koperasi aktif meningkat sebesar 2,32% dari 27.318.69 orang menjadi 27.951.247 orang. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, sampai dengan tahun 2009, koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 343.370 orang, terdiri atas 30.166 manajer dan 313.204 karyawan.

Jumlah tersebut menurun 3,82% d i b a n d i n g k a n tahun sebelumnya yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 357.005 orang (30.562 manajer dan 326.443 karyawan). Dari segi permodalan, permodalan koperasi aktif yang terdiri atas modal sendiri dan modal luar pada 2008–2009 mengalami peningkatan positif. Modal sendiri meningkat sebesar 16,60% dari Rp22,56 triliun menjadi Rp26,30 triliun.Adapun modal luar sebesar 32,95% dari Rp27,27 triliun menjadi Rp36,25 triliun. Dari gambaran data di atas, sektor koperasi UKM memang memiliki potensi menggerakkan perekonomian, mengatasi pengangguran, dan mengurangi kemiskinan.

Masa depan koperasi UKM masih sangat diharapkan sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Fakta-fakta penting terkait peran koperasi UKM di antaranya koperasi UKM terbukti cukup tangguh dan telah menjadi penyangga dalam menyelamatkan perekonomian Indonesia dan relatif mampu menghadapi dampak krisis ekonomi. Koperasi UKM dapat menampung cukup banyak tenaga kerja sekaligus menjadi sumber pendapatan pemerintah daerah (PAD) yang lumayan besar. Koperasi UKM juga merupakan usaha yang berbasis pada sumber daya lokal dan sangat sedikit tergantung pada bahan baku impor.

Dari fakta-fakta tersebut, terlihat koperasi UKM memiliki potensi besar untuk pemberdayaan ekonomi nasional. Di sisi yang lain koperasi UKM juga berkemungkinan mampu bersaing dengan unitunit usaha yang lain.Namun hal tersebut tidak bisa dianggap sebagai hal yang telah memuaskan semua pihak. Kiranya persoalan koperasi UKM masih sangat banyak dan perlu upaya serius guna peningkatan potensi dan perkembangannya sehingga koperasi dapat berkembang dan benarbenar berkontribusi terhadap ekonomi nasional dan mampu bersaing dengan unit usaha yang lain.

Upaya Pemberdayaan Koperasi UKM

Melihat indikator perkembangan koperasi dan UKM yang telah ada, sepertinya kita patut optimistis, keniscayaan teberdayakannya masyarakat melalui koperasi UKM di Indonesia sangat mungkin dilakukan. Namun, dalam pandangan penulis, perlu ada beberapa hal yang patut dicermati dan dijadikan penguatan agar upaya pemberdayaan tersebut segera terwujud.Untuk mencapai tujuan tersebut kiranya perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut.Pertama, penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi koperasi dan UKM.

Pemerintah perlu memfasilitasi terselenggaranya lingkungan usaha yang efisien secara ekonomi, sehat dalam persaingan, tentunya tanpa diskriminasi. Ke depan diharapkan beban administratif serta hambatan usaha dan biaya usaha berkurang, sebaliknya mutu layanan perizinan pendirian usaha dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan kebijakan koperasi UKM meningkat. Kedua, pengembangan sistem pendukung usaha bagi UKM.Perlu diciptakan sistem yang mampu mempermudah akses UKM kepada sumber daya produktif agar mampu memanfaatkan potensi sumber daya lokal serta menyesuaikan skala usahanya sesuai dengan tuntutan nilai efisiensi.

Sistem pendukung ini perlu dibangun melalui pengembangan lembaga pendukung dan penyedia jasa pengembangan usaha yang terjangkau, semakin tersebar luas, dan bermutu.Targetnya agar meningkatkan akses UKM terhadap pasar dan sumber daya produktif seperti sumber daya manusia, modal, pasar,teknologi,dan informasi,termasuk mendorong meningkatnya fungsi intermediasi lembagalembaga keuangan bagi UKM. Ketiga, pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif UKM.

Perlu langkah-langkah pengembangan semangat kewirausahaan dan peningkatan daya saing UKM sehingga pengetahuan serta sikap wirausaha semakin berkembang, produktivitas meningkat, wirausaha baru berbasis pengetahuan dan teknologi meningkat jumlahnya,dan ragam produkproduk unggulan UKM semakin banyak,beragam,dan berkembang. Keempat, pemberdayaan usaha skala mikro. Perlu kiranya upaya meningkatkan pendapatan masyarakatyangbergerakdalamkegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama kelompok keluarga miskin, agar memperoleh pendapatan tetap melalui upaya peningkatan kapasitas usaha yang nantinya menjadi unit usaha mandiri, berkelanjutan, dan siap bersaing.

Perlu upaya memfasilitasi peningkatan kapasitas usaha mikro dan keterampilan pengelolaan usaha serta sekaligus adanya kepastian, perlindungan, dan pembinaan usaha. Kelima, perlunya upaya peningkatan kualitas kelembagaan koperasi.Peningkatan kualitas ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi agar koperasi mampu tumbuh dan berkembang secara sehat dan menjadi wadah kepentingan bersama anggotanya. Diharapkan pula akhirnya citra koperasi menjadi semakin baik. Pada saatnya, koperasi dan UKM diharapkan menjadi faktor penting dalam pencapaian kemajuan ekonomi nasional.

Usahausaha koperasi dan UKM berpotensi menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi nasional. Melihat keniscayaan tersebut, perlu kiranya kebijakan pemerintah lebih berpihak pada sektor koperasi dan UKM.Peran pemerintah rasanya menjadi sangat penting dalam upaya mendorong koperasi UKM agar benar-benar menjadi lembaga penggerak ekonomi nasional. Semoga.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/341251/



Pasha Ismaya Sukardi
Anggota Komisi VI DPR RI

Rabu, 28 Juli 2010

Manfaat Ideologi Ekonomi

Oleh: Adair Turner


John Maynard Keynes pernah mengatakan bahwa “gagasan-gagasan yang dilahirkan para ekonom dan filsuf politik, baik ketika mereka benar maupun ketika mereka salah, lebih ampuh daripada yang dipahami banyak orang Para praktisi yang meyakini dia bebas dari pengaruh intelektualisme biasanya adalah budak bentuk-bentuk ekonomi yang sudah usang.”

Tapi saya kira bahaya yang lebih besar berada di lembaga-lembaga tempat para praktisi ini bekerja--sebagai pembuat kebijakan pada bank-bank sentral, badan-badan regulator, pemerintahan, dan badan-badan yang mengelola risiko pada lembaga-lembaga keuangan. Mereka cenderung tertarik pada versi pemikiran ekonom-ekonom yang disederhanakan dan yang dominan saat ini

Setidaknya dalam ranah ekonomi keuangan, versi equilibrium theory (teori keseimbangan) yang vulgar sangat dominan pada tahun-tahun sebelum terjadinya krisis keuangan saat ini. Teori ini menggambarkan market completion(penuntasan pasar) sebagai penyembuh semua masalah, dan kecanggihan matematika yang dibebaskan dari pemahaman filosofis, sebagai kunci manajemen risiko yang efektif. Lembaga-lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), dalam Global Financial Stability Reviews (GFSR) yang diterbitkannya, berbicara dengan penuh keyakinan tentang self-equilibrating system (sistem yang mampu menyeimbangkan dirinya sendiri).

Demikianlah, hanya 18 bulan sebelum terjadinya krisis, GFSR yang dikeluarkan Juli 2006 dengan tegas mencatat: “Makin meningkatnya pengakuan bahwa tersebarnya risiko kredit pada kelompok investor yang lebih luas dan lebih beragam … telah membantu meningkatkan ketahanan sistem perbankan dan sistem keuangan. Meningkatnya ketahanan ini bisa dilihat pada sedikitnya gagal bank dan lebih konsistennya pengadaan kredit.” Penuntasan pasar, dengan kata lain, merupakan kunci pencapaian sistem yang lebih aman.

Manajer risiko di banyak bank pun menerapkan teknik analisis probabilitas pada penghitungan “value at risk”, tanpa bertanya apakah contoh-contoh dari peristiwa-peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini benar-benar membawa kesimpulan-kesimpulan yang kuat akan probabilitas di masa depan. Dan pada badan-badan regulator seperti Financial Services Authority Inggris (yang saya ketuai), keyakinan bahwa inovasi keuangan dan peningkatan likuiditas pasar itu penting, karena ia menuntaskan pasar dan meningkatkan price discovery (penemuan harga yang wajar), bukan hanya dapat diterima, tapi juga merupakan bagian dari DNA kelembagaan.

Sistem pemikiran ini sudah tentu tidak mengabaikan kemungkinan intervensi pasar. Tapi ia menentukan asumsi seseorang mengenai sifat dan batas intervensi.

Misalnya, regulasi yang dibuat untuk melindungi konsumen retail bisa, kadang-kadang, tepat adanya: persyaratan mengenai pengungkapan informasi bisa membantu mengatasi asimetri informasi antara bisnis dan konsumen. Begitu juga regulasi dan penegakannya yang dibuat untuk mencegah penyalahgunaan bisa dibenarkan karena aparat-aparat yang rasional bisa juga serakah, korup, atau bahkan berbuat kriminal. Regulasi untuk meningkatkan transparansi pasar bukan hanya dapat diterima, tapi merupakan titik sentral doktrin, karena transparansi, seperti inovasi keuangan, diyakini bakal menuntaskan pasar dan mendorong peningkatan likuiditas dan penemuan harga yang wajar.

Tapi sistem pemikiran yang diyakini para regulator dan pengambil kebijakan di pusat-pusat kelembagaan yang paling maju di bidang keuangan pun cenderung mengabaikan kemungkinan profit seeking (upaya mencari keuntungan) yang rasional oleh pemain pasar yang profesional, juga akan mendorong perilaku rent-seeking (upaya mendapatkan rente) serta ketidakstabilan keuangan. Bukan membawa kebaikan untuk masyarakat--walaupun sementara ekonom telah menunjukkan dengan jelas mengapa hal semacam itu bisa terjadi.

Kearifan konvensional para pembuat kebijakan mencerminkan keyakinan bahwa hanya intervensi yang bertujuan mengidentifikasi dan mengoreksi ketidaksempurnaan tertentu yang merintangi tercapainya keseimbangan pasar yang bisa dibenarkan. Transparansi penting untuk mengurangi ongkos informasi, tapi bukan tugas ideologi untuk mengenali ketidaksempurnaan informasi yang mungkin sudah begitu mendalam, sehingga tidak bisa dikoreksi dan bentuk-bentuk transaksi, betapapun transparannya, mungkin tidak berguna bagi masyarakat.

Sebenarnya, ekonom Columbia University, Jagdish Bhagwati, dalam sebuah esai yang dimuat dalam jurnal Foreign Affairs dengan judul “Capital Myth”, berbicara mengenai pemikiran “Wall Street/Treasury” yang menyatukan kepentingan dengan ideologi. Bhagwati mengatakan bahwa penyatuan kepentingan dengan ideologi ini berperan dalam mengubah liberalisasi capital flow jangka pendek menjadi article of faith (rukun keyakinan), kendati terdapat alasan teoretis yang kuat untuk berhati-hati serta kecilnya bukti empiris manfaat keyakinan ini. Baik kepentingan maupun ideologi berperan dalam memenangkan prinsip deregulasi keuangan dan penuntasan pasar.

Kepentingan-kepentingan murni--yang dinyatakan melalui kekuatan lobi--jelas penting pada beberapa langkah deregulasi di AS, yang sistem politik dan undang-undang yang mengatur dana kampanye pemilihan sangat kondusif bagi kekuatan-kekuatan lobi tertentu di negeri itu.

Kepentingan dan ideologi sering berinteraksi dengan halus sehingga sulit dipisahkan. Pengaruh kepentingan ini dicapai melalui ideologi yang diterima secara tidak sadar. Sektor keuangan mendominasi perekrutan ekonom-ekonom profesional di bidang non-akademik. Karena mereka juga manusia, maka mereka cenderung secara implisit mendukung--atau setidak-tidaknya tidak menunjukkan tantangan yang agresif terhadap--kearifan konvensional yang melayani kepentingan industri, bagaimanapun independennya mereka dalam memberikan penilaian terhadap persoalan-persoalan ekonomi.

Teori efisiensi pasar dan penuntasan pasar dapat membantu meyakinkan kembali eksekutif-eksekutif lembaga-lembaga keuangan bahwa mereka, dalam bentuk-bentuk yang halus, sudah berbuat baik walaupun sepintas lalu seolah-olah apa yang dilakukan itu tampaknya tidak lebih daripada spekulasi. Badan-badan regulator perlu merekrut pakar-pakar industri untuk meregulasi dengan efektif, tapi pakar industri nyaris terikat mengikuti asumsi yang secara implisit dianut industri. Memahami proses sosial dan budaya ini sendiri bisa dijadikan fokus penelitian baru. Tapi kita jangan meremehkan peran penting ideologi. Lembaga-lembaga yang canggih--seperti lembaga-lembaga yang membentuk sistem pengambilan kebijakan dan regulasi--sulit dikelola tanpa gagasan yang mendalam dan konsisten agar kredibel, tapi cukup sederhana sebagai basis yang dapat terlaksana dalam pengambilan keputusan dari hari ke hari.

Falsafah bimbingan semacam ini paling ampuh ketika ia memberikan jawaban-jawaban yang jelas. Dan falsafah yang menegaskan bahwa inovasi keuangan, penuntasan pasar, dan peningkatan likuiditas pasar itu selalu membawa manfaat merupakan basis yang jelas bagi dilakukannya desentralisasi regulasi.

Di sinilah, saya kira, letaknya tantangan terbesar di masa depan. Sementara kearifan pra-krisis yang disederhanakan itu tampaknya memberikan jawaban yang bertumpu pada sistem dan metodologi intelektual yang menyatu, pemikiran ekonomi yang benar-benar baik mesti melahirkan wawasan berdasarkan pendekatan analitis yang beragam. Marilah kita berharap semoga para praktisi memetik pelajaran dari semua ini. *

Hak cipta: Project Syndicate, 2010.

URL Source: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2010/07/26/Opini/krn.20100726.20

Adair Turner
Chairman Financial Services Authority dan anggota Majelis Tinggi Inggris

Sistem Presidensial, Bermasalah?

Oleh: Kacung Marijan



Di antara argumentasi pokok para elite yang melakukan amandemen terhadap UUD 1945 secara eksplisit menetapkan sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan adalah karena sistem ini dipandang lebih memungkinkan bagi adanya bangunan pemerintahan yang stabil.

Pengalaman, dan diskursus tentang apa yang terjadi pada 1950-an, agaknya cukup kuat membayangi para elite itu untuk tetap memilih sistem presidensial. Bahwa sistem parlementer telah membuat adanya ketidakstabilan politik akibat seringnya pergantian di dalam pemerintahan.

Di samping itu, pengalaman dijatuhkannya Gus Dur di tengah jalan juga jadi pertimbangan. Dalam sistem presidensial, presiden tidak bisa begitu saja dijatuhkan oleh parlemen tanpa prosedur sangat ketat. Proses penjatuhan Gus Dur tergolong sangat longgar. Para elite secara substansial menyadari adanya pemerintahan yang stabil akan memungkinkan proses pembuatan dan implementasi kebijakan yang lebih efektif dan efisien. Ujung-ujungnya, yang dilakukan pemerintah akan lebih bermanfaat untuk rakyat.

Hanya saja, satu dekade setelah sistem presidensial itu secara sengaja ditetapkan dan diimplementasikan, harapan itu masih juga belum menjadi kenyataan. Betul bahwa pasca-Gus Dur tidak ada seorang pun presiden yang diturunkan di tengah jalan. Tetapi, adanya kebijakan-kebijakan yang efektif dan efisien untuk masyarakat akibat adanya penggunaan sistem presidensial masih belumlah terasa.

Di balik adanya presiden yang telah dipagari oleh sistem presidensial, gonjang- ganjing di sana-sini masih sering terjadi. Konsekuensinya, presiden tidak leluasa membuat dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan. Mengapa hal demikian terjadi?

Bergantung kepada parlemen

Secara kelembagaan, Indonesia tidak murni menganut sistem presidensial. Di satu sisi, presiden memiliki otoritas dan kekuasaan cukup substansial. Di sisi lain, dalam membuat dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan, presiden masih sangat bergantung kepada parlemen.

Konsekuensinya, presiden terpilih harus mengikuti alur pikir sistem parlementer dalam membentuk dan menjalankan roda pemerintahan. Karena bergantung kepada parlemen, presiden merasa harus membangun koalisi dengan partai-partai yang memiliki kekuatan di parlemen. Padahal, tradisi koalisi lebih banyak dipakai dalam sistem parlementer.

Realitas semacam itu semakin menjadi keharusan karena Indonesia menganut sistem multipartai. Sejumlah studi menyimpulkan, sistem presidensial akan stabil manakala ditopang sistem dua partai.

Oleh karena itu, ketika menjelaskan potret pemerintahan periode 2004-2009, secara sambil lalu saya pernah menyebut Indonesia lebih dekat menganut ”sistem semi-presidensial”. Susilo Bambang Yudhoyono yang memiliki tingkat elektabilitas tinggi bertindak sebagai presiden dan Jusuf Kalla yang mengendalikan parlemen sebagai ”perdana menteri”.

Upaya mengatasi masalah semacam itu, secara kelembagaan, telah dicoba. Di antaranya adalah melalui upaya menyederhanakan sistem kepartaian, baik melalui electoral threshold maupun melalui parliamentary threshold. Namun, upaya semacam ini tidak membawa hasil yang berarti. Indonesia masih tetap menganut sistem multipartai.

Upaya semacam itu bisa lebih mungkin dilakukan kalau threshold yang diberlakukan di atas kisaran 10 persen atau bahkan 15 persen. Namun, upaya semacam ini sering dianggap tidak ramah terhadap demokrasi karena mengabaikan fakta tentang kemajemukan masyarakat yang memang kuat di Indonesia sehingga tingkat keterwakilan politik sangat berkurang.

Permasalahan semacam itu semakin mengemuka karena, secara politik, Indonesia pasca-Orde Baru memang telah mengarah pada situasi ”fragmented state”. Di dalam negara demikian, kekuasaan menyebar ke banyak kelompok dan aktor, termasuk adanya penyebaran kekuasaan ke daerah-daerah.

Presidensial setengah hati

Sistem presidensial yang setengah hati itu selama ini masih belum mampu mengatasi situasi semacam itu. Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh presiden, misalnya, acap kali tidak hanya telah melahirkan penolakan dari lawan-lawan politiknya, tetapi juga telah melahirkan penolakan dari daerah.

Padahal, agar suatu pemerintahan berjalan efektif dan efisien, dibutuhkan sejumlah persyaratan. Pertama, proses pembuatan keputusan dilakukan dalam waktu yang lebih cepat. Kedua, adanya birokrasi yang memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan melalui, misalnya, adanya koordinasi, baik secara vertikal maupun horizontal.

Dalam kondisi semacam itu, memang tidak mudah harus memulai dari mana desain perbaikan dilakukan. Secara empiris, masyarakat Indonesia yang plural memang lebih cocok menganut sistem parlementer. Akan tetapi, mengingat adanya keinginan kuat untuk membangun pemerintahan yang demokratis dan stabil sekaligus, dipakailah sistem presidensial yang setengah hati itu.

Formula sederhana untuk mengatasi hal itu adalah melalui perombakan konstitusional, misalnya menghilangkan unsur ”parlementarian” dalam konstitusi maupun perundang-undangan yang lain. Namun, ini jelas tidak mudah karena akan menempuh jalan berliku. Yang lebih mungkin, melalui improvisasi sistem presidensial setengah hati lewat sejumlah langkah, misalnya seperti berikut.

Pertama, kekuatan-kekuatan politik menyadari pentingnya koalisi yang lebih permanen. Dengan demikian, kekuatan politik akan terbagi ke dalam dua pilahan besar, koalisi yang memerintah dan koalisi yang beroposisi. Koalisi semacam itu akan terwujud manakala tiap partai memiliki tingkat kedisiplinan yang tinggi, termasuk disiplin di dalam membangun komitmen berkoalisi. Selain itu, threshold di dalam pemilu juga tetap harus diberlakukan untuk meminimalisasi pendatang baru di luar mainstream koalisi besar itu.

Kedua, adanya desain kelembagaan yang memungkinkan hidupnya koordinasi, baik secara vertikal maupun horizontal, misalnya melalui pembagian kekuasaan dan otoritas yang lebih jelas dan tidak tumpang tindih. Ketiga, adanya seorang presiden yang memiliki kemampuan sebagai dirigen dalam memerintah. Kemampuan dirigen ini tidak hanya untuk mengoordinasikan koalisi yang dibangun, tetapi juga mengoordinasikan kebijakan- kebijakan yang akan dibuat dan diimplementasikan di daerah.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/2010/07/28/03084733/sistem.presidensial..berma


Kacung Marijan
Guru Besar FISIP Universitas Airlangga

Selasa, 27 Juli 2010

LOWONGAN TRAINEE ASSISTANT (TA) (Sumatera & Kalimantan)

PT Matahari Kahuripan Indonesia (MAKIN Group)


Raih Kesuksesan Bersama Kami

Makin Group merupakan perusahaan besar yang bergerak dalam bisnis kelapa sawit, saat ini memerlukan tenaga-tenaga profesional yang siap dan bersedia ditempatkan pada lokasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera dan Kalimantan, sebagai:

TRAINEE ASSISTANT (TA) (Sumatera & Kalimantan)
Kualifikasi:
  • Fresh graduate, min. Diploma Tiga (D3) Pertanian; Teknik Mesin/ Elektro/ Kimia; Accounting,
  • Pengalaman maksimum 2 (dua) tahun
  • Seluruh kandidat harus bersedia untuk ditempatkan di perkebunan kelapa sawit yang terletak di Sumatera/ Kalimantan.

Kirimkan lamaran lengkap disertai dengan foto, nomor telepon yang bisa dihubungi paling lambat 2 minggu setelah tanggal terbit iklan ke alamat:


Corporate HRD - MAKIN Group
Jl. KH Wahid Hasyim Kav. 188–190
Jakarta Pusat 10250
Email: hrd@makingroup.com

Jumat, 23 Juli 2010

Gagal Itu Baik

Dalam hidup ini seringkali kita merasa gagal. Kegagalan demi kegagalan yang dialami membuat kita merasa hidup sudah tak berguna lagi. Tak jarang, stress seringkali menghinggapi kita. Ujung-ujungnya, kita sering berpikir untuk mengkahiri hidup ini alias bunuh diri. Lari dari kegagalan bukan penyelesaiannya, tapi menghapai kegagalan itu dengan gagah berani merupakan obat mujarab untuk mengatasinya.

Mengatakannya memang mudah, yang sulit adalah menjalankannya. Berbagai cara telah banyak diberikan oleh manusia untuk mengatasi kegagalan. Yang paling sulit adalah menjalankan cara itu agar kita terbebas dari kegagalan. Banyak orang yang berhasil mengatasi kegagalannya, tapi begitu banyak yang kecewa dan frustasi dengan kegagalannya. Berbagai cara dan jalan dilakukan untuk mengatasinya, tapi semua itu tak memberikan hasil. Yang namanya gagal selalu saja datang menghampiri.

Terkadang timbul rasa iri dalam hati. Melihat orang berhasil. Sepertinya orang lain jauh dari kata gagal. Sedangkan diri kita akrab sekali dengan gagal, bahkan setiap saat selalu gagal. Kalau sudah begini, kenapa kita selalu gagal, dan orang selalu berhasil ?
Kehidupan kita ini hanya memberikan pilihan pada dua hal. Pertama sukses, dan yang kedua gagal. Kesuksesan dan kegagalan selalu datang silih berganti. Kalau tidak gagal ya sukses. Orang yang sukses sekarang ini mungkin sebelumnya gagal. Demikian pula, orang gagal hari ini mungkin besok sukses. Kalau demikian apa yang harus dilakukan ketika sukses atau ketika gagal ?

Sukses dan gagal merupakan sunatullah atau hukum alam yang menjadi takdir manusia. Ketika sukses harus bersabar, terlebih saat kita gagal. Ketika gagal kita harus bersyukur, terlebih saat kita berada dalam kesuksesan. Kegagalan dan kesuksesan merupakan wadah bagi Allah swt untuk menguji kita sebagai hamba-Nya apakah kita termasuk orang yang sabar dan bersyukur. Hanya dengan sabar dan syukur hidup kita bahagia.

Ketika berhasil maka bersyukurlah, karena syukur itu baik bagi kita. begitu juga ketika gagal, maka bersabarlah karena sabar itu juga baik bagi kita. tak jarang orang sukses malah menjadi kufur dan takabur, orang gagal menjadi ingkar dan maker. Kegagalan menjadikan diri kita berusaha untuk melawan sunatullah itu. Kita menjadi yakin bahwa Allah swt tak sayang dengan kita, serta berprasangka buruk kepada-Nya. Kegagalan telah menjadikan diri kita manusia yang tak percaya kepada-Nya. Kita menganggap bahwa kegagalan kita karena Allah swt marah dengan kita. Kita menjadi tak percaya kepada-Nya, dan keimanan menjadi luntur dari hati kita.
Demikian pula saat sukses. Kita mengklaim bahwa kesuksesan itu berkat hasil usaha kita semata. Jangankan Allah swt, manusia lainnya pun tak memiliki andil dalam kesuksesan itu. Kesuksesan telah membuat kita kufur. Kita menjadi sombong, angkuh, dan lain sebagainya. Kesuksesan seperti ini tentu tak akan membawa berkah bagi kita dan semua umat manusia. Kita dengan bangga mengatakan bahwa sukses yang kita raih karena semata jerih payah kita. denarkah demikian ?
Kegagalan dan kesuksesan selalu datang silih berganti. Ketika gagal menghampiri, yakinlah bahwa berjuta kesuksesan pasti akan menyusul. Demikian sebaliknya, ketika sukses ingtlah bahwa beribu kegagalan juga akan segera datang. Karenanya, gagal itu baik, tetapi sukses jauh lebih baik.

sumber: http://icai.blogdetik.com

Senin, 19 Juli 2010

Mencintai Masalah

Setiap manusia, dimanapun ia berada pasti berhadapan dengan masalah. Yang berbeda, hanya bentuk dan intensitasnya saja. Ada orang yang berhadapan dengan masalah yang ringan, tapi banyak juga yang berhadapan dengan masalah yang berat. Mulai dari masalah diri sendiri sampai kepada masalah yang menyangkut kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Pokoknya, tiada hari tanpa masalah. Ada orang mampu menghadapi masalah, dan tak sedikit yang tak mampu serta lari dari masalah. Jangankan berharap untuk menyelesaikannya, malah menambah banyak dan rumit masalah yang harus diselesaikan. Masalah bukan untuk dihindari, tapi harus dihadapi dan diselesaikan dengan segera. Sebab, semakin ditunda penyelesaiannya maka masalah itu semakin sulit untuk diselesaikan.

Untuk menyelesaikan masalah dibutuhkan kesabaran. Hal ini penting agar masalah yang sedang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik. Kesabaran ini tidak hanya dalam bentuk kemampuan kita untuk menahannya, tapi lebih dari itu adalah bagaimana cara kita menyelesaikannya.

Untuk menyelesaikan masalah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, cari sumber masalah tersebut. Masalah yang timbul dari dalam diri kita sendiri hendaknya diselesaikan oleh diri kita sendiri. Sedangkan masalah yang berasal dari luar diri, kalau memang mengharuskan melibatkan orang lain, maka libatkan orang lain. Bila tidak perlu dan kita merasa mampu untuk menyelesaikannya, maka kita yang pertama menyelesaikannya. Setiap masalah yang timbul pasti ada penyebabnya. Mungkin itu karena kelalaian kita, mungkin juga sebab kekurangan kita, atau masalah itu timbul karena kesombongan kita. bila mendapatkan masalah, carilah penyebabnya. Sama seperti ketika kita mengendarai mobil atau motor, bila mogok segera cari penyebabnya, bukan mencaci-maki motor itu. Entah itu karena businya yang sudah mati, bannya kempes, atau masalah-masalah lainnya.

Begitu juga dengan masalah yang kita hadapi. Semua masalah tentu ada sumbernya, dan yang pasti semua masalah pasti bisa diatasi, yang penting kita mampu mencari apa penyebabnya. Masalah yang kita hadapi selama ini terasa berat sekali, walaupun sebenarnya sepele saja. Hal ini terjadi karena kita tidak menemukan akar permasalahannya saja.
Kedua, batasi masalah tersebut agar tidak menimbulkan masalah baru. Bila kita sudah menemukan akar masalah tersebut, segera batasi masalah tersebut. Ini berguna agar tidak timbul masalah baru, serta memudahkan kita dalam menyelesaikannya. Terkadang, suatu masalah sudah diketahui penyebabnya, tetapi karena kita tidak membatasi masalah tersebut sehingga menimbulkan masalah baru dan menyebar ke masalah lainnya. Untuk itu, pembatasan masalah harus segera dilakukan. Masalah-masalah sekecil apapun harus dibatasi. Sebab masalah besar biasanya dimulai dari masalah yang kecil. Ketiga, cari alternativ penyelesaiannya. Setelah langkah pertama dan kedua sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya cari alternative penyelesaiannya. Alternative disini kalau bisa harus lebih dari satu. Maksudnya, apabila satu alternative yang satu tak mempan maka masih ada alternative lain. Alternative penyelesaian masalah didapat dari kemampuan kita untuk mengenali akar masalah serta kemampuan kita untuk mengatasi masalah tersebut. Karena itu, untuk memudahkan kita perlu dioptimalkan langkah pertama dan kedua diatas. Walaupun ada beberapa alternative penyelesaian masalah yang kita miliki, usahakan satu dari semua itu menjadi prioritas untuk mengatasi masalah. Maksudnya adalah agar kita mampu memfokuskan diri dalam menyelesaikan masalah tersebut. Alternative lain dimaksudkan sebagai pendamping saja. Kalau semua diprioritaskan ditakutkan tidak ada alternative yang benar-benar mampu untuk mengatasi masalah tersebut. Hal yang ditakutkan juga, bila tak ada prioritas alternative, maka jangankan untuk mengatasi masalah, malah menambah masalah baru. Bila sudah mampu menyelesaikan masalah janganlah lupa bersyukur. Dan bila tak mampu menyelesaikannya bertawakallah mungkin itu sudah menjadi takdir Allah SWT.

Dan yang keempat ambil pelajaran dari masalah tersebut. Dibalik semua hal yang ada didunia ini mengandung pelajaran bagi umat manusia. Hanya saja, manusia terkadang tak mampu memetik pelajaran dari semua hal tersebut. Sekecil apapun masalah yang kita hadapai pasti ada pelajaran yang terkandung didalamnya. Begitulah Allah SWT mengajai manusia dengan berbagai cara. Tidak hanya kenikmatan saja yang mengandung pelajaran, masalahpun demikian pula. Bahkan pelajaran dari masalah yang dihadapi terkadang lebih bermakna dibandingkan dari kenikmatan yang kita terima. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu mengambil pelajaran dari setiap langkah kehidupannya, entah itu dalam bentuk masalah atau kenikmatan dari Allah SWT.

Kita tidak bisa menghindari masalah. Karena masalah itu merupakan salah satu jalan untuk mendewasakan kita, serta menjadikan kita manusia yang sejati. Bagi kita yang selalu berhadapan dengan masalah, cintai masalah itu, karena lewat berbagai masalah itu Allah SWT menunjukkan cinta dan sayang-NYa kepada kita.
Sumber :http://icai.blogdetik.com/2009/10/mencintai masalah

Komitmen

Kita sering menginnginkan sesuatu, memimpikan sesuatu yang berharga, bermanfaat, dan memberikan nilai tambah bagi kehidupan kita. tapi sayang, semua itu sepertinya hanya mimpi belaka. Segala usaha telah dijalankan untuk mendapatkannya selalu gagal. Kita memiliki begitu banyak rencana dalam hidup ini. Tabel, draf, tujuan pun telah ditetapkan. Belum tuntas satu rencana sudah pindah ke rencana yang lain. Sepertinya, rencanan yang telah ditetapkan tidak bisa mendapatkan hasil yang diinginkan, karena itu kita selalu berpindah dari satu rencana ke rencana laiinya. Para hali manyatakan bahwa Satu-satunya kesalahan yang bisa dilakukan seseorang adalah ia tidak menjalaninya sampai selesai. Inilah hal yang sering tidak kita sadari. Kita ternyata tidak memiliki ketetapan hati dan tekad dalam menjalankan rencana yang telah dibuat.

Komitmen merupakan kata kunci yang harus ditanamkan dengan kuat di dalam hati. Tekad yang kuat merupakan salah satu faktor yang akan menentukan keberhasilan kita di segala bidang kehidupan. Begitu banyak orang yang memiliki keinginan dan rencana yang sangat baik dan muluk-muluk. Mereka membuat tujuan hidup yang penuh dengan keberhasilan dan kebahagian. Namun, umumnya mereka hanya terpaku pada rencana semata. Untuk melaksanakannya sepertinya mengalami kebuntuan. Disisi lain, begitu banyak pula orang yang hidup dengan rencana yang sangat sederhana dan kecil. Tapi, mereka selalu berhasil dengan rencana tersebut. Mereke selalu berusaha mewujudkan setiap rencananya sedikit demi sedikit. Akhirnya, mereka berhasil. Jadi, perbedaan utama antara orang yang melakukan dengan orang yang tidak melakukan adalah komitmen. Orang yang selalu berkomitmen dengan rencanan dan tujuan yang telah ditetapkan selalu berusaha untuk mewujudkannya. Demikian sebaliknya, orang yang tak punya komitmen akan lalai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan.

Berkomitmen tidak mudah. Anda akan dihantam kesulitan, penolakan, kekalahan, dan kekecewaan. Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia selalu membawa resiko. Demikian juga dengan berkomitmen. Artinya, ketika kita menetapkan komitmen terhadap sesuatu maka kita harus diap dengan segala resikonya. Resiko tersebut dapat berupa kesulitan, penolakan, kekalahan, bahkan kekecewaan. Logikanya, bila berani bertanding harus berani kalah, dan harus siap menang. Sekecil apapun pekerjaan kita selalu disertai dengan resiko, dan resiko yang paling menyakitkan adalah kekecewaan. Bagi yang tidak tahan dengan resiko, bersiap-siaplah terpental dari arena pertandingan kehidupan, bahkan yang lebih gawat lagi adalah mati dan terkubur.

Berkomitmen berarti memiliki kekuatan dan disiplin untuk bertahan pada jalur. Untuk mengatasi segala resiko itu, tidak ada jalan lain selain tetap berkomitmen pada jalur tersebut. Disiplin diri juga merupakan salah satu cara agar kita tetap berkomitmen. Kekuatan, baik secara fisik maupun mental mutlak diperlukan. Karena, dengan kekuatan itu kita akan mampu komit dengan apa yang telah kita rencanakan dan tujuan yang akan dihasilkan.

Komitmen sejati adalah keberanian dan ketekunan. Hanya orang-orang pemberani dan para jagoan yang akan berhasil memenangkan sebuah pertandingan. Berkomitmen berarti berani untuk bertanding serta memiliki ketekunan untuk berhasil dalam pertandingan itu. Keberanian saja tidaklah cukup. Ia membutuhkan ketekunan. Dengan ketekunan, keberanian dan kedisplinan akan menemukan tempat untuk keberhasilan.

Ketika kita berkomitmen terhadap sesuatu, maka komitmen itu memperlihatkan optimisme dan kepercayaan diri, intensitas yang akan menghancurkan ketidakpastian, kekhawatiran, dan kesukaran serta beban yang harus dilepas. Dengan komitmen, kita akan memiliki optimism dan rasa percaya diri yang tinggi. Dengan komitmen pula kita akan dapat menghancurkan segala kekhawatiran, ketidakpastian, kesukaran serta beban yang menghimpit tubuh kita. komitmen akan menghapuskan semua itu, dan kita akan menghasilkan kejayaan dalam hidup kita.

Dari semua itu, energi akan menuntun pada kekuatan. Kekuatan menuntun pada keyakinan. Keyakinan akan menuntun pada keberanian. Keberanian akan menuntun pada kepastian. Kepastian akan menuntun pada komitmen. Dan komitmen akan berujung pada keberhasilan. Jadi, usahakan segala sesuatu dengan komitmen yang tinggi, setelah itu berserah dirilah kepada Allah SWT atas apa yang diberikan kepada kita atas imbalan dari komitmen kita itu.
sumber :http://icai.blogdetik.com/2009/11/13/komitmen

HKTI JADI REBUTAN, PETANI MATI DITENGAH

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia atau yang terkenal dengan singkatan HKTI telah melaksanakan Munasnya beberapa hari yang lalu. Karena ketidak puasan, organisasi yang berjuang memperbaiki nasib petani ini pecah jadi dua. Kedua-duanya mengaku sebagai organisasi yang sah. Kita tentu bingung dengan semua ini, terlebih lagi petani yang ada di desa-desa. Mereka tentu bingung, kenapa semua orang berebut untuk menjadi pemimpin organisasi yang mengambil pekerjaan mereka sebagai dasarnya. Padahal, mungkin selama ini para petani itu tak pernah merasakan manfaat dari organisasi tersebut terhadap kesejahteraan mereka.

Sampai saat ini memang kprah HKTI sangat tidak jelas. Sebagian petani kita pasti tak pernah kenal yang namanya HKTI. Apabila kita tanyakan pada mereka apa itu HKTI, mereka geleng kepala, tersenyum, bahkan bingung. Sulit rasanya mencari hubungan langsung antara HKTI dengan peningkatan kesejahteraan petani. Sepertinya petani hanya dijadikan alat oleh segelintir orang untuk meningkatkatkan status sosialnya semata.

Ketika harga pupuk naik, harga gabah turun, petani menjerit, sementara HKTI tak pernah ada suaranya. Seharusnya para petani kita memiliki bergaining yang kuat untuk meningkatkan harkat dan martabat mereka melalui peningkatan kesejahteraan. Hal ini sepertinya tak pernah terjadi. Hal ini mungkin disebabkan pengurus HKTI itu yang bukan berasal dari petani. Jadi, setiap kebijakan yang mereka ambil sangat jarang berlandaskan kebutuhan ril petani kita. Umumnya para pengurus HKTI itu orang-orang yang sudah sangat mapan dari segi ekonomi, dan tidak berlatar belakang petani, sehingga mereka lebih mementingkan diri pribadi dibandingkan mementingkan para petani kita.

Para tokoh HKTI ramai rebutan jabatan, sementara petani ramai dengan penderitaan. Kita hanya bisa merasa trenyuh dengan tingkah polah para pemimpin organisasi itu. Sulit rasanya percaya bahwa mereka benar-benar memperjuangkan nasib para petani kita. Yang ada adalah mereka rebutan kekuasaan saja. Semoga mereka cepat sadar bahwa siapapun pemimpin HKTI, petani lah yang pertama harus diperhatikan nasibnya. Bukan para pengurus organisasinya.
Sumber :http:\\icai.blogdetik.com\2010\7

Tauhid Korupsi

Tauhid, bagi kita umat Islam adalah keyakinan yang sangat kuat bahwa Allah SWT itulah satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Perbuatan yang meyakini bahwa ada tuhan lain selain Allah SWT adalah syirik. Sedangkan orang yang menyekutukan Allah SWT dinamakan musyrik. Tauhid ini merupakan pangkal, fondasi, dan pokok bagi seluruh keyakinan dari keberagamaan kita orang Islam.

Apa pengertian tauhid korupsi, serta apa hubungan antara tauhid dengan korupsi ? Mengambil pengertian tauhid tersebut, maka tauhid korupsi adalah keyakinan bahwa korupsi merupakan satu-satunya cara untuk memperkaya diri. Keyakinan adalah kepercayaan yang sangat kuat bahwa sesuatu itu benar adanya. Para koruptor memiliki keyakinan yang sangat kuat bahwa korupsi merupakan satu-satunya cara untuk memperkaya diri, meningkatkan prestise, menaikan jabatan, dan lain-lain. Bila ajaran agama menyatakan bahwa syirik itu haram, maka menurut ajaran koruptor, korupsi itu halal.

Korupsi merupakan jalan terpendek untuk meningkatkan harkat dan martabat pelakunya agar menjadi lebih baik setidaknya menurut pemahaman mereka. Salahkah pemahaman tersebut ? Bagi mereka pemahaman itulah yang terbaik. Menjadi koruptor merupakan pekerjaan yang sangat menantang karena hasilnya yang sangat menggiurkan.

Kembali ke masalah tauhid. Orang yang melanggar tauhid tergolong kepada orang musyrik, dan ganjarannya pasti neraka. Para koruptor berkeyakinan bahwa orang yang tak korupsi justru orang yang salah. Keyakinan ini terbalik dengan keyakinan keberagmaan. Walaupun pelaku korupsi yang tertangkap mendapatkan hukuman, tetapi hal ini tak menyurutkan orang untuk berlaku korup.

Kalau tauhid Ketuhanan wajib untuk diikuti, berbeda dengan tauhid korupsi yang justru dilarang untuk diikuti. Begitulah manusia, sesuatu yang wajib diikuti malah dilanggar, sedangkan tauhid korupsi yang sangat dilarang justru banyak diikuti. Kontradiksi ini memperlihatkan bahwa kehidupan dunia tak selalu berbanding lurus dengan kehidupan akhirat. Arah dan tujuan kehidupan tersebut mengalami pembelokkan. Para koruptor telah dengan berani membelokkan arah keyakinan bahwa asalnya korupsi dilarang, tapi bagi mereka justru harus dilakukan.

Kehidupan dunia telah berhasil melenakan mereka sehingga tega melakukan korupsi di tengah masyarakat yang masih banyak berada dalam jurang kemiskinan, keterbelakangan, penderitaan, dan lain sebagainya.

Akankah perilaku korup ini dapat diberantas, atau paling tidak dikurangi ? kita semualah yang dapat menjawabnya. Sebab, keyakinan untuk melakukan korupsi atau tidak tergantung kepada kita. Bila kita mengatakan tidak pada korupsi, maka perbuatan itu pasti tak akan dilakukan. Bila sebaliknya, maka jadilah kita para koruptor.

Untuk memberantas korpusi ini harus dimulai dari merubah keyakinan bahwa korupsi itu perbuatan yang kotor dan haram. Bila keyakinan ini tidak diubah, selamanya korupsi akan selalu terjadi. Menghukum pelakunya bukan satu-satunya jalan, tetapi itu harus dilakukan agar mendapatkan efek jera. Walaupun efek tersebut belum maksimal hasilnya, tetapi kita tak boleh putus asa. Perlu pembinaan ketauhidan agar masalah korupsi ini dapat diberantas, atau minimal dikurangi dinegeri yang kita cintai ini.

Jumat, 16 Juli 2010

Ical dan Politisi Tikus

Suud Sukahar - detikNews

Jakarta - Ical bilang politisi Golkar harus meniru tikus. Mengendap sebelum menggigit. Eh, omongan ‘sambil lalu’ itu tiba-tiba menimbulkan polemik. Sampai ada yang bilang bahaya. Adakah benar ada dogma omong tikus itu bahaya?

Ini seperti baku-sedu. Bergurau, kata orang Manado. Ngomong tikus kok mrantak ke mana-mana. Memang benar ada filosofi Jawa yang mengatakan ajining diri soko lati, ajining rogo soko busono. Harga diri itu dari ucapan, dan harga badan itu dari pakaian. Tapi itu untuk ucapan yang tidak senonoh atau umpatan.

Namun memakai perilaku ‘positif’ binatang sebagai contoh bukanlah aib. Apalagi sampai diinterpretasikan sebagai ‘instruksi’ penggalangan ‘jamaah korupsi’ dalam organisasi politik besar. Sebab ini bukan organisasi maling atau perampok, dan pertemuan itu bukanlah untuk merancang aksi melakukan tindak kriminal.

Memang benar tikus itu sudah terlanjur menerima nasib sebagai simbol korupsi. Ngrikiti yang tikus pithi (nyingnying). Dan nggrogoti bagi tikus thong-thong. Dia merugikan petani karena makan padi di sawah. Bahaya tikus sama dengan wereng. Tapi ingat, cindil anak tikus sering dilahap di desa. Dia dianggap obat kuat. Kuat untuk mencangkul sawah. Dan jos untuk mencangkul ‘lahan’ di rumah.

Tikus di Manado justru bagian dari santapan ‘mewah’. Tikus hutan dijual lumrah di pasar, dan disantap ramai-ramai sekeluarga. Tapi sebaliknya kalau cap tikus, itu jenis saguer (tuak) dari enau, ditenggak ramai-ramai untuk melanglang ke dunia ‘antah-berantah’.

Cap tikus ini sering membawa nyong lupa diri. Saking asyik menikmati cap tikus, mereka tak tahu siang atau malam. Anekdot setempat menyebut, mereka sepakat bertanya pada pejalan kaki. “Teman, ini siang atau malam,” tanyanya. Apa jawab pejalan yang ditanya? “Eh, maaf, aku orang baru di sini.” Yang bertanya dan yang ditanya memang sama-sama mabuk berat.

Kisah seperti itu terjadi di Manado. Terutama saat pergantian tahun. Aroma cap tikus (alkohol) tercium di mana-mana. Pantai menjadi pasar raya. Plaza jadi pasar rakyat. Dan kampung-kampung tak beda ramainya.

Namun ada lagi tikus yang menantang kodrat. Dia suka usil dan bawel. Binatang yang biasa dikejar-kejar kucing untuk disantap itu justru meledek sang pemangsa dengan berbagai tipu-muslihat. Kucing selalu menjadi obyek penderita. Dia kalah dan menjadi binatang ternista. Nama tikus dan kucing itu adalah Tom & Jerry.

Sebagai simbol, ternyata tikus tak melulu mewakili lambang korupsi. Tikus telah keluar dari ruang dan waktu dari sosok dan sikap lahiriahnya. Kontemporerisasi membentuknya begitu, dan entah mimesis apalagi di rentang waktu. Maka tikus sebagai padanan rasanya tak layak melahirkan syak-prasangka.

Kalau omongan Ical itu dalam konteks heteronisasi sinyal itu, maka rasanya tidak ada yang salah dalam perkara ini. Namun jika dalam hati kecil Ical terngiang tikus sebagai simbol korupsi, maka ungkapan itu memang tidak layak disampaikan pada forum itu. Sebab Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Partai Golkar itu memang bisa saja diinterpretasikan sebagai cara dan langkah kader partai ini untuk menjadi ‘politisi tikus’. Politisi untuk menggerogoti uang rakyat.

Adakah itu yang dimaksud Ical? Jika iya, penegak hukum memang harus mulai waspada!

* Djoko Suud Sukahar: pemerhati budaya, tinggal di Jakarta

Kepedulian Kongkret Presiden

* Didik Supriyanto

Jakarta - Ketika aktivis ICW Tama S Langkun menjadi korban kekerasan oleh orang tak dikenal pada Kamis (8/7/2010), banyak kalangan menduga, pasti Presiden SBY bereaksi. Maklum, kejadian kekerasan yang berlangsung Kamis menjelang subuh itu, diberitakan luas oleh media online, radio dan televisi.

Jadi, tanpa terlebih dahulu menunggu informasi dari bawahannya, SBY sudah mendapatkan informasi yang cukup. Kapolri yang pada Kamis siang hari masih enggan berkomentar, akhirnya harus bertindak cepat, setelah mendengar pernyataan SBY yang disampaikan sebelum sidang kabinet.

Memang SBY tidak mengecam kejadian tersebut, namun nada bicaranya menunjukkan dia sangat prihatin. Dia minta agar aparat kepolisian segera menemukan pelakunya dan motif di balik tindakan tidak beradab tersebut. SBY mengingatkan kemungkinan terlibatnya pihak ketiga.

Tidak cukup mengeluarkan pernyataan keprihatinan dan memerintahkan secara lisan kepada polisi agar segera bertindak, pada Sabtu (10/7/2010), SBY menyempatkan diri menjenguk Tama S Langkun di rumah sakit. Sekali lagi SBY memberi pesan: pelaku harus segera ditemukan untuk menghindari saling curiga dan saling tidak percaya.

Kepedulian SBY terhadap korban kekerasan tidak perlu disangsikan lagi, lebih-lebih terhadap aktivis dan TKI. Untuk kasus kematian Munir misalnya, berkali-kali SBY menerima keluarga dan kawan-kawan Munir yang berusaha keras mencari pelakunya. Demikian juga dengan TKI, beberapa korban sempat ditemuinya.

Tetapi kepedulian SBY tersebut sering meninggalkan tanya: seriuskah presiden hendak menuntaskan kasus-kasus kekerasan itu, atau ini sekadar publikasi diri saja? Wajar saja muncul keraguan, sebab keprihatinan dan kepedulian hanya berhanti pada pernyataan. Aksi menyelesaikan kasus, paling tidak secara hukum, belum terbuktikan.

Untuk kasus-kasus kekerasan TKI, sebagaimana dilaporkan media setempat, telah ditempuh langkah-langkah hukum. Paling tidak pelaku sudah diproses di pengadilan negara yang bersangkutan. Namun, sampai sekarang belum ada kebijakan jelas dari pemerintah untuk melindungi para TKI dari tindak kekerasan. Tidak heran bila kejadian akan terus berulang. Bandingkan dengan kesungguhan pemerintah Filipina dalam melindungi warga negaranya di luar negeri.

Bagaimana dengan kasus kekerasan terhadap aktivis? Kasus Munir yang cetho welo-welo siapa pelakunya saja, proses hukumnya mengecewakan, apalagi kasus-kasus yang masih sumir. Bolehlah mengelak, bahwa presiden tidak bisa mencampuri proses hukum. Tapi bukankah presiden bisa menindak pimpinan kejaksaan dan kepolisian yang kinerja buruk?

Coba perhatikan apa yang akan terjadi pada kasus Tama S Langkun nanti. Polisi tampak mengalami kesulitan untuk menemukan pelaku, padahal saksi kunci sudah didapat. Sungguh tidak terlalu sulit untuk mencari tahu siapa sesungguhnya saksi kunci Toriq itu. Juga bukan hal yang rumit untuk menemukan "jaringan" Toriq. Wong mencari jaringan teroris yang canggih saja bisa.

Jika saja polisi, secara hukum, mengatakan pelaku tidak ditemukan, seperti kasus-kasus lain, SBY (mungkin) akan memahaminya (lagi), karena hukum yang memang harus menyelesaikannya.

Ya, tentu saja SBY tidak boleh mencampuri proses hukum. Kita sepakat. Tapi SBY bisa melakukan tindakan politik. Apabila dia melihat kinerja aparat hukum tidak memuaskan, tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat, ya pecat saja pimpinan institusi penegak hukum.

Bukankah Presiden yang berwenang mengangkat dan memperhatikan Kapolri dan Jaksa Agung? Bukankah Presiden bisa meminta Kapolri dan Jaksa Agung untuk memecat anak buahnya yang kerjanya tidak beres? Inilah bentuk kepedulian yang lebih kongkret, tidak sekadar pernyataan. Jika tidak untuk menyelesaikan kasus yang ada sekarang, tindakan nyata ini akan berdampak pada kinerja pejabat hukum ke depan.

* Didik Supriyanto: wartawan detikcom. Tulisan ini merupakan opini pribadi dan tidak mewakili pendapat perusahaan.

Kamis, 15 Juli 2010

Hak Pilih TNI

Oleh: Chappy Hakim


Setelah beberapa lama menghilang kini muncul kembali wacana tentang hak pilih anggota TNI. Berbagai reaksi terhadap wacana ini serta-merta bermunculan dari berbagai pihak.Namun, sebagian besar yang mengutarakan pandangannya tentang hak pilih TNI ini adalah para politisi.


Komentar para politisi sebagaimana biasa selalu saja mengutarakan hal-hal yang sangat meyakinkan, tapi semuanya dapat dipastikan akan bersandar kepada kepentingan politiknya masingmasing. Seperti biasa pula, yang akan terlihat sangat menonjol di permukaan adalah kepentingan politik yang hanya seumur jagung dan tidak akan lebih jauh dari siklus penggal waktu pemilu yang lima tahunan itu. Charles de Gaulle pernah berkata:”Since a politician never believes what he says, he is surprised when others believe him”. Politisi tidak pernah percaya dengan apa yang dikatakannya, bahkan mereka akan terkejut sendiri bila ada yang percaya pada omongannya.

Apabila kita tidak mencermatinya dengan baik, berbagai pendapat yang beredar belakangan ini akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup bernegara, khususnya yang berkait dengan isu hak pilih TNI.Mari kita simak beberapa pernyataan dari para politisi yang dapat dijumpai dalam beberapa media terkait masalah hak pilih TNI. Partai Demokrat (PD) termasuk yang mendukung agar TNI dan Polri kembali diberikan hak pilih. PD meminta semua pihak mempercayai TNI/Polri untuk menggunakan hak pilihnya dalam pelaksanaan pemilu yang akan datang.

“Menurut kami anggota TNI/Polri sudah saatnya dipercaya untuk bisa menggunakan hak pilihnya secara dewasa dan demokratis,” kata Ketua Umum PD Anas Urbaningrum kepada wartawan pada acara “Konsolidasi Kader Demokrat Bali” di Hotel Nirmala, Jalan Mahendradata, Denpasar, Rabu, 30 Juni 2010. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta mendukung pengembalian hak pilih bagi TNI pada Pemilu 2014. Dia mengklaim PKS pada kenyataannya memiliki banyak dukungan dari kalangan TNI. “Secara pribadi mendukung. Saya kira situasinya sudah normal, sudah waktunya TNI punya hak pilih,” ujar Anis di sela-sela acara Munas II PKS di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place,SCBD,Jalan Jenderal Sudirman,Jakarta,Minggu 20 Juni 2010.

Pada bagian lain dan jauh sebelumnya, wacana penggunaan hak pilih TNI juga sudah pernah bergulir. Menjelang Pemilu 2009 Ketua Komisi I DPR pada waktu itu, Theo L Sambuaga, mengatakan bahwa hak pilih TNI sudah saatnya dipulihkan mulai Pemilihan Umum 2009 karena hak pilih adalah hak asasi dan hak warga negara,bukan hak institusi. “Hak memilih adalah hak asasi warga negara. Jika TNI tidak diberikan izin memilih atau menundanya, kita telah memperpanjang diskriminasi terhadap warga negara yang menjadi anggota TNI,” katanya.

*** Pernyataan para politisi tersebut sekilas menggambarkan bagaimana tingginya perhatian para elite politik negeri ini terhadap TNI. Sayangnya, perhatian yang begitu besar baru muncul hanya terhadap satu aspek masalah yaitu masalah hak pilih TNI. Dalam tubuh TNI sendiri dapat dipastikan bahwa dari sedemikian banyak masalah yang tengah dihadapinya, masalah hak pilih TNI tidaklah masuk dalam daftar “menu utama”. TNI pasca-Reformasi sampai saat ini masih terlalu sibuk untuk membenahi dirinya sendiri, setelah selama lebih dari 30 tahun berjalan salah jalan sebagai akibat keikutsertaannya dalam kegiatan politik.

Dalam mengembalikan arah menuju profesionalitas sebagai satu angkatan perang yang memang seharusnya bebas atau steril dari politik,masalah hak pilih TNI berada dalam skala prioritas yang sangat rendah. Reformasi TNI ke dalam masih banyak berhadapan dengan bagaimana menyejahterakan para prajuritnya. Setelah berakhirnya era dwi fungsi dengan segala macam dampak negatifnya termasuk juga permasalahan bisnis TNI, upaya mewujudkan TNI yang profesional dan proporsional kini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan.

Masalah perumahan dinas dan remunerasi prajurit adalah beberapa yang berada di papan atas skala prioritas yang harus diselesaikan, di samping masalah pemeliharaan dan pengadaan alutsista yang sudah harus ditangani dengan lebih baik lagi. Melihat kenyataan tersebut, sekali lagi dengan jelas dapat disimpulkan bahwa hak pilih TNI bukanlah masalah yang sangat urgen untuk segera dituntaskan.Berangkat dari kesimpulan itu pulalah, tentunya yang diharapkan TNI,bila ada pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap TNI,mungkin akan sangat bermanfaat untuk memberikan dukungannya kepada masalah yang memang sangat diperlukan saat ini. Salah satu pemecahan masalah yang didambakan TNI dan pasti merupakan prioritas yang paling atas adalah masalah kesejahteraan prajuritnya.

*** Maka alangkah eloknya bila perhatian yang begitu besar dari para politisi negeri ini terhadap TNI dapat diarahkan kepada sasaran yang tepat seperti apa yang tengah dihadapi TNI. Apabila hal ini dapat dilakukan, hal tersebut tentu akan membantah apa yang pernah dikatakan Maurice Barres: “The Politician is an acrobat. He keeps his balance by saying the opposite of what he does”. Dengan demikian, kita mudahmudahan tidak akan terhanyut dengan pendapat-pendapat para politisi tentang hak pilih TNI ini yang masih saja berkutat untuk menarik TNI ke ranah politik dan berusaha untuk terus mengungkap masalah-masalah masa lalu.

Sudah waktunya kita semua melihat ke depan menyongsong Indonesia baru yang lebih baik. John F Kennedy dalam pidatonya di Baltimore 18 Februari 1958 mengatakan: ”Let us not seek the Republican answer or the Democratic answer, but the right answer. Let us not seek to fix the blame for the past, Let us accept our own responsibility for the future!”.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/337791/



Chappy Hakim
Chairman Indset

Politik Pembangunan

Oleh: Ikrar Nusa Bhakti


BAYANGKAN, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta jiwa atau 13,33%. Gambaran ini serupa dengan pandangan seorang perwira menengah TNI dalam perbincangan dengan penulis bahwa kondisi ekonomi kita makin buruk, rakyat bawah semakin sulit untuk hidup. Ini tentu akan berdampak pula bagi stabilitas keamanan negeri kita.


“Satu hal yang lebih mengerikan,” ujarnya. ”Kalau saya berbicara dengan masyarakat bawah di sekitar Jabodetabek (Jakarta,Bogor, Depok,Tangerang, dan Bekasi), kata revolusi sudah menjadi kata yang kerap terdengar. Entah apa tujuan mereka. Revolusi ya revolusi saja untuk mengubah kepengapan hidup.” Gambaran memilukan itu belum termasuk apa jadinya nasib penduduk negeri ini setelah pemberlakuan kenaikan tarif dasar listrik mulai 1 Juli 2010 dan juga bila harga bahan bakar minyak (BBM) juga naik. Gambaran kemiskinan negeri ini amat bertolak belakang dengan hingar-bingar politik di tingkat pusat yang sibuk dengan pembentukan kartel politik, konfederasi politik, amalgamasi politik,atau di tingkat daerah yang pemilu kepala daerahnya sedang berlangsung.

Di kala elite politik ribut soal perebutan, pengelompokan,pengumpulan kekuasaan,rakyat pemegang kedaulatan politik tertinggi di negeri ini malah semakin sesak nafas karena soal ledakan tabung gas yang datang silih berganti, serta kenaikan harga kebutuhan pokok yang semakin mencekik leher mereka. Dari sisi teori politik, rakyat akan merasakan ada negara jika dan hanya jika mereka menikmati beberapa hal: pertama, keamanan di wilayahnya; kedua, harkat diri karena tersedianya pekerjaan baik di sektor formal maupun informal; ketiga, tersedianya kebutuhan pokok dengan harga terjangkau; keempat, tersedianya pendidikan yang tidak mendiskriminasi antara yang kaya dan yang miskin; kelima, kebanggaan bagi negerinya yang termashur di seantero bumi karena pencapaian posisi penting di bidang olah raga atau ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kondisi kita saat ini tampaknya menyebabkan sebagian rakyat sering bertanya, adakah pemerintahan di negeri ini, baik di pusat maupun daerah? Kalaupun ada, mengapa keberadaan pemerintahan bagaikan ada dan tiada karena beban hidup rakyat semakin hari semakin berat dan bukan semakin ringan.Sementara para politisi asyik bermain politik atau menghambur- hamburkan uang yang entah dari mana asalnya saat berlangsung berbagai pemilu,dari Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009 sampai ke pemilu kepala daerah yang kini sedang marak.

Hal yang juga mencengangkan rakyat,betapa mudahnya para elite politik berpindah partai dari partai A ke Partai B, tanpa ada penjelasan mengapa hal itu mereka lakukan.Ada juga komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tanpa malu-malu menyatakan dirinya berhenti sebagai anggota KPU dan bergabung dengan partai politik yang sedang berkuasa walaupun dia tahu hal itu melanggar undang-undang. Anehnya lagi, partai yang sedang berkuasa itu, Partai Demokrat, membuka tangan selebar- lebarnya bagi sang komisioner KPU tersebut,tanpa malu-malu kucing pula.

Hal yang lebih menyesakkan hati, ada beberapa kepala daerah yang maju ke pilkada didukung oleh partai A, setelah berkuasa mendekat ke partai B dan kemudian menjadi pengurus dari partai B tersebut. Rasanya tak ada etika politik di negeri ini. Acara muktamar atau konferensi nasional partai-partai politik juga datang silih berganti bagaikan film kolosal dan diadakan di hotel-hotel mewah yang hanya dapat ditonton oleh rakyat,tapi tidak dapat dirasakan apa hasilnya bagi mereka. Di sini terjadi suatu jurang yang amat dalam dan lebar antara elite politik yang menikmati kekuasaan politik dan uang yang seharusnya berbakti kepada rakyat,dengan kondisi rakyat pada umumnya yang terpuruk.

Suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilihan umum apapun, tapi seakan dilupakan ketika para elite politik itu menduduki jabatan di eksekutif ataupun legislatif pusat atau daerah. Gambaran antrean panjang rakyat yang akan mengambil bantuan langsung tunai di berbagai kantor pos seakan menambah miris hati orang yang melihatnya.Penulis yang pernah merasakan antre minyak tanah pada pertengahan tahun 1960-an,merasakan kegetiran yang amat dalam jika melihat betapa gedung-gedung mewah menjulang tinggi makin banyak di Ibu Kota, tetapi nasib rakyat kecil tidak pernah berubah dalam 40 tahun terakhir.

Bila keadaan yang menyesakkan ini terus berlanjut, jangan salahkan rakyat jika wacana berevolusi semakin populer dan dapat menjadi pilihan politik mereka kelak. Bagi elite politik di pemerintahan dan parlemen,tak ada jalan lain selain kecuali semakin memperhatikan nasib rakyat kecil,jika mereka tak ingin tergilas oleh “roda revolusi.”(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/337801/38/



IKRAR NUSA BHAKTI
Profesor Riset Bidang Intermestic Affairs LIPI

Selasa, 13 Juli 2010

Lowongan Asisten Riset

PT Applied Agricultural Resources Indonesia


Kami adalah Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang bergerak di bidang Jasa Riset dan Konsultasi untuk perkebunan sawit/karet yang ada di Indonesia. Seiring dengan pesatnya perkembangan Perusahaan, Kami membutuhkan karyawan untuk mengisi beberapa posisi yang akan ditempatkan di wilayah Sampit dengan kualifikasi sebagai berikut:

Asisten Riset
(Riau)

Requirements:
  • Pria, usia maksimal 25 tahun
  • Minimal Diploma III/SI Ilmu Pertanian
  • Memiliki pengetahuan mengenai perkebunan
  • Menyukai pekerjaan perkebunan dan perjalanan ke luar kota
  • Berjiwa kepemimpinan
  • Dapat bekerja sama dalam Tim
  • Memiliki SIM A (lebih diutamakan)
  • Bersedia untuk ditraining di Pekanbaru selama 6 bulan pertama bekerja

Lamaran lengkap dikirimkan ke alamat:

The Director PT. AAR Indonesia
PO BOX 1289 Pekanbaru

Ditujukan kepada HRD PT. Applied Agricultural Resources Indonesia.
Disudut kanan atas amplop cantumkan kode "AARI Kalteng"
Hanya yang memenuhi kualifikasi yang akan dipanggil untuk interview

Senin, 12 Juli 2010

Reputasi dan Akuntabilitas Kepolisian Mengkhawatirkan

Oleh: Adrianus Meliala


Pada peringatan Hari Bhayangkara Polri tahun ini, kembali ”pukulan” mengkhawatirkan menimpa Polri. Kali ini melalui laporan utama majalah Tempo pekan ini yang mengisahkan kepemilikan rekening dan transaksi yang tidak lazim dari cukup banyak perwira tinggi Polri.

Tidak hanya itu. Ada pula kisah mengenai ribuan majalah edisi itu kemudian diborong dari para agen oleh, konon, pihak kepolisian. Ini bukan menjadikan kisah mereda, malah bikin mencuat.

Penulis berpendapat boleh jadi sinyalemen Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai rekening bermasalah itu tak sepenuhnya benar. Namun, jika diadakan angket seberapa jauh masyarakat percaya atas kebenaran informasi itu, diyakini angkanya akan tinggi sekali. Hal ini terkait dengan reputasi Polri yang terus-menerus terganggu sejak setahun lalu, khususnya ketika isu cecak versus buaya dilansir seorang mantan petinggi Polri.

Reputasi

Reputasi? Secara konseptual, untuk mudahnya, reputasi adalah perpaduan kinerja plus citra. Jika kinerja bagus, tetapi citra jelek, reputasi boleh jadi tetap jelek. Sebaliknya, jika kinerja sebenarnya jelek, tetapi citra bagus, konon reputasi baik tetap bisa diharapkan. Alhasil, dengan demikian, citra memang terlihat lebih penting ketimbang kinerja itu sendiri.

Hal ini bisa menjelaskan situasi internal Polri. Kalau kita mau jujur, berbagai satuan kerja dan satuan wilayahnya mencatat berbagai keberhasilan dan peningkatan terkait kinerja. Namun, sebagus apa pun jika tidak berkontribusi pada perubahan citra yang makin positif, tetap saja orang berasosiasi dengan hal-hal yang buruk dan jelek saja saat teringat atau bertindak terkait kepolisian.

Dari berbagai definisi terkait citra, salah satu dimensi terpenting adalah keajekan terkait suatu gambaran positif yang dilekatkan pada kinerja tertentu. Selain itu, keajekan juga terlihat dari tidak munculnya hal-hal yang kontradiktif terkait gambaran positif yang hendak dimunculkan pihak kepolisian tadi. Menurut penulis, kisah rekening bermasalah tadi adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya disonansi di masyarakat pada umumnya.

Disonansi dalam hal ini berarti terdapatnya dua hal yang bertolak belakang terkait hal yang sama. ”Katanya pelayanan polisi semakin baik, laporan keuangannya wajar tanpa pengecualian, dan kinerjanya selalu diawasi, tetapi kok bisa begitu?” demikianlah komentar yang pasti muncul dari masyarakat. Kembali ke teori citra: satu hal saja yang kontradiktif sudah cukup untuk meruntuhkan citra.

Kasus rekening bermasalah di atas sebenarnya dapat dimengerti sebagai sesuatu yang cepat atau lambat akan merepotkan kepolisian. Namun, menariknya, tetap saja tidak ada upaya yang cukup untuk menertibkannya. Dalam konteks itu, ”pukulan” yang diterima Polri dapat dianggap sebagai sudah selayaknya diterima.

Sayangnya, reaksi spontan yang cenderung dilakukan kepolisian adalah ”memoles” alias mengupayakan agar tidak muncul hal-hal yang jelek dan bukannya memecahkan akar masalahnya. Apabila hal ini kembali terbaca oleh masyarakat, kepercayaan masyarakat kepada polisi sebagai dimensi lain dari citra tidak akan pernah tinggi.

Akuntabilitas kepolisian

Saat kepolisian menghadapi berbagai situasi yang mendekati ideal (anggaran meningkat, sarana-prasarana semakin baik, kewenangan makin besar), logikanya segala hal perlu sejalan dengan peningkatan akuntabilitas juga. Hal itulah yang bisa mencegah kepolisian berkembang menjadi organisasi super yang tak terkendali.

Akuntabilitas dalam konteks ini sebenarnya terdiri atas empat jenis: akuntabilitas politik, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas manajerial, dan akuntabilitas operasional/taktis. Walau di antaranya saling terkait, sesungguhnya akuntabilitas itu dapat dibedakan. Sebagai contoh, para perwira tinggi yang diisukan itu tentu tak akan punya uang sebesar itu apabila tidak memiliki pangkat dan jabatan tinggi (yang mengasumsikan memiliki kewenangan manajerial dan operasional/taktis yang besar juga).

Namun, ada yang sama dari keempat akuntabilitas itu, yakni dibutuhkan tiga hal untuk mewujudkan polisi yang akuntabel. Yang pertama adalah aturan dan ketentuan yang memadai. Lalu, diperlukan pula pengawasan internal dan eksternal yang cukup. Ketiga, integritas personal. Jika ketiganya tidak atau kurang terpenuhi, dikhawatirkan akuntabilitas (tanggung gugat) akan turun menjadi sekadar responsibilitas (tanggung jawab).

Mengenai yang pertama, pada umumnya telah ada peraturan dan ketentuan yang terkait keuangan dan manajerial, apalagi yang terkait operasional/taktikal. Berbagai prosedur operasional di lapangan dewasa ini harus berada dalam koridor penghargaan terhadap hak asasi manusia. Kasus rekening fantastis ini mengajarkan kepada kita perlunya implementasi berbagai ketentuan baru, seperti pelaporan keuangan dari seluruh tingkap jabatan atau kepangkatan. Penerapan ancaman pidana terkait gratifikasi kelihatannya perlu juga dilakukan untuk menangkal personel lain melakukan hal yang sama.

Yang kedua, walaupun telah terdapat aneka pengawasan internal dan eksternal, pada kenyataannya pengawasan itu tidak atau belum menjangkau persoalan kantong para pejabat tinggi kepolisian. Dalam hal ini Polri perlu legowo hati meminta mekanisme pengawasan yang ada sekarang bekerja lebih galak demi reputasi Polri sendiri.

DPR, Kompolnas, media massa, dan kampus adalah para pengawas eksternal kepolisian yang lebih banyak menaruh perhatian pada akuntabilitas non-keuangan (kemungkinan karena tidak memahami manajemen keuangan kepolisian yang kompleks).

Seiring dengan itu, mekanisme pengawasan internal yang dijalankan Inspektur Pengawasan Umum ataupun Divisi Profesi dan Pengamanan tampaknya telah terbukti memiliki banyak keterbatasan saat berhadapan dengan pejabat tinggi kepolisian sendiri. Dalam kaitan itu, ada alternatif untuk memperbesar kapasitas atau mengubah struktur kedua satuan kerja itu sehingga lebih independen bekerja.

Sehebat-hebatnya dimensi pertama dan kedua, ciri khas pekerjaan kepolisian selalu membutuhkan integritas diri yang memadai. Ini dimensi ketiga. Integritas itulah yang bekerja ketika ada anggota memutuskan untuk bertindak sesuatu tatkala sendirian atau dalam situasi low supervision. Apakah yang bersangkutan bertindak yang menguntungkan dirinya atau tetap menjunjung kebenaran dan hukum? Kelihatannya banyak perwira Polri yang akan terjegal kalau persoalan integritas ini benar-benar ditegakkan.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/30/03353620/reputasi.dan.akuntabil


Adrianus Meliala Kriminolog UI

Jumat, 09 Juli 2010

Lowongan Trainee Assistant Kebun (TAK – 27)

SAMPOERNA AGRO, TBK., PT




URGENTLY REQUIRED


PT. Sampoerna Agro Tbk, adalah perusahaan yang bergerak di bidang agri bisnis, khususnya Kelapa Sawit, membutuhkan tenaga Trainee Assistant Kebun, untuk mendukung pengembangan bisnis perusahaan. Sebagai calon Assistant Kebun, Trainee akan mengikuti program pelatihan yang di desain khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


Trainee Assistant Kebun (TAK – 27)


Persyaratan:


  • Sarjana Pertanian (S1), IPK min. 2,80;
  • Pria, belum menikah, usia maks. 30 tahun;
  • Bersedia tinggal di lokasi kebun (Kalimantan/ Sumatera);
  • Memiliki kemampuan memimpin dan memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi sukses;
  • Memiliki kemampuan komunikasi yang baik;
  • Berbadan sehat dengan surat keterangan dokter;
  • Memiliki SIM A dan atau SIM C.

Bagi yang berminat, silakan megirimkan berkas lamaran disertai curriculum vitae (CV), KTP, pas photo terakhir, copy ijazah dan transkrip nilai, ditujukan ke



recruitment@sampoernaagro.com,



paling lambat tanggal 9 Agustus 2010.
(Dimohon hanya menuliskan kode lamaran saja pada subyek email Saudara).

Kamis, 08 Juli 2010

Muhammadiyah dan Semangat Independensi

Oleh: Dr KH A Hasyim Muzadi


Kita ucapkan selamat dan sukses atas terselenggaranya muktamar ke-46 dan sekaligus perayaan Satu Abad Muhammadiyah. Muhammadiyah merupakan saudara tua NU, ini tidak saja dilihat dari tahun berdirinya kedua ormas Islam ini.


Sebab, pendiri Muhammadiyah dan NU,KH Achmad Dahlan dan Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari,pernah satu madrasah dan satu pesantren ketika mencari ilmu di Arab Saudi. Hanya setelah pulang ke Tanah Air, bidang pengabdiannya saja yang berbeda, Kiai Dahlan berkiprah di wilayah perkotaan, sedangkan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari di perdesaan.

Muhammadiyah mempunyai ribuan sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi, rumah sakit dan panti asuhan yatim piatu. NU mempunyai ribuan madrasah dan pesantren. Secara sosiologis Muhammadiyah lebih bercorak modernis, sedangkan NU kental sebagai gerakan tradisional walau kategori semacam ini masih diperdebatkan.

Namun, yang jelas, kontribusi Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara ini luar biasa besar.Kalau kita mau jujur melihat dari banyaknya jumlah amal usaha yang didedikasikan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial,hal itu justru sudah berlangsung jauh sebelum Indonesia merdeka.

Semangat Independensi

Dedikasi dan pengabdian Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara ini yang tak pernah berhenti bisa berjalan terus hingga kini karena selama ini Muhammadiyah selalu bisa dan mampu mempertahankan semangat independensinya. Muhammadiyah tak pernah tergantung pada kekuatan politik kekuasaan apa pun dan siapa pun selama ini. Ribuan sekolah, rumah sakit dan lembaga sosial tersebar di seluruh Tanah Air didasarkan pada kemampuan sendiri.

Karena itulah, kita akan mendukung terus semangat independensi ini. Dalam diskusi yang digelar PP Muhammadiyah 25 Juni 2010, kami juga menekankan agar Muhammadiyah terus menjaga independensi nya terutama dalam penyelenggaraan muktamar yang akan berlangsung di Yogyakarta tanggal 3–8 Juli 2010.Namun,kami tidak ingin mengatakan Muktamar NU Ke-32 di Makassar yang berlangsung pada akhir Maret lalu ada intervensi atau tidak.

Agar tidak subjektif dan spekulatif, sebaiknya umat langsung yang mengadakan penilaian. Baik umat warga Nahdliyin maupun yang lain karena ini masalah perjuangan. Insya Allah satu dua bulan mendatang umat sudah bisa menilai. Justru kami sangat menghormati keteguhan Muhammadiyah dalam berjuang melawan intervensi. Karena ini menyangkut kehormatan dan jati diri organisasi.

Apa pasal? Karena setiap intervensi akan berakibat buruk pada perjuangan karena: pertama,melahirkan pemimpin yang tak tahu arah karena akan diarahkan. Kedua, hilangnya kemandirian padahal kemandirian merupakan syarat mutlak (conditio sine quanon) untuk terselenggaranya amar ma’ruf nahi munkar. Organisasi agama didirikan untuk mencegah yang mungkar dan menyokong yang makruf oleh karenanya tidak bisa ditempatkan pada posisi oposisi kepada pemerintah dan tidak pula bagian dari pemerintah.

Loyalitas mutlak sebuah organisasi agama/civil society adalah kepada negara sedangkan kepada penyelenggara negara bersifat partisipatif-kritis. Inilah dilema antara organisasi sosial keagamaan dengan kekuasaan. Ketiga, Intervensi dapat menggeser ideologi ( aqidah syari’ah) menjadi ideologi pelangi yang pasti melemahkan keimanan serta menggeser toleransi antar agama menjadi pluralisme teologis.

Keempat, Intervensi menciptakan polarisasi konflik intern organisasi sehingga lemah dan melelahkan. Biasanya, intervensi dilakukan melalui power sharing, finance, black maildan devide et impera.Dan tata laksananya melalui teknis dan deregulasi aturan organisasi.Pada zaman Orde Baru, cukup banyak intervensi kekuasaan ke partai dan ormas.Pemimpin yang tampil melalui kendaraan intervensi biasanya hanya sesaat menikmati dan selanjutnya diabaikan kalau kebutuhan sudah selesai dan sulit kembali dipercaya masyarakat.

Hemat kami, bukan hanya Muhammadiyah yang harus melawan intervensi, tapi semua kelompok independen harus membantu Muhammadiyah dalam hal ini untuk tegaknya amar ma’ruf nahi munkar. Di NU sendiri (zaman Orde Baru) pernah beberapa kali mengalami intervensi, misalnya zaman perbedaan pandangan antara KH Idham Khalid dengan Subhan ZE, pada Muktamar 27 Situbondo tahun 1984, Muktamar NU 1994 di Cipasung Jabar.

Adapun di zaman “orde paling baru” seperti sekarang ini, “Bagaimana kita lihat saja?” Kalau kita berhitung terhadap “manfaat”intervensi paling-paling satu-dua orang dapat jabatan atau fasilitas yang menetesnya terhadap umat sangat relatif atau mungkin disanjung-sanjung.Namun, akibat buruknya merusak organisasi, prinsip perjuangan, umat dan agama.

Pihak yang melakukan intervensi tentu tidak mengaku, karena kalau mengaku namanya bukanintervensi,tapi “silaturahmi”. Intervensi adalah sesuatu yang tidak dikehendaki karena kalau dikehendaki namanya kolaborasi sehingga yang terpenting adalah kesatuan/ persatuan intern.

Kolaborasi

Perlunya melawan intervensi dan menjaga independensi masing-masing ormas ini untuk menjaga keseimbangan antara kekuatan negara dengan kelompok civil society dalam konteks pembangunan bangsa dan negara ke depan. Memang dalam konteks demokratisasi, yang berperan secara langsung untuk mengisi dan mewarnai kekuatan struktur kekuasaan adalah partai politik.

Kita memang percaya kaderkader parpol mempunyai visi dan misi yang sama untuk membangun bangsa dan negara ini agar lebih baik ke depan.Tetapi dalam perjalanan, kita juga melihat fakta di lapangan, ternyata parpol juga berkompromi dengan “mafiamafia” dengan alasan pragmatisme: pemilu hight cost atau mahalnya biaya demokrasi.

Jika itu hanya terkait masalah dana mungkin tidak begitu merisaukan, tetapi kalau “mafia-mafia”itu sendiri masuk dalam struktur kekuasaan, menjadi anggota parlemen misalnya. Kelompok mana lagi yang sanggup mengontrolnya? Di sinilah sebenarnya pangkal persoalannya. Ormas-ormas terutama Muhammadiyah dan NU harus menjaga independensinya. Muhammadiyah dan NU harus berkolaborasi untuk amar ma’ruf nahi munkar.

Kita akan mendukung semua proyek amar ma’ruf di negeri ini, tetapi mari kita bersama- sama juga harus melawan dan mencegah segala kemungkaran yang digerakkan secara sistemik oleh mafia-mafia kejahatan di republik ini. Karena sistemik, memang sulit membedakan antara untuk tujuan kejahatan atau kemaslahatan.

Karena itu,kelompok independen harus mempunyai kecanggihan juga melihat dan memetakan kekuatan-kekuatan jahat ini. Dengan kata lain, hanya kelompok dan pemimpin yang independen yang sanggup memperjuangkan visi-misi amar ma’ruf nahi munkar ini. Wallhu a’lam bishshawab.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/335785/



Dr KH A Hasyim Muzadi
Sekjen International
Conference of Islamic

Pendapatan masyarakat di desa makin timpang

Oleh: Agust Supriadi


Penurunan jumlah penduduk miskin yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diikuti dengan melonjaknya ketimpangan pendapatan masyarrakat di perdesaan.
Rasio Gini yang dirilis BPS pekan lalu memang menunjukkan rasio Gini secara nasional pada tahun ini sebesar 0,331 atau turun dari tahun lalu yang mencapai 0,357.

Penurunan rasio Gini hanya terjadi di perkotaan dari 0,362 menjadi 0,352, sedangkan di perdesaan justru meningkat menjadi 0,297 dari 0,288.

Rasio Gini dipakai untuk mengukur ketimpangan pendapatan penduduk secara menyeluruh yang didasarkan pada kurva Lorenz, yakni kurva dua dimensi antara distribusi penduduk dan distribusi pengeluaran per kapita.

W. Yoandin Inawan, Direktur Statistik Ketahanan Sosial BPS, menjelaskan apabila diukur dari tingkat pendapatan masyarakat, tingkat rasio Gini 0,331 menggambarkan ketimpangan ekonomi secara nasional pada tahun ini berkurang dibandingkan dengan tahun lalu.

Namun, hal itu tidak merata karena di perdesaan justru ketimpangan ekonominya melebar karena faktor migrasi penduduk dari kota ke desa.

"Jadi ini karena faktor migrasi. Ketika orang dari Jawa pindah ke luar Jawa, mereka itu penduduk yang memiliki kualitas tinggi dan pekerja," paparnya.

BPS juga melaporkan jumlah penduduk miskin di Indonesia per Maret 2010 mencapai 31,02 juta jiwa atau 13,32% dari total jumlah penduduk, berkurang 1,51 juta jiwa dari 32,53 juta jiwa per Maret tahun lalu atau 14,15% dari total jumlah peduduk saat itu.

Penurunan penduduk miskin lebih banyak terjadi di perkotaan, yaitu sebanyak 0,81 juta jiwa dari 11,91 juta pada Maret 2009, sedangkan di perdesaan hanya berkurang 0,69 juta jiwa dari 20,62 juta jiwa.

"Perlu diklarifikasi lagi oleh BPS karena angka [penurunan kemiskinan] itu signifikan. [Dalam setahun terakhir] tidak ada kebijakan baru dari pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, sehingga agak sulit dipercaya kalau angka kemiskinan berkurang," ujar Latif Adam, Kepala Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengomentari data itu.

Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI) Dradjad Hari Wibowo mengaku sangat sulit meyakini data BPS. "Jadi sebagai ilmuwan, saya sulit percaya data BPS. Namun, kita memang tidak punya sumber data yang lain karena biaya statistik itu mahal."

URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL

Agust Supriadi
Bisnis Indonesia

Senin, 05 Juli 2010

Lowongan Kepala Asisten /Koordinator Kebun

PT Bumi Orion Sawit Subur (Boss Group)



Group kami bergerak dibidang agroindustri dan pertambangan. Saat ini kami sedang mengembangkan 2 areal perkebunan sawit baru di Riau dan Kalimantan Selatan.

Kepala Asisten /Koordinator Kebun
(Kalimantan Selatan, Riau)

Responsibilities:

Tugas utama adalah sebagai penanggung jawab dan koordinator sementara seluruh kegiatan awal operasional di areal konsesi baru yang ditentukan, meliputi land clearing, pembukaan dan pengelolaan pembibitan sawit, perencanaan proyek dan budgeting, rencana kerja tahunan, bulanan dan harian, dll. Akan ditempatkan di Riau/Kalimantan Selatan.


Requirements:
  • Pendidikan minimal D3 (Pertanian)
  • Mempunyai pengalaman minimal 3 tahun sebagai Asisten Kebun/auditor di konsultan kebun
  • Menguasai tata administrasi dan komputer (min Ms.Excel dan Word)
  • Mempunyai jiwa kepemimpinan yang kuat
  • Berpengetahuan luas dan dalam seputar Manajemen Kebun Kelapa Sawit
  • Mampu menyusun rencana kerja dan budget kebun, mengkoordinir dan memanage kegiatan budidaya perkebunan kelapa sawit (mulai dari pembibitan, penanaman, perawatan dan produksi)
  • Lebih diutamakan yang berpengalaman di lahan gambut
  • Full-Time positions available

Lamaran di kirim ke:

Jl.HR Rasuna Said
Kompleks Rasuna Epicentrum
Bakrie Tower Lt.5 Unit G-H
Telp: 021-93910008

LOWONGAN PARTS SALESMAN

BINA PERTIWI, PT


..JOB OPPORTUNITY..

PT BINA PERTIWI, an affiliated company of PT United Tractors Tbk, heavy equipment main distributor, that focused on agricultural, industrial, utility, rental, electrical and telecommunication sector, is seeking qualified and highly motivated candidates to join our team as :


PARTS SALESMAN
Qualifications :
  • Max 27 years old, single
  • Diploma/Bachelor degree, majoring in Engineering/Technology/Agriculture/Economic & Management from reputable University, with minimum GPA 2.75
  • Ability to perform under pressure with any kind of task
  • Minimum 1 years experience in the same job (Marketing/Sales/Operation) is more advantage & preferred
  • Good interpersonal skill
  • Dynamic presentation & communication skill
  • Highly motivated, initiative & team player
  • Must be willing to travel & be assigned throughout Indonesia

Please submit your application letter & CV to :


HRGA & ESR Department
PT. BINA PERTIWI
Jl Raya Bekasi KM 22 Cakung Jakarta 13910
Email :
mruslanh@unitedtractors.com
ruslan_h@binapertiwi.com

Rekening Jenderal Pethak & Jenderal Kancil

Oleh: Djoko Suud Sukahar
Jenderal polisi punya rekening jumbo. Itu diwartakan majalah Tempo. Polisi bukan introspeksi dan melidik tapi justru bereaksi. Mereka tersinggung dan menuntut majalah itu. Kebiasaan lama kumat kembali? Apakah karena umur makin bertambah, bukan kian dewasa tapi makin renta? Ini catatan soal itu.

Saya pernah lihat film An Officer & The Gentleman. Film ini diproduksi tahun 1982 dan putar di Indonesia sekitar lima tahun kemudian. Film ini berkisah soal ‘kelahiran’ seorang jenderal. Sersan disiplin dan lurus-lurus saja tidak kunjung naik pangkat. Tapi siswa ndugal dan ugal-ugalan yang dididik kariernya berhasil gemilang.

Film yang dibintangi Richard Gere dengan Debra Winger itu sangat menawan. Itu dibuktikan dengan penghargaan terhadap film ini, dua Oscar, enam kemenangan dan tigabelas nominator. Ditambah bumbu percintaan yang tidak vulgar, melihat film ‘angkatan laut’ itu perasaan ikut terhanyut. Jenderal itu lahir dari ‘banyak akal’ tapi tetap dalam koridor moral.

Nah saya juga pernah melihat film Jenderal Kancil. Jenderal Kancil ini bersenjata pistol mainan. Dia membentuk pasukan penjaga keamanan. Bersama teman-temannya meronda kampung. Dan berkat keberaniannya, maling yang suka mengganggu berhasil dibekuk. Penduduk bangga punya anak-anak yang perkasa.

Itu film anak-anak zaman lama yang dimainkan Achmad Albar dan puluhan pemeran lain yang mayoritas sudah almarhum. Anak-anak itu termotivasi menjadi jenderal karena itu lambang hero. Jenderal identik pahlawan bagi masyarakat. Dia pengayom lingkungan, dan pemupus keresahan.

Zack Mayo (Richard Gere) dan Jenderal Kancil (Achmad Albar) anggap saja mewakili jenderal positif. Tetapi di masyarakat kita ada lagi jenderal yang berasal dari ‘dunia kelam’ yang acap disebut ‘Jenderal Pethak’. ‘Pethak’ kata lain dari ‘pethal’ atau ‘botak buatan’ terminologi dari kepandaian ‘palsu’. Tidak pandai tetapi berperan sebagai orang pandai agar dianggap pandai.

Jenderal jenis ini bisa berasal dari jenderal ‘betulan’ tetapi tingkah-lakunya tidak mencerminkan ‘kejenderalannya’. Tapi terbanyak jendral genre ini hanya sebutan untuk orang sombong, ngawur, suka mengaku-aku, termasuk pemeras dan penipu. Maka kalau berhadapan dengan ‘jenderal’ ini jangan tanya soal moralitasnya. Pastinya ancur-ancuran!

Terus bagaimana dengan jenderal yang diberitakan majalah Tempo, yang katanya jenderal-jenderal itu punya rekening jumbo? Adakah mereka masuk kategori Zack Mayo dan Jenderal Kancil atau justru Jenderal Pethak?

Kalau rekening itu menjadi ‘lele jumbo’, indikasi ‘haram’ jalan menumpuknya hampir pasti. Soalnya sudah bukan rahasia lagi. Kita tahu seberapa besar rekening ‘lele lokal’ yang stagnan di tabungan. Kendati terkini dikembangkan ‘lele Sangkuriang’ yang montok berisi kayak ‘lele jumbo’ yang bukan money laundering dan hasil korupsi.

Warta majalah Tempo itu cukup bagus dan konstruktif. Polisi harusnya arif menyikapi. Tidak responsif, apalagi emosional. Isu miring soal ‘gendut-gendutan’ rekening itu sudah lama mekar. Dan makin tahun dibiarkan tak juga kunjung memunculkan kesadaran. Sadar untuk membenahi yang bopeng-bopeng di lapangan.

Sebab ‘perang bintang’ sudah laten terjadi. Tak hanya dalam merebut catu di pendidikan dan lapangan kerja, tetapi juga merambah pada jabatan-jabatan strategis organisasi sosial dan partai politik. Ini jangan anggap tidak ada yang tahu. Kalau itu tidak ada yang mengkritisi, maka ke depan jenderal baik langka ada, sedang Jenderal Pethak berada di mana-mana.

Ya, jenderal punya rekening jumbo itu isu lama. Tidak mengejutkan. Justru kita terkejut dengan sikap Kapolri menanggapi kasus ini. Jika tidak direm dan waspada, maka reaksi itu bakal jadi tepukan air di dulang yang bakal terpercik muka sendiri. Adakah itu konsekuensi logis zaman edan?

Ini zaman edan, kata Ronggowarsito. Yang tidak edan tidak kebagian. Tapi sebaik-baik yang edan, lebih baik yang ingat dan waspada. Ingat dan waspada perlu diberi tanda miring. Sebab sudah terlalu melimpah orang yang ‘tidak ingat’ dan ‘lupa ingatan’. Apalagi yang waspada!

Selamat ulang tahun yang ke-64, Polisiku. Semoga tambah umur tambah sidik paningale. Terus waspada agar waskita!

*Djoko Suud Sukahar: pemerhati budaya, tinggal di Jakarta

Kamis, 01 Juli 2010

Lowongan Asisten Afdeling (Asisten Tanaman)

PT BUMIRAYA INVESTINDO (TPS AGRO)



Forging ahead energetic and dynamic,
challenge you to step front,
achievement and grow up with us.


Kami adalah sebuah Group Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan Cassava yang sedang berkembang dengan kantor pusat di Jakarta membutuhkan tenaga kerja profesional dan handal dengan posisi:
Asisten Afdeling (Asisten Tanaman)
(Kalimantan Barat - JAMBI)

Requirements:
  • Laki-laki, Min. 27 tahun.
  • Pendidikan Min. SMU Pertanian atau D3 Pertanian/Perkebunan.
  • Memiliki pengalaman min. 2 tahun sebagai asisten afdeling di perkebunan kelapa sawit.
  • Mampu mengoperasikan komputer min. program MS Office.
  • Memiliki pengalaman dan kemampuan teknis operasional selaku asisten afdeling untuk mengelola kebun dan sumber daya manusia di bawahnya.
  • Jujur, bertanggung jawab, cekatan, memiliki motivasi dan inovasi kerja yang tinggi.
  • Menguasai bahasa inggris (min. pasif).
  • Bersedia untuk ditempatkan di Kalimantan Barat

Bagi kandidat yang tertarik dan memenuhi kualifikasi tersebut di atas, kirimkan e-mail aplikasi lamaran dilengkapi dengan CV ke:

hrd@tigapilar.com

Lowongan Asisten Kepala (Kepala Kebun)

PT. Bumiraya Investindo (TPS Agro)


Forging ahead energetic and dynamic,
challenge you to step front,
achievement and grow up with us.



Salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang berkembang di Kalimantan dan memiliki kantor pusat di Jakarta mencari tenaga muda profesional untuk ditempatkan pada posisi:


Asisten Kepala (Kepala Kebun)
(Kalimantan Barat - JAMBI)

Requirements:
  • Laki-laki, umur min. 30 tahun.
  • Pendidikan min. D3/S1 Pertanian atau Perkebunan.
    Pengalaman min. 3 tahun sebagai asisten kepala/kepala kebun di perkebunan kelapa sawit.
  • Dapat mengoperasikan komputer min. program MS Office.
  • Memiliki pengetahuan dasar-dasar manajerial dan mampu mengorganisir kerja tim dengan baik.
  • Memiliki kemampuan interpersonal yang baik, jujur, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi terhadap pekerjaan.
  • Bersedia ditempatkan di lokasi kebun wilayah provinsi Jambi Kalimantan Barat

Responsibilities:

  • Membantu Plantation Manager dalam kegiatan pengelolaan lahan/kebun kelapa sawit (penanaman, pemeliharaan dan pemanenan).
  • Membantu Plantation Manager dalam pencapaian target produksi TBS kelapa sawit.
  • Mengkoordinir kerja para asisten lapangan dan mengelola SDM atau tenaga kerja yang ada di bawahnya.
  • Melakukan pengawasan HK dan melakukan pengawasan terhadap keamanan divisi masing-masing.

If you interest please send e-mail to:

hrd@tigapilar.com

Lowongan Field Assistant

PT BW Plantation


..... URGENTLY NEEDED .....

BW Plantation (BWPT) is an Indonesian oil palm plantation company with primary business activities in developing, cultivating, and harvesting Fresh Fruit Bunches (FFB) as well as extracting Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel from FFB. The company manages seven plantations, four of which are located in Central Kalimantan, two are located in West Kalimantan and one located in East Kalimantan.


Field Assistant
(Kalimantan Barat, Kalimantan Timur)

Requirements:
  • Laki-laki 27 s/d 30 thn
  • Pendidikan min D3 Perkebunan/ Kehutanan/ Ilmu Tanah
  • Pengalaman minimal 3 thn sebagai Field Assistant/ untuk ex Mandor 1, min 3thn sebagai Mandor 1
  • Menguasai Land Clearing, Nursery, Upkeep, Harvesting
  • Menguasai RKB, PDO, dan laporan kerja
  • Menguasai penyusunan anggaran kebun
  • Berbadan sehat
  • Bersedia di tempatkan di Kalimantan

Kirimkan lamaran beserta CV dengan "Field Assisten" sebagai subjek ke:

career@bwplantation.com

LOWONGAN LAND ACCESS

Urgently Required

PT. MBP Skill Indonesia, yang memfokuskan bidang jasa Human Resources Consultant.

Salah satu mitra kami yaitu perusahaan perkebunan terbesar di Palembang, saat ini sedang membutuhkan kandidat untuk posisi :

LAND ACCESS
Persyaratan :

1.Minimal S1 untuk semua jurusan
2.Memiliki pengalaman di bidang proses pembebasan tanah seluas 100 Ha dan paham dengan ketentuan dan peraturannya, lebih disukai yang pernah bekerja di perkebunan
3.Mampu berkomunikasi dalam bahasa inggris
4.Memiliki hubungan luas dengan proses yang terkait dengan posisi tersebut


Silahkan kirimkan CV lengkap dan informasi gaji terakhir ke:

Lamaran kami terima paling lambat 2 minggu sejak iklan ini kami tayangkan.

Lowongan Techno Commercial Executive

PT. BEHN MEYER PUPUK & AGROKIMIA

Urgently Required

PT. Behn Meyer Pupuk & Agrokimia is a German Company incoporated in Indonesia and having its head office in Jakarta. The company is engaged in the business of import and sales of agrochemicals and fertilizers.

The company is part of Behn Meyer group of companies having operation in Indonesia, Germany, Singapore, Malaysia, Thailand, Vietnam, Myanmar and Cambodia.

Looking foor :

Techno Commercial Executive (For East Java: 2 person,West Java:1 person,Sumatera Area: 3 person)
Requirements :
  • Indonesia citizen aged about 28-40 years old.
  • Graduated in Agricultural Science background min D3
  • Fluent in spoke and written English
  • At least 4 years working experience in sales and marketing of agrochemicals/fertilizers.
  • Must have distribution knowledge for pesticides.
  • Domicile in East Java, West Java & Sumatera.
  • Computer literate and able to work independently.
  • Posses a valid driving license A

Please send to :

Human Resources Departement
PT. Behn Meyer Pupuk & Agrokimia
Taman Tekno BSD Blok B-1 Bumi Serpong Damai,
Tangerang 15314

Bingkai Skandal di Ruang Publik

Oleh: Gun Gun Heryanto

Perbincangan publik mengenai skandal video porno mirip para selebritas, secara sadar,masif, dan penuh paradoks hingga sekarang masih mewarnai, bahkan mendominasi, ruang publik kita.


Inilah negeri yang lekat dengan berbagai skandal. Dari skandal politik, keuangan, pendidikan hingga kesusilaan. Skandal seolah mengikuti detak jantung kesemrawutan bangsa ini dan paralel dengan sikap tunarasa para publik figur yang kerap dipertontonkan secara nyata di depan mata khalayak. Isu privat yang menerabas batas konsensus moralitas umum dan hukum seperti dilakukan para pelakon mirip artis tersebut telah sukses mereduksi makna ruang publik menjadi perbincangan yang sangat dangkal.

Berbicara skandal asusila mirip Ariel-Luna Maya-Cut Tari dilihat dari perspektif komunikasi, tak hanya menempatkan para artis itu sebagi bahasan sentral. Melainkan harus menempatkan objek itu dalam interkoneksitasnya dengan institusi media massa,khalayak penerima pesan, serta dampak skandal tersebut bagi masyarakat.

Nilai Pertukaran

Skandal dengan pelaku dari kelompok elite, baik dari panggung politik maupun dunia hiburan, selalu menjadi komoditas yang punya potensi menyediakan pasar sekaligus nilai pertukaran (exchange value).Kontroversi suatu skandal yang melibatkan para pesohor menebarkan aroma hukum pasar. Semakin tinggi tingkat permintaan, semakin mahal barang. Sejumlah skandal kaum elite menyeruak ke permukaan dan penetratif hingga ke ruang keluarga, melalui media massa.

Jika media tak membahas intensif suatu skandal,maka tentu tak akan menjadi prioritas perhatian khalayak. Dari ranah politik kita bisa mencontohkan skandal Watergate di awal 1970-an yang melibatkan Richard Nixon. Di dalam negeri sendiri sejumlah skandal seperti Buloggate,Bruneigate,hingga skandal bailout Bank Century menjadi ranah pertarungan opini publik di media massa. Isu-isu tersebut dibentuk, diarahkan, dan menjadi bola salju guna menginformasikan fakta, mengonstruksi realitas, mendominasi, bahkan kerap memanipulasi kecenderungan opini khalayak. Begitu pun skandal yang menyangkut kesusilaan, kita bisa menyebut misalnya skandal Bill Clinton-Monica Lewinsky yang sempat mengarah pada upaya digelarnya impeachment pada 1998.

Skandal Silvio Berlusconi,Perdana Menteri Italia, bersama sejumlah perempuan— termasuk wanita panggilan. Isu skandal pun ramai menerpa mantan Presiden AS yang sukses seperti Thomas Jefferson dengan Sally Hemings serta John F Kennedy- Marilyn Monroe. Di dalam negeri, kita tentu juga mengingat skandal Yahya Zaini-Maria Eva serta Max Moein-Desi Vridiyanti. Deretan skandal kesusilaan lain menyangkut para pesohor sebagian besar timbul dan tenggelam dalam kontestasi isu yang dibingkai oleh media massa. Tentu saja para pelaku asusila dalam berbagai skandal sangat meresahkan dan mengancam konsensus moral yang mapan terpola.Termasuk dalam skandal terakhir yang melibatkan Ariel-Luna-Cut Tari.

Jika pun benar mereka melakukan apa yang kini dituduhkan sebagai prilaku asusila, maka sudah sepatutnya mereka mempertanggungjawabkan prilaku mereka secara hukum dan sosial. Namun, bagi penulis tak hanya para pelaku asusila itu saja yang patut dikritik, melainkan media massa yang dengan sangat intensif dan masif memosisikan skandal ini dalam konteks komodifikasi.Mengacu pada Vincent Mosco dalam The Political Economi of Communication (1996), komodifikasi itu merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditas yang dapat dipasarkan.Sebagai contoh, berbagai stasiun televisi nasional kita dengan sangat intensif mengulas fakta bercampur gosip secara eksplosif baik dalam bentuk narasi maupun visualnya.

Dengan begitu, mereka tidak hanya menghadirkan informasi, melainkan juga sensasi tertentu pada khalayak untuk menjadi pengoleksi dan “jamaah” penikmat dari berbagai koleksi skandal yang terdokumentasikan. Berita yang mencampuradukkan fakta dan gosip ini pun kerap tak hanya dilakukan para pekerja infotainment, melainkan juga program berita yang seharusnya lebih hati-hati dan lebih selektif.

Akumulasi dan Peneguhan

Dalam kasus Aril-Luna-Cut Tari ini industri media kita tampak makin meneguhkan tesis Douglas Kellner dalam Television and the Crisis of Democracy (1990), bahwa tingkah laku industri penyiaran akan semakin ditentukan oleh the logic of accumulation and ecxlusion. Memang benar,skandal asusila ini harus diberitakan.Namun,jangan sampai media mereduksi ruang publik dengan dominasi persoalan privat yang dapat menutup mata khalayak atas sejumlah persoalan kebangsaan yang membutuhkan perhatian. Misalnya soal pemilihan pimpinan KPK,kasus Anggodo, Bibit-Chandra, Susno Duadji, skandal pajak Gayus, lumpur Lapindo, etika politik anggota KPU Andi Nurpati, dan lain-lain.

Bukan sebaliknya, karena pertimbangan akumulasi keuntungan, maka fenomena ketidakpatutan diproduksi dan direproduksi secara massal. Terlebih saat ini media massa telah mendapatkan partner peneguh yang tak kalah berpengaruhnya, yakni dunia maya. J i k a dulu berbagai skandal itu hanya diperoleh melalui media massa, kini melalui jejaring sosial skandal menjadi kian personal.Contoh cukup memprihatinkan adalah video panas mirip para selebritas ini sempat disebar melalui Facebook. Bahkan hashtag ”Ariel Peterporn” sempat menjadi trending topics twitter nomor 1 mengalahkan hashtag Flottila, sehingga menjadi perhatian tak hanya Tweeps (pengguna Twitter) di Indonesia, melainkan juga luar negeri. Berbagai link untuk mengakses video-video tersebut sangat mudah didapatkan para pengguna internet.

Bahkan informasi dari pihak Telkomsel (14/6), akibat peredaran video skandal orang-orang mirip selebritas ini,trafficTelkomsel melonjak 30%.Virus penyebaran skandal ini tentu saja salah satunya difasilitasiolehmediamassa. Sinopsisskandal itu terpapar cukup detail di berbagai media massa baik cetak maupun elektronika, sehingga turut memberi stimulasi untuk melakukan perbincangan dan akses skandal ini melalui situs jejaring sosial.

Reinforment Imitasi

Hal yang patut kita waspadai bersama adalah dampak skandal ini bagi khalayak. Miller dan Dollard dalam teori reinforment imitasi memberi catatan bahwa seorang individu sangat mungkin belajar untuk menyamai tindakan orang lain,terutama dari role model atau publik figur, melalui proses instrumental conditioning. Cara vulgar media menampilkan video mesum dan porsi ulasan berlebih dapat menjadi instrumen yang mengondisikan prilaku imitasi. Terlebih mereka yang diduga menjadi pelaku adalah selebritas yang memiliki jutaan fans.

Hal ini sudah mulai berdampak,misalnya KPAI menginformasikan ada 33 anak diperkosa gara-gara video mirip Ariel ini. Jika motif mereka benar demikian,tentu saja fenomena ini sangat mengkhawatirkan. Elite di panggung hiburan seperti halnya di panggung politik, lekat dengan publisitas yang sangat mungkin merekayasa ingatan khalayak melalui opini publik yang dibangunnya.Memang upaya pembersihan citra diri bukan persoalan sederhana.Para politisi,terlebih yang terikat dengan partai politik, akan sangat tergantung pada organisasi politik di mana dia bernaung.

Jika dia masih diakui sebagai ingroup dari kelompoknya, biasanya skandal tak akan sampai membunuh eksistensinya. Namun, kebanyakan politisi yang tersangkut skandal, terlebih masalah asusila, biasanya akan menepi dari peredaran,terutama jika gagal merekayasa opini positif.Selebritis dunia hiburan akan sangat ditentukan oleh kekuatan nilai tukarnya di pasar.Jika pasar masih merespons positif, biasanya dia akan memperoleh ”pengampunan” sosial, meski tak bisa mengelak dari hukum.

Hal seperti ini sangat mungkin kembali terulang di masa depan. Seolah mempertegas bahwa skandal tak akan pernah terpisah dari gegapgempitanya kehidupan para pesohor.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/334690/



Gun Gun Heryanto
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...