Minggu, 30 Mei 2010

SBY: RI Hentikan Pembukaan Hutan untuk Sawit

Indonesia tidak akan menghentikan produksi kelapa sawit, namun pembukaan hutan baru akan dihentikan. Itulah komitmen Indonesia yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono usai pembukaan Konferensi Oslo untuk Kehutanan dan Perubahan Iklim.

“Kami sudah punya rencana sendiri untuk memenuhi bagian kami dalam kerjasama Indonesia dan Norwegia ini, dalam mengurangi emisi karbon dioksida kami dari deforestasi dan degradasi hutan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam keterangan pers bersama dengan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg di Hotel Holmenkolen Rica Park, usai upacara pembukaan konferensi, Kamis, 27 Mei 2010, siang waktu Oslo, Norwegia.

"Pertama, kami punya kebijakan untuk menggunakan lahan terdegradasi untuk kelanjutan dari industri minyak kelapa sawit di Indonesia. Kami akan mengontrol kelanjutan dari usaha dan industri itu, sehingga tidak akan mengganggu hutan yang harus dilindungi. Jadi saya dengan senang hati mengumumkan bahwa kami memiliki banyak lahan yang disebut lahan terdegradasi yang bisa digunakan untuk usaha agrikultur kami, termasuk industri dan perkebunan kelapa sawit,” Presiden menambahkan, seperti disiarkan laman Presiden.

Presiden SBY juga mengatakan bahwa Indonesia mengidentifikasi secara spesifik apa yang harus dilakukan untuk memenuhi bagiannya dalam kerja sama ini, seperti memanajemen lahan gambutnya, menghindari deforestasi, melawan kebakaran hutan, dan memoratotium pemberian izin pengelolaan hutan. Bahkan Presiden SBY berpikir untuk menghentikan pemberian izin untuk pengelolaan lahan gambut untuk keperluan usaha.

Dalam menjalankan kerja sama dengan Norwegia ini, pemerintah pusat akan melibatkan semua pemerintah daerah dan mengikutsertakan komunitas lokal, komunitas adat untuk menjadi bagian dari implemetasi dari kerja sama ini. “Kami akan membuat sebuah agensi khusus dan agensi itu juga akan melibatkan semua segmen masyarakat," ujar SBY.

Agensi ini, lanjut SBY, juga akan membantu monitoring dan verifikasi berdasarkan standar internasioal. "Dengan begitu, saya berharap baik Indonesia maupun Norwegia dapat selalu mengawasi apa yang dilakukan Indonesia dalam memenuhi kewajibannya.”

REDD+

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa konferensi Oslo untuk Kehutanan dan Perubahan Iklim sangat penting. “Kami tidak bisa menunggu terselesaikannya negosiasi mekanisme REDD+ di bawah UNFCC,” ujar SBY pada upacara pembukaan konferensi.

“Saya menerima dengan senang hati komitmen yang dibuat di Kopenhagen oleh beberapa negara maju, yang berjumlah 3,5 miliar dolar AS, yang kemudian meningkat menjadi 4,5 miliar dolar AS, Maret lalu, di Pertemuan Paris untuk aksi REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) dari 2010 sampai 2012,” kata SBY. Presiden menambahkan, untuk membuat ini jadi nyata, harus dibuat, melalui kerja sama ini, sebuah mekanisme interim untuk diimplementasikan dalam proses UNFCCC setelah negosiasi diselesaikan.

Indonesia bemaksud untuk mencapai sebagian besar target emisi karbon melalui aksi REDD+. “Kami akan mencapai target itu melalui, antara lain, manajemen lahan gambut berkesinambugan. Bekerja dengan rekan negara maju, kami akan melindungi hutan tropis Indonesia yang kaya akan karbon dan keragaman hayati yang peting bagi dunia dengan membantu populasi lokal menjadi lebih sejahtera,” Presiden SBY menjelaskan.

Dalam keynote speech tersebut, Presiden SBY menekankan tiga hal penting. Pertama, pemimpin dunia harus memajukan Copenhagen Accord. “Kita mungkin memiliki pandangan berbeda mengenai apa yang terjadi di Kopehagen, tetapi pesan yang bisa diambil sangat jelas, kita harus membangun momentum. Dua kelompok kerja AWG-LCA (Ad Hoc Working Group on Long-Term Cooperative Action) dan AWG-KP (Ad-hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties Under the Kyoto Protocol) harus menyelesaikan tugas mereka tepat waktu untuk Cancun akhir tahun ini,” SBY menjelaskan.

Kedua, KTT Perubahan Iklim di Cancun, Meksiko, harus bisa menghasilkan keputusan yang berdaya dan bisa diterapkan. Dalam hal ini, sebuah keputusan mengenai REDD+ bisa menghasilkan aksi yang harus kita lakukan. “Ketiga, kita harus mengatasi defisit kepercayaan yang ada dengan membangun proses yang terbuka dan inklusif, serta transparan, sehingga kita bisa membuat lingkungan yang kondusif untuk mencapai tujuan kita di Cancun,” SBY menandaskan. (sj)

• VIVAnews

Senin, 24 Mei 2010

Banalitas Demokrasi

Oleh: Ahyar Anwar


Jean Jacques Rousseau adalah seorang filsuf romantik yang menuliskan pemikiran politiknya dalam sebuah buku penting berjudul Du Contract Social yang secara serius meninjau politik dari eksperimentasi empirik dan kemudian memicu revolusi agung di Perancis, 14 Juli 1789.

Rousseau dalam bukunya menegaskan, ”Demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang sempurna dan hanya rakyat yang terdiri dari dewa-dewa saja yang dapat diperintah secara sempurna.” Mengapa ia tidak percaya dengan demokrasi? Setidaknya ada tiga alasan mendasar yang diajukan. Pertama, pemimpin yang terpilih dalam sebuah proses demokrasi tidak lagi memiliki kehendak individual dan hanya punya satu kehendak, yaitu kehendak umum. Kedua, semua representasi hasil demokrasi berupa legislatif, eksekutif, dan yudikatif adalah sekumpulan makhluk moral. Ketiga, beban sosial yang ditanggung rakyat semakin rendah karena orientasi kesejahteraan ada pada rakyat.

Pemimpin yang terpilih dari sebuah proses demokrasi adalah representasi kehendak umum. Pernyataan tersebut secara tegas mempersoalkan bahwa ada perbedaan mendasar antara kehendak pribadi dan kehendak sosial. Maka, siapa pun yang terpilih dalam sebuah proses demokrasi dan mengambil keputusan secara individual atau kelompok yang terbatas adalah bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan.

Pada pernyataan kedua semua unsur produk demokrasi, seperti legislatif, eksekutif, dan yudikatif, adalah orang-orang yang terikat sikap moral tinggi. Mereka adalah makhluk-makhluk moral yang tidak berkehendak untuk memainkan kebebasan individualnya dan segala kepentingan kelompoknya untuk mencederai kehendak umum rakyat.

Pada asumsi ketiga, jelas sekali Rousseau ingin membedakan posisi rakyat pada sistem pemerintahan monarki dengan demokrasi. Pada monarki, beban rakyat sangat berat karena rakyat harus bekerja keras untuk kekayaan negara yang dikuasai sekelompok elite. Sementara itu, dalam demokrasi, negaralah melalui sekelompok manusia yang dipilih secara moral yang bekerja keras menyejahterakan rakyatnya.

Dengan menilik pemikiran Rousseau, jelas sekali kita dapat memahami mengapa Rousseau menegaskan bahwa demokrasi tidak cocok bagi manusia. Demokrasi seharusnya melahirkan manusia yang memegang teguh kehendak umum rakyat dan dapat dipercaya sebagai makhluk moral mengendalikan tiga pilar kekuasaan politik secara spiritual.

Demokrasi awalnya dikonstruksikan untuk menggantikan bentuk pemerintahan monarki. Maka, demokrasi yang paling banal adalah demokrasi yang justru melahirkan individu aristokrat. Secara tegas, Rousseau menjelaskan, dalam monarki, kekuatan umum melekat pada kekuatan pribadi; kehendak umum terikat pada kehendak individu.

Siapa yang paling berperan dalam sirkulasi moral dan kehendak umum dalam demokrasi di Indonesia? Tentu dengan mudah kita akan menemukan titik rotasi politik dan demokrasi pada partai politik. Bayangan Rousseau tentang parpol adalah sebuah institusi moral yang melahirkan makhluk-makhluk moral dan pemimpin-pemimpin yang kehilangan kehendak pribadinya dan hanya memiliki kehendak umum rakyat dalam dirinya.

Gagal memainkan peran

Jika kita menilik situasi demokrasi di Indonesia, setidaknya hasil dari Pemilu 2009 menunjukkan jelas sekali parpol gagal memainkan peran sebagai institusi moral dan produsen kehendak umum rakyat. Celakanya, parpol memainkan peran mendasar dalam proses demokrasi.

Kekuasaan politik apa yang tidak disentuh oleh parpol? Presiden sebagai makhluk kehendak umum tertinggi diajukan oleh parpol. Legislator-legislator dalam semua tingkatan ditawarkan melalui keanggotaan-keanggotaan parpol. Melalui legislator dan presiden, kepentingan parpol- parpol mengalir dalam penentuan jabatan yudikatif.

Pada konteks tersebut, parpol adalah pusaran besar politik yang ”memblender” prinsip-prinsip trias politika yang diajukan Montesquieu menjadi satu kesatuan yang justru tak terpisahkan. Bayangan Montesquieu bahwa trias politika akan melahirkan sebuah mekanisme kontrol yang menjaga titik moral antara eksekutif, yudikatif, dan legislatif dengan nyata terbantahkan di Indonesia. Di Indonesia, kepentingan parpol memainkan peran monarki terselubung dan membuat nihil dan absurdnya moralitas politik di Indonesia, lalu tentu saja membuat tidak jelasnya transaksi kehendak umum dalam proses demokrasi. Satu-satunya kekuasaan rakyat sebagai representasi kehendak umum hanya pada saat rakyat melakukan pemilihan politik di bilik suara. Segera setelah bilik suara dibuka dan dihitung, kehendak umum berpindah pada kehendak-kehendak pribadi.

Itulah sebabnya pusaran politik di Indonesia selalu sulit ditebak dari sisi rakyat. Logika dan segala bentuk silogisme apa pun akan kacau dalam memahami logika dan silogisme politik di Indonesia. Termasuk soal transaksi politik terkait Bank Century, kelabilan Partai Golkar, ”naik kelas”-nya Sri Mulyani, bebasnya Anggodo Widjojo, misteri-misteri rahasia dibalik skandal moral yang dimunculkan Susno Duadji, hingga fenomena rakyat yang bekerja membayar pajak dan dirampok oleh negara melalui oknum-oknum makhluk amoral.

Banalnya demokrasi kita dan punahnya makhluk-makhluk moral membuat negara ini lebih menyerupai monarki yang dipenuhi ”serigala-serigala” Machiavelian yang banyak beredar dalam belantara trias politika. Banalnya politik Indonesia membuat rakyat hanya bisa bertanya, ”Kapankah parpol bisa menjadi pabrik moral yang mengusung kehendak rakyat?” Tentu dengan harapan yang tak banyak tersisa.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/24/04423025/banalitas.demokrasi


Ahyar Anwar Dosen Universitas Negeri Makassar

Pengkhianatan terhadap Buruh Migran

Oleh: Wahyu Susilo



Bukan hal yang mengejutkan ketika membaca berita bahwa yang ditandatangani oleh Menakertrans RI dan Menteri Perburuhan Malaysia pada tanggal 18 Mei 2010 bukan memorandum of understanding, melainkan hanya letter of intent mengenai penempatan dan perlindungan pekerja rumah tangga migran Indonesia yang bekerja di Malaysia.

Dokumen tersebut belum memiliki ikatan hukum yang tegas dan rinci yang mengatur masalah penempatan dan perlindungan PRT migran yang hingga saat ini berada dalam situasi kerentanan tanpa perlindungan hukum yang memadai.

Pesimisme mengenai hasil negosiasi mengenai memorandum of understanding (MOU) baru tentang penempatan dan perlindungan buruh migran sudah terlihat dari keengganan pemerintah kedua negara melibatkan masyarakat sipil dalam negosiasi tersebut. Draf dokumen MOU juga tak bisa diakses oleh publik. Ketertutupan proses inilah yang mengindikasikan ada yang salah dalam negosiasi tersebut.

Penandatanganan letter of intent (LOI) ini tak lebih dari upaya penyelamatan muka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Malaysia Mohammad Nadjib bin Tun Abdul Razak ketika negosiasi untuk finalisasi MOU mengenai penempatan dan perlindungan PRT migran antara Indonesia dan Malaysia menemui jalan buntu. Situasi ini memperlihatkan bahwa perlindungan buruh migran (terutama PRT migran) belum menjadi perhatian utama kedua pemimpin meski dari hari ke hari terus terjadi pelanggaran HAM terhadap buruh migran Indonesia di Malaysia.

Menurut catatan Migrant Care, sepanjang tahun 2009 telah terjadi 1.018 kasus kematian buruh migran Indonesia yang diakibatkan oleh penganiayaan majikan, kekerasan oleh RELA (milisi sipil di bawah Kementerian Dalam Negeri Malaysia) dan Polisi Diraja Malaysia, serta kecelakaan kerja. Sementara itu, hingga April 2010, jumlah buruh migran Indonesia yang meninggal di Malaysia mencapai 40 orang. Tiga orang di antaranya korban penembakan semena-mena Polisi Diraja Malaysia yang hingga kini kasusnya masih dalam proses investigasi.

Urgensi agar Indonesia dan Malaysia memiliki MOU yang komprehensif untuk perlindungan PRT migran didasarkan pada cita-cita untuk mengakhiri situasi nirproteksi yang berlangsung hingga saat ini. MOU yang ditandatangani kedua negara tahun 2006 bukan menjadi payung perlindungan bagi PRT migran, melainkan malah menjadi perangkap dan potensi bagi terjadinya pelanggaran HAM terhadap buruh migran. Pelapor Khusus PBB untuk Perlindungan Hak Asasi Buruh Migran Jorge Bustamante menyatakan, klausul penahanan paspor buruh migran oleh majikan adalah bentuk pelanggaran hak-hak sipil politik buruh migran. MOU 2006 juga tidak mengadopsi perlindungan hak-hak buruh, seperti ketentuan mengenai upah layak, kebebasan berserikat, dan ketentuan soal hari libur.

Kegagalan negara

Kegagalan kedua negara memberikan perlindungan bagi buruh migran Indonesia adalah bentuk pengkhianatan mereka terhadap orang-orang yang selama ini berjasa bagi kemajuan dan kemakmuran kedua negara. Di Indonesia, negara dan pihak swasta telah banyak mengambil keuntungan dari jerih keringat buruh migran. Semasa masih menjadi calon buruh migran, mereka sudah diwajibkan membayar 15 dollar AS untuk disumbangkan kepada negara di pos pendapatan negara bukan pajak. Pihak swasta (pengerah tenaga kerja, perusahaan asuransi, perusahaan angkutan, dan perbankan) juga berebut rezeki dari potongan-potongan gaji buruh migran. Ketika anggaran pembangunan yang seharusnya menjadi komponen utama pengembangan wilayah pedesaan digerogoti oleh kultur birokrasi yang korup, aliran remitansi mendinamisasi aktivitas ekonomi di pedesaan-pedesaan.

Di Malaysia, cucuran peluh buruh migran Indonesia masih dipajaki untuk levy (pajak) yang masuk menjadi pendapatan negara. Meski dibayar dengan upah rendah, produktivitas buruh migran Indonesia sangat berkontribusi di sektor perkebunan kelapa sawit dan kakao yang menjadi andalan Malaysia di perdagangan komoditas global. Kemolekan Malaysia yang ditunjukkan dari Twin Tower, Sirkuit Sepang, dan konstruksi Kota Modern Putra Jaya tidak pernah ada tanpa pekerja konstruksi Indonesia yang mayoritas direkrut tanpa dokumen.

Kegagalan kedua negara memfinalisasi MOU perlindungan buruh migran sangat bertolak belakang dari kuatnya keinginan komunitas internasional mewujudkan instrumen internasional bagi perlindungan pekerja sektor rumah tangga. Salah satu agenda utama pertemuan ILO, Juni 2010, adalah merumuskan standar-standar internasional bagi perlindungan pekerja di sektor rumah tangga. Ini inisiatif progresif bagi perwujudan Konvensi ILO untuk Perlindungan Pekerja di Sektor Rumah Tangga.

Dengan demikian, walau kedua negara merupakan anggota Dewan HAM PBB serta meratifikasi berbagai instrumen HAM internasional dan juga Deklarasi ASEAN untuk Penghormatan dan Perlindungan Hak-hak Buruh Migran, komitmen untuk penegakan HAM buruh migran masih tetap diragukan. Tampaknya penegakan HAM hanya berhenti di lembaran negara (dalam bentuk UU) dan belum konkret menjadi tindakan negara.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/24/04443615/pengkhianatan.terhadap


Wahyu Susilo Policy Analyst Migrant Care

Tantangan Menteri Keuangan Baru

Oleh: Faisal Basri



Sejak kemerdekaan, posisi menteri keuangan telah diisi oleh beragam latar belakang: politisi, akademisi, teknokrat, dan profesional. Setiap dari mereka menghadapi lingkungan politik yang berbeda dan tantangan yang berbeda pula.

Setelah reformasi, hanya pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri posisi menteri keuangan tidak berganti. Menteri keuangan berganti dua kali pada masa Presiden Abdurrahman Wahid.

Pada masa jabatan pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menteri keuangan pertama hanya bertahan sekitar setahun. Adapun pada masa jabatan kedua Yudhoyono lebih singkat lagi, yakni sekitar tujuh bulan.

Pergantian menteri keuangan kali ini sangat sarat nuansa politik. Presiden tampaknya mengambil pilihan ini agar kekuatan koalisi bisa lebih efektif menopang kebijakan pemerintah dan hubungan dengan DPR pulih pascakasus Bank Century.

Menteri Keuangan yang baru diharapkan bisa mengemban misi politis tersebut. Agus Martowardojo merupakan bankir senior yang telah cukup lama menakhodai bank terbesar di Indonesia.

Ia dikenal sebagai bankir yang tegas dan punya prinsip. Tentu saja tak ada gading yang tak retak. Salah satu ”cela” selama memimpin Bank Mandiri adalah pernah bersitegang dengan serikat pekerja. Kasus ini masih menggantung di kepolisian.

Jika Agus Martowardojo berhasil mengemban misi politis, sejumlah tantangan menghadang. Pertama, tidak ada salahnya mencoba untuk menggunakan pendekatan korporasi dalam melanjutkan reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan.

Ia bisa memulai dengan restrukturisasi organisasi dengan lebih membuat unit-unit yang memiliki fungsi khusus—seperti Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan Negara—lebih otonom, dengan aturan kepegawaian dan remunerasi yang lebih luwes.

Pengelolaan APBN

Penerimaan negara selama triwulan pertama tahun 2010 tampaknya cukup menggembirakan. Namun, tidak demikian dengan sisi pengeluaran. Realisasi pengeluaran pemerintah pusat cenderung lebih buruk daripada tahun lalu. Hal ini terlihat pula dari konsumsi pemerintah pada triwulan pertama tahun 2010 yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8,8 persen (year-on-year). Inilah masalah kedua yang sudah menghadang.

Jika masalah ini berlanjut, rekening pemerintah di Bank Indonesia akan tetap menumpuk seperti yang telah berlangsung selama dua tahun terakhir. Sudah barang tentu hal ini menimbulkan dampak kontraksi di dalam perekonomian, apalagi jika pemerintah semakin gencar menerbitkan surat utang baru. Perputaran likuiditas yang tidak lancar mengakibatkan penurunan suku bunga bakal terhambat.

Karena APBN-Perubahan 2010 telah tuntas dibahas di DPR, Menteri Keuangan yang baru bisa fokus pada upaya pengelolaan anggaran agar penerimaan sesuai target dan pengeluaran lancar di segala lini.

Wakil Menteri Keuangan yang sebelumnya menjabat Dirjen Anggaran diharapkan langsung tancap gas untuk mengenyahkan sumbatan-sumbatan yang membuat pengeluaran tidak lancar. Wakil Menteri Keuangan harus menjalin komunikasi intensif dengan kementerian teknis agar pencairan dana sesuai jadwal dan sesuai dengan peruntukannya.

Reformasi perpajakan sejauh ini belum menghasilkan kenaikan nisbah pajak (tax ratio). Menteri Keuangan baru mengemban tugas untuk meningkatkan kapasitas penerimaan. Para pembayar pajak nakal harus ditindak tanpa pandang bulu. Hanya dengan peningkatan nisbah pajak secara signifikan yang akan membuat kita lebih mandiri.

Manajemen makroekonomi

Sementara kalangan menilai bahwa sosok Agus Martowardojo tidak memiliki latar belakang pengetahuan makroekonomi yang memadai sebagaimana melekat pada sosok Sri Mulyani Indrawati. Tim ekonomi kian lemah mengingat baik Menko Perekonomian maupun Wakil Menteri Keuangan juga bukan berasal dari kalangan ekonom. Ditambah lagi, Anggito Abimanyu mengundurkan diri sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal.

Dalam keadaan normal tanpa gejolak, boleh jadi tim ekonomi yang sekarang akan mampu mengemban tugas rutin plus melanjutkan reformasi di jajaran Kementerian Keuangan.

Untuk mengantisipasi keadaan terburuk, kedua petinggi Kementerian Keuangan perlu merekrut dengan saksama tenaga yang betul-betul ahli, berpengalaman, dan teruji untuk mengasah kepekaan membaca gelagat pasar serta memilih instrumen kebijakan terbaik untuk menjaga kestabilan makroekonomi. Rendah hati dan mau mendengarkan dari berbagai kalangan adalah kunci keberhasilan mereka.

Akan sangat membantu kalau posisi Gubernur Bank Indonesia segera terisi agar gerak maju perekonomian ditopang oleh kekuatan penuh.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/24/0303199/tantangan.menteri.keuan

Faisal Basri
Pengamat Ekonomi

Keputusan (Berat) SBY Melepas Sri Mulyani

Oleh: Pramono Anung Wibowo


Merujuk pada perjalanan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari periode pertamanya hingga saat ini memasuki awal periode kedua, peran Sri Mulyani Indrawati sebagai menteri keuangan tidak terbantahkan lagi sangat vital.


Bahkan, Sri Mulyani tidak saja berperan dalam tugasnya sebagai kekuatan utama pemerintahan, tetapi juga ikut menjadi bagian penting yang menentukan naik turunnya popularitas Presiden SBY di masyarakat. Dalam politik dengan sistem demokrasi modern seperti diterapkan Indonesia yang presidennya dipilih secara langsung,kebijakan pemerintah yang kemudian dinilai dengan tingkat kepuasan masyarakat adalah yang menyangkut masalah ekonomi.

Di situlah peran Sri Mulyani ikut melambungkan popularitas SBY yang dalam periode pertama,yakni di akhir tahun 2008, sempat terpuruk akibat krisis serta kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) terlalu tinggi. Catatan penulis,survei yang dilakukan Indobarometer pada Juni 2008 atau satu bulan pascakenaikan harga BBM popularitas Presiden dalam hal tingkat kepuasan menurun hingga di bawah 50%, berada pada titik terendah sepanjang hasil survei.

Namun apakah hal itu ada implikasi politik terhadap SBY dalam Pemilihan Presiden 2009? Ternyata jawabannya tidak. Tidak adanya implikasi politik terhadap SBY atas krisis serta kebijakan yang tidak populis itu karena peran Sri Mulyani yang kala itu menjadi menteri keuangan bisa kembali mengantarkan simpati publik kepada SBY. Program populis semacam Bantuan Langsung Tunai (BLT),

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, serta Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah salah satu contoh bagaimana kelihaian Sri Mulyani dalam mengelola keuangan. Padahal, dalam waktu yang bersamaan banyak pihak yang mengalamatkan tudingan bahwa pemerintahan dan sistem ekonominya menganut neoliberalisme. Toh, hal itu tidak mengurangi simpati masyarakat atas program-program ekonominya.

Dalam poin tersebut, sangat sulit menghindar untuk tidak memberikan apresiasi terhadap Sri Mulyani sebagai penopang utama pemerintahan SBY di periode pemerintahan SBY. Hal itu juga yang kemudian kembali menempatkan Sri Mulyani pada pos semula sebagai menteri keuangan. Bahkan, dalam pertemuan antara SBY dengan pemimpin redaksi beberapa media di Cikeas,satu-sa-tunya nama yang disebut akan dipertahankan dalam susunan kabinetnya adalah Sri Mulyani.Itu menunjukkan pengakuan SBY betapa besarnya perannya.

Namun, setelah pemerintahan SBY periode kedua terbentuk, dalam fase tertentu Sri Mulyani agak overconfident sehingga dia mengabaikan hal yang berkaitan dengan kepentingan politik. Tanpa disadari dan mungkin juga tanpa diantisipasi, sikap overconfident itulah yang kemudian menimbulkan gesekan secara pribadi dengan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang kemudian berujung pada kasus Bank Century. Secara prinsip, banyak kalangan yang menilai Sri Mulyani sebagai menteri keuangan sangat excellent.

Dia cukup mampu, bahkan ketika harus berhadapan dan bernegosiasi dengan dunia internasional terkait masalah-masalah ekonomi. Namun, secara pribadi,penulis harus objektif untuk menilai bahwa sebagai pemimpin salah satu kementerian yang strategis dia seharusnya tidak boleh overconfident karena akhirnya hal itulah yang membenturkan dirinya pada berbagai kelompok yang juga ada di lingkungan pemerintah.

Pada akhirnya, SBY sebagai presiden harus mengalkulasikan secara politis bagaimana bisa mempertahan kan pemerintahannya hingga 2014.Dengan terus berbenturan dengan kelompok dan kepentingan tertentu, Presiden SBY harus dengan berat hati mengizinkan Sri Mulyani menjadi Managing Director World Bank.

Tidak ada alasan yang kuat untuk mengatakan bahwa SBY tidak berat melepaskan Sri Mulyani karena harus kehilangan salah satu penopang utamanya.Namun, sekali lagi, hal itu secara kalkulasi politik harus dilakukan untuk menyelamatkan dan mempertahankan pemerintahan ini sampai 2014.

Tantangan Berat ke Depan

Secara umum, tidak bisa dimungkiri bahwa Sri Mulyani telah meletakkan dasar pembangunan ekonomi dan reformasi birokrasi pemerintahan, khususnya di perpajakan yang nantinya cukup bisa dilanjutkan oleh Agus Martowardodjo sebagai penerusnya. Namun apakah penerusnya itu bisa seperti Sri Mulyani, hal itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena tentu sudah banyak pertimbangan baik secara kematangan maupun kemampuan di bidangnya.

Namun, tantangan berat untuk pemerintahan ke depan dengan menteri keuangan yang baru nanti akan selalu dibayang-bayangi kelebihan Sri Mulyani yang piawai berkomunikasi dengan dunia internasional, terutama pelakupelaku pasar dunia. Karenanya, jika Agus Martowardodjo tidak menjalin komunikasi dengan dunia pasar ekonomi di dunia internasional pasti akan menghadapi hambatan seperti ketika Aburizal Bakrie menjabat sebagai menteri perekonomian, juga bagaimana ketika Rizal Ramli sebagai menteri perekonomian.

Dalam kasus itu, tentu berbeda bagaimana hubungan Indonesia dengan dunia luar walaupun tentu yang paling prinsip adalah bahwa menteri keuangan baru tidak boleh terlalu patuh pada kepentingan dunia global. Tantangan lain, secara politik dengan tidak bisanya Presiden SBY untuk mencalonkan diri lagi dalam Pilpres 2014 juga akan menjadi acuan bagi partai politik peserta koalisi maupun di luar koalisi untuk tidak begitu saja menyetujui apa yang akan menjadi kebijakannya. Pengalaman Pemilu 2009 akan menjadi pelajaran bagi partai politik dengan tidak akan begitu saja menyetujui kebijakan-kebijakan pemerintah, termasuk dalam hal perekonomian jika itu dianggap tidak menguntungkan kepentingan politiknya.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/326270/



Pramono Anung Wibowo
Wakil Ketua DPR,
Politikus PDI Perjuangan

Jumat, 21 Mei 2010

LOWONGAN FIELD ASSISTANT TRAINEE (FAT)

RAJAWALI PLANTATIONS
Rajawali Plantations adalah Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang sedang berkembang di bawah Rajawali Group dengan Kantor Pusat di Jakarta dan kebun yang tersebar di daerah Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat. Sejalan dengan perkembangan perusahaan, kami mengundang tenaga professional yang berkualitas untuk berkembang bersama kami untuk ditempatkan di lokasi perkebunan dengan posisi:
FIELD ASSISTANT TRAINEE (FAT)
TRAINEE ASISTEN LAPANGAN


FIELD ASSISTANT TRAINEE (FAT) TRAINEE ASISTEN LAPANGAN
Field Trainee Assistant akan mengikuti program pelatihan selama 6 (enam) bulan di lokasi Training Centre Rajawali Plantations di Kalimantan Selatan. Setelah lulus dari program pelatihan ini peserta akan langsung ditempatkan di lokasi perkebunan Rajawali Plantations.


Kualifikasi:
  • Pria, belum menikah, usia maksimum 27 tahun.
  • Fresh Graduate, Pendidikan Minimal D III Pertanian dengan Jurusan Agronomi, Ilmu Tanah, Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan dan Teknologi Pertanian, Budidaya Tanaman Perkebunan
  • IPK min. 2,7 (skala 4)
  • Bersedia menjalani ikatan dinas dan ditempakan di seluruh lokasi perkebunan Rajawali Plantations

Jika anda menyukai tantangan, memiliki integritas tinggi, motivasi dan jujur dapat mengirimkan berkas lamaran disertai CV, pasfoto terakhir, copy ijazah dan transkrip nilai paling lambat tanggal 31 Mei 2010 ditujukan ke:

HUMAN CAPITAL
RAJAWALI PLANTATIONS
PO BOX 8231
JKSSB 12920
atau
career@rajawaliplantions.com




Waktu dan pelaksanaan testing dan interview akan diberitahukan kemudian.

Hanya pelamar yang memenuhi kualifikasi yang akan diproses untuk mengikuti seleksi.

Kamis, 20 Mei 2010

Lowongan Total Quality Environmental Trainee (TQT – 10)

MINAMAS GEMILANG, PT

MINAMAS PLANTATION adalah salah satu perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonseia (terdiri lebih dari 250.000 ha perkebunan dan 20 pabrik) serta merupakan bagian dari SIME DARBY GROUP (www.simedarby.com) perusahaan perkebunan terbesar di dunia. Dengan jumlah karyawan lebih dari 30.000 orang di Aceh, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah, kami bersama-sama maju untuk menjadi perusahaan kelas dunia.

Untuk mendukung operasional kami, saat ini kami memerlukan tenaga-tenaga berbakat dan memiliki motivasi kuat untuk menjadi bagian dari “ Winning Team” kami.

Total Quality Environmental Trainee (TQT – 10)
Kualifikasi :
  • Pria, maksimal 30 tahun.
  • D3 / S-1 : Agronomi / Teknik Mesin / Teknik Elektro (Arus Kuat)
  • Mampu mengoperasikan computer.
  • Bahasa Inggris minimal pasif.
  • Bersedia menjalani ikatan dinas dan ditempatkan di lokasi kebun seluruh Indonesia

Jika Anda sesuai dengan kualifikasi di atas, kirimkan surat lamaran dan CV lengkap Anda paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pemuatan iklan ini, dengan mencantumkan kode jabatan pada sudut kanan atas amplop atau subject e-mail ke :

Human Resources Management
PO BOX 4404
Jakarta 10044
Email : minamas.recruitment@simedarby.com

Lowongan Program Officer

WWF INDONESIA

JOB VACANCY

WWF-Indonesia is an independent member of WWF, the global conservation organization, that operating close to 100 countries worldwide. WWF-Indonesia is registered under the Indonesia law and operates with 25 offices in 15 provinces, with the vision to conserve Indonesia’s biodiversity for the well being of present and future generations

To support our programs, we are currently seeking a qualified candidate to fill the position of:
Program Officer

Qualification

  • Minimum Diploma degree in Forestry/Farm/Environment.
  • At least 2 years experiences in administration, documentation and report management on the field associated with the program.
  • Good Knowledge in filling.
  • Computer Literate especially in database techniques.
  • Good communication skill in English both spoken and written.


    Program Officer Responsibilities
  • Ensure and provide all data and information from all WWF-Indonesia program activities.
  • Support the Executive Director in Communication and Coordination with WWF-Indonesia
  • head of program, WWF network and other related parties.
  • Ensure to provide good storage systems for all activity reports and publications by WWF-Indonesia.
  • Prepare Presentation, power point slide, summary, speech and paper needed Executive Director.

All application will be related strictly confidential. Interested applicants are invited submit full resume indicating qualification and experience, transcript, expected salary and recent photo to :

vacancy@wwf.or.id

Lowongan Staf Budidaya Tanaman (BDT)

AGRI COMPANY
URGENTLY REQUIRED
Kami Perusahaan Agri yang Berkedudukan di Lampung, Membutuhkan Segera Kandidat untuk Menempati Posisi Sebagai Berikut:
Staf Budidaya Tanaman (BDT)
Kualifikasi:
  • Laki-laki / Perempuan
  • Usia max 30 tahun
  • Pendidikan S1 Pertanian Jurusan Budidaya Tanaman Prog. Study Hortikultura
  • Pengalaman Min. 2 tahun dalam budidaya tanaman sayuran (lebih disukai yg menguasai penanaman tanaman organik )
  • Bersedia ditempatkan di Lembang - Bandung

Seandainya memenuhi persyaratan diatas, silahkan kirim Resume anda lewat

PO BOX 1039 JKS 12010
atau email
company.agro2010@gmail.com

Selasa, 18 Mei 2010

Markus sebagai Panglima

Oleh: Benny Susetyo Pr



Istilah makelar kasus atau broker perkara mengemuka dalam dunia hukum kita. Ini menjadi salah satu tanda buruknya wajah hukum kita. Ironisnya, apa yang sedang dibuka di tengah publik itu diyakini sudah berjalan begitu lama dalam berbagai kasus dan level.


Budaya hukum yang tumbuh dalam konteks “markus” ini mengindikasikan berbagai hal yang layak dicermati. Budaya ini tidak tumbuh begitu saja, tetapi hidup karena didorong berbagai situasi dan sistem hukum yang lemah. Markus menjadi jalan keluar bagi mereka yang ingin selamat dari jeratan hukum walau faktanya yang bersangkutan melakukan pelanggaran berat. Ada banyak komponen yang terlibat di sini.

Para hamba hukum dan masyarakat sebagai pencari keadilan dihadapkan pada budaya jual beli keadilan yang sangat ironis.Bila demikian,hanya orangorang yang memiliki kekuasaan politik dan ekonomilah yang dapat membeli dan merasakan “keadilan” seperti ini.Mereka yang lemah hanya menjadi tumbal dalam penegakan hukum yang berat sebelah. Jual beli perkara konon bukan merupakan perkara baru.

Ia telah hidup dan bertumbuh kembang dalam berbagai konteks dalam kurun waktu yang lama. Ini menunjukkan hancurnya keadaban hukum kita. Ialah saat hukum begitu mudah dipermainkan oleh oknum aparat penegak hukum. Dalam hal ini dapat disaksikan matinya nurani para penegak hukum dalam menegakkan prinsipprinsip keadilan.

Keadilan yang didambakan semua orang nyatanya hanya untuk segelintir orang saja, yakni mereka yang memiliki kekuatan untuk membelinya.Konstitusi yang mengatakan adanya persamaan derajat di hadapan hukum hanyalah kata-kata manis yang tak memiliki makna. Keadilan dalam masyarakat merupakan kebaikan tertinggi. Mengutip Kant, kesadaran moral mewajibkan kita untuk mengusahakan “kebaikan tertinggi” (commum bonum) atau kebahagiaan sempurna.Kebaikan tertinggi atau kebahagiaan akhir tersebut tidak pernah terealisasi sempurna di dunia karena adanya kejahatan.

Kepentingan Kekuasaan

Bila keadilan hukum ditegakkan karena hal tersebut menguntungkan kepentingan penguasa dan sebaliknya keadilan hukum diabaikan hanya karena dianggap mengganggu kepentingan politik penguasa, pertanyaan mendasar yang layak diajukan adalah, keadilan hukum itu sebenarnya untuk siapa? Untuk mewujudkan keadilan hukum, memang dibutuhkan iktikad politik (political will) yang sangat kuat dari penguasa.Tanpanya nyaris tidak mungkin keadilan hukum bisa diwujudkan.

Penguasa memiliki kekuasaan yang bisa mengarahkan, memfasilitasi, dan menciptakan suasana yang kondusif guna terwujudnya hukum sebagai panglima, untuk mewujudkan keadilan di tengah masyarakat. Kendatipun demikian, apa yang diperbuat oleh kekuasaan tidak lebih dan tidak kurang hanya untuk menciptakan suasana yang sehat demi pewujudan hukum yang sehat pula. Di negara demokrasi, semua entitas yang berproses di dalamnya tetap harus tunduk di bawah payung hukum.

Karena itulah Indonesia memilih sebagai negara hukum (rechstaat) dan bukan negara berciri kekuasaan (machstaat).Kekuasaan, seberapa pun besar dan kuatnya, tetap harus tunduk di bawah norma hukum. Kekuasaan memiliki peran besar melahirkan hukum yang peka terhadap perasaan publik, hukum yang dipercaya sebagai satu-satunya pijakan atas segala perselisihan yang muncul dalam proses berdemokrasi.

Dalam konteks mewujudkan keadilan sosial, cita-cita luhur hukum adalah untuk menciptakan kemakmuran masyarakat.Kemakmuran masyarakat bisa dicapai melalui hukum yang sanggup melahirkan keadilan. Hukum berkeadilan adalah hukum yang dipercayai dan karenanya ditaati. Hukum bisa dipercaya apabila prinsip kesetaraan dalam hukum (tidak peduli ia kaya atau berkuasa semua memiliki derajat yang sama dalam hukum) serta ada ketaatan yang dilandasi komitmen kesederajatan.

Permainan Para Penguasa

Kasus-kasus belakangan yang terjadi setidaknya dapat dibaca dari sini.Hukum menjadi permainan para penguasa. Akibatnya sisi keadilannya semakin suram. Hukum juga mudah dimanipulasi dan direkayasa asalkan ia bisa memenuhi keinginan tertentu. Hukum ditegakkan sekaligus dilecehkan dan sering kali mengabaikan sisi utamanya,yakni keadilan. Kepekaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang tidak seimbang muncul tidak secara tiba-tiba.

Masyarakat memiliki perasaan yang tidak bisa dimanipulasi, bahkan dikendalikan.Atas itu semua,apabila jajaran penegak hukum masih sering bertindak di luar batas-batas kepekaan masyarakat, yang terjadi adalah kristalisasi ketidakpuasan dari berbagai penjuru. Bahaya paling besar dari perkara seperti ini adalah kemunduran yang luar biasa dari proses demokrasi.Demokrasi hanya ada di atas kertas. Sudah begitu lama keadilan menjadi barang yang mudah dipermainkan oleh kekuasaan dan uang.

Juga sudah begitu banyak orang tahu keadilan susah diwujudkan di negeri ini.Keadilan tidak untuk semua, melainkan untuk sebagian (yang bisa “membelinya”). Keadilan milik penguasa dan si empunya uang. Hukum sering kali hanya pajangan dan retorika pasal-pasal di depan cengkeraman kekuasaan dan “orang kuat” hukum tak lagi memiliki taring. Hukum mandul karena hanya mampu menginjak ke bawah dan mengangkat yang atas.

Hukum belah bambu telah mengiris-iris rasa keadilan di negeri ini.Tragedi ini bisa jadi akan makin mempertebal awan mendung dalam sistem hukum bangsa kita.Apa yang kita perdengarkan tentang Indonesia sebagai “negara hukum”sering kali hanya sebagai pemanis mulut.Apa yang kita ajarkan kepada anak cucu kita tentang “kedaulatan hukum” adalah deretan kepalsuan demi kepalsuan.

Keadilan tidak manifes dalam kenyataan. Das sein yang termanifestasi di bumi kita ini adalah kekuatan, otot,kekuasaan,uang,dan segala hal yang berkomprador dengannya. Dibutuhkan sebuah keberanian dari pemimpian nasional untuk mengatasi hal ini dengan membuat sebuah rencana jelas dan terfokus dalam memberantas markus di pusat kekuasaan itu sendiri.Menurut George Junus Aditjondro,pusat korupsi ada di jantung istana,tangsi, dan partai politik.

Keberanian untuk membersihkan markus di jantung kekuasaan harus dijadikan agenda utama.Pusat pembusukan ada pada pusat kekuasaan. Pertanyaan mendasar, masih adakah keberanian untuk melakukan pembersihan di sekitar pusat kekuasaan? Publik menunggu langkah selanjutnya dari pemimpin nasional untuk menjadikan markus sebagai musuh bersama.Bila hal itu dibiarkan berlarut, sekadar politik cari muka, kini publik pun gundah,masih adakah minat kekuasaan untuk memberantas korupsi ini secara sungguh-sungguh?

Kekalutan publik itu muncul karena adanya sinyalemen tindakan-tindakan yang dinilai hanya akan memperlemah independensi KPK dalam melaksanakan tugasnya. Tindakan tersebut dinilai memiliki indikasi kuat mengarah pada skema pelemahan pemberantasan korupsi. Problem kekuasaan adalah problem politik. Masalah politik merupakan ramuan dari kepentingan “menguasai” dan sebaliknya.

Sebagai warga biasa,kita tidak tahu dan seterusnya tidak tahu ada masalah apa sehingga aset yang didamba masyarakat untuk melahirkan pemerintah yang bersih ini begitu sering “diganggu”. Lantas kita berharap kepada siapa? Sebetulnya publik semenjak awal sudah menyadari bahwa tugas pemberantasan korupsi ini begitu berat. Sangat berat sekali karena korupsi sudah mendarah daging (internalized) di tubuh birokrasi.

Kita tidak memakai strategi “amputasi”untuk membersihkannya, melainkan perlahan dan berhati- hati memilih onak duri yang bersemayam di dalamnya. Tentu saja selalu terasa sakit dalam proses. Pertanyaan mendasar,adakah keberanian untuk memberantas makelar kasus di pusat kekuasaan?(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/323221/



Benny Susetyo Pr
Sekretaris Dewan Nasional Setara dan
Eksekutif

Mengarusutamakan "Wong Cilik"

Oleh: Budiman Sudjatmiko


Petani sebagai pemegang saham mayoritas bangsa tidak terwakili dalam sistem politik Indonesia.

Ini tergambar dari sedikitnya 15 undang-undang yang melawan kepentingan petani, dan hanya satu undang-undang yang jelas- jelas berpihak kepada petani, dengan nasibnya yang tersia-sia. Inilah penyebab utama kemiskinan dan pemiskinan petani. Karena itu, diperlukan revolusi dalam sistem perwakilan kita.

UU yang memiskinkan

Berita utama Kompas, 26/4/ 2010, pernah mengungkapkan anjloknya nilai tukar petani yang disertai dengan menurunnya penguasaan lahan. Padahal, ada sekitar 25 juta rumah tangga petani yang memproduksi nilai tidak kurang dari Rp 258,2 triliun per tahun melalui produk pangan, seperti padi, jagung, kedelai, ubi kayu, dan sebagainya.

Banyak petani menengah dengan rata-rata penguasaan lahan 2 hektar jatuh menjadi petani miskin dengan rata-rata penguasaan lahan kurang dari setengah hektar. Pada gilirannya, petani yang miskin ini pun terperosok menjadi buruh tani.

Kemiskinan juga masif di kawasan hutan Indonesia. Dalam diskusi yang bertajuk ”Pembangunan Hutan dan Kehutanan” pada Juli 2009 terungkap fakta bahwa ada sekitar 50 juta rakyat Indonesia yang tinggal di sekitar wilayah hutan, di mana 10 juta di antaranya berada dalam kondisi sangat miskin.

Apa sumber kemiskinan di perdesaan dan kawasan hutan ini? Jawabnya adalah sistem ekonomi yang tidak manusiawi (terhadap manusia petani dan alam) yang dipikul struktur kekuasaan politik.

Pada gilirannya, struktur kekuasaan ekonomi politik tersebut akan melahirkan sejumlah undang-undang ataupun regulasi yang malah menjadikan petani sebagai ”musuh” di tanah air mereka sendiri.

Setidaknya ada lima belas undang-undang yang saya identifikasi telah menempatkan petani sebagai pihak yang dirugikan, di antaranya adalah UU tentang Pangan yang melegalisasi impor sehingga merugikan petani produsen karena menjatuhkan harga produksi; UU tentang Sumber Daya Air yang merugikan petani karena privatisasi di mana petani harus berebut sumber daya air (untuk mengairi sawah mereka) dengan industri air kemasan; UU Perkebunan yang menyebabkan petani berebut akses lahan karena terkonsentrasinya lahan pada beberapa orang yang telah memicu konflik agraria dengan mencapai sekitar 7.000 kasus yang terdaftar di Mahkamah Agung; UU Kehutanan yang menyebabkan petani berebut akses lahan dengan Perhutani; UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal di mana penanaman modal asing dan dalam negeri tidak dibedakan sehingga di semua sektor diperbolehkan dikuasai 100 persen modal asing (meskipun sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa UU ini bertentangan dengan UUD 1945, tetapi belum direvisi sampai sekarang); UU Budidaya Tanaman yang melegalisasi benih transgenik sehingga berpotensi mematikan kemampuan benih lokal dan akses atas benih serta banyak lagi UU yang lain.

Semua UU di atas merupakan produk politik yang memiskinkan petani. Dengan begitu, semua UU tersebut bisa dikatakan ikut bertanggung jawab dalam menempatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia di urutan 111, di bawah Teritori Palestina yang diduduki Israel, yang berada di urutan 110!

IPM ini memiliki sejumlah ukuran perbandingan yang terdiri dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup. Artinya, nomor urut 111 tadi harus dijelaskan seperti apa? Tak lain ia harus diartikan bahwa dalam konteks hidup sehat dan panjang umur masyarakat Indonesia yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran; pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis orang dewasa; serta standar kehidupan layak yang diukur dengan produk domestik bruto dalam paritas daya beli, maka IP Manusia Indonesia yang sudah merdeka 65 tahun ini masih di bawah bangsa Palestina yang bahkan negara yang merdeka (dan perdamaian abadi) sekalipun belum mereka miliki sampai hari ini!

Karena itu, kita memerlukan revolusi dalam penataan aktor- aktor politik pembuat kebijakan publik.

Politik representatif

Politik adalah hal ihwal yang mengatur hubungan kekuasaan di antara sektor-sektor masyarakat yang berkait erat dengan alokasi sumber daya. Diharapkan, kekuasaan politik dan tingkat keterwakilan sektor-sektor masyarakat dalam sistem dan struktur kekuasaan menentukan kesejahteraan dari sektor-sektor yang terwakili tersebut.

Sebuah kelompok masyarakat yang meskipun jumlahnya mayoritas di sebuah negeri, belum tentu akan beroleh alokasi sumber daya kesejahteraan yang memadai jika representasinya dalam sistem dan struktur politik tidak sebanding dalam bobot-nya (magnitude). Dituntut keterwakilan yang efektif dan bukan sekadar normatif.

Artinya, keterwakilan sebuah kelompok besar rakyat Indonesia yang hidup di perdesaan dan dari sektor pertanian tidak cukup hanya tertulis dalam Pembukaan ataupun Batang Tubuh UUD 1945 atau sekadar platform tertulis partai-partai politik.

Sudah 65 tahun kita merdeka dan 12 tahun kita menjalani reformasi, representasi yang normatif itu rupanya hanya menghasilkan satu UU yang berpihak kepada petani (yaitu UU Pokok Agraria 1960) yang itu pun lumpuh karena diringkus oleh setidaknya 15 UU yang menyingkirkan petani dari sumber daya ekonomi dan budaya mereka.

Untuk mengatasi kemiskinan buatan manusia ini, solusi yang paling mungkin adalah meningkatkan keterwakilan petani (dan sektor-sektor marjinal lainnya) dalam struktur politik. Proses ini saya namai sebagai pengarusutamaan ”wong cilik” atau sektor-sektor rakyat (popular sectors mainstreaming) di kelembagaan DPR hingga DPRD.

Artinya, perlu penjatahan wakil-wakil sektor marjinal dalam penyusunan daftar caleg untuk Pemilu 2014.

Tidaklah berlebihan jika sekurang-kurangnya lima belas persen daftar caleg setiap partai untuk DPR hingga DPRD (terutama dari wilayah pertanian) mengakomodasi kalangan petani, terutama yang kepemilikan tanahnya 2 hektar ke bawah, yang merepresentasikan petani menengah ke bawah. Ini mesti diatur dalam UU Pemilu.

Ini dikandung maksud agar demokrasi kita mengalami pendalaman efektif (effective deepening democracy) dari yang sifatnya prosedural menjadi substantif sehingga lolos dari penelikungan plutokrasi (kekuasaan oleh para petarung kapital saja).

Proses tersebut pasti akan mengukuhkan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang akan mengakselerasi target pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) tahun 2015 untuk mengalahkan kemiskinan dan kelaparan ekstrem. Hanya ini cara yang tersisa bagi kita untuk mengatasi kemiskinan dengan cara-cara yang demokratis dan patriotis.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/10/03140326/mengarusutamakan.wong.


Budiman Sudjatmiko Anggota Komisi 2 DPR dari F-PDIP; Pembina Utama Parade Nusantara (Persatuan Rakyat Desa Nusantara)

Senin, 17 Mei 2010

Yunani, Sri Mulyani, dan menkeu baru

Oleh: Fauzi Ichsan


Rabu, 5 Mei 2010. Pagi itu perdagangan valuta asing (valas), surat utang negara (SUN) dan pasar uang tenang. Memang, beberapa minggu sebelumnya, dana investor asing mengalir deras ke pasar SUN dan saham, memperkuat kurs rupiah.
Untuk menahan penguatan rupiah agar tidak menembus Rp9.000 per dolar AS, Bank Indonesia aktif intervensi di pasar valas dengan membeli dolar AS. Spekulator valas pun enggan mendorong kurs dolar terhadap rupiah ke bawah Rp9.000. Sementara itu, karena pasar SUN dan saham dinilai sudah terlalu mahal, investor akhirnya berhenti memborong SUN dan saham. So, all was quiet that morning.

Namun, ada berita mengejutkan dari kantor berita Bloomberg: "Indonesia's Sri Mulyani named managing director at World Bank". Sejak itu para investor mulai mengajukan pertanyaan yang mengkhawatirkan.

Pertama, mengapa menteri keuangan yang dianggap ikon reformasi itu mengundurkan diri? Apakah akibat tekanan atau deal politik pascakasus Bank Century? Apa untuk memperbaiki hubungan pemerintah dan DPR?

Kedua, apakah pengganti Sri Mulyani nantinya juga seorang reformis? Atau dia hanya pilihan atas kompromi politik yang pragmatis, yang akan melindungi kepentingan bisnis atau politik tertentu dan akan mengesampingkan reformasi dan transparansi?

Memang optimisme investor terhadap Indonesia tidak bergantung pada Sri Mulyani semata-mata, tetapi dari berbagai faktor positif tentang Indonesia, faktor Boediono-Sri Mulyani sebagai teknokrat dan reformis yang bersih sangat dipandang oleh investor.

Sebelum mereka mendapat jawaban yang memuaskan, investor mulai menjual saham, SUN, dan rupiah, yang sempat terpuruk ke level Rp9.480 per dolar AS 2 hari setelah pengunduran Sri Mulyani.

Saat yang buruk

Peliknya, pengunduran Sri Mulyani terjadi pada saat yang 'buruk'. Pada hari yang sama, 9.820 kilometer dari Jakarta di Athens, Ibu Kota Yunani, terjadi kerusuhan yang parah.

Untuk menyelamatkan Pemerintah Yunani yang hampir bangkrut (dengan adanya SUN sebesar 9 miliar euro yang jatuh tempo 19 Mei dan dipastikan tidak dapat dibayar oleh pemerintah), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan International Monetary Fund (IMF) menjanjikan dana bailout 110 miliar euro.

Namun, persyaratan untuk bantuan ini sangat ketat, termasuk memangkas defisit APBN dari 13,7% dari PDB 2009 ke 3% pada 2014, dengan cara memangkas gaji pegawai negeri, pendapatan pensiunan dan menaikkan pajak.

Rakyat Yunani pun berontak. Masalahnya, Yunani bukanlah satu-satunya negara yang menghadapi problema fiskal yang akut di Eropa. Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Italia juga menghadapi masalah yang sama, dan sangat mungkin mereka juga akan meminta bantuan. Kalaupun MEE dan IMF bisa menyelamatkan mereka, persyaratan yang sama ketatnya seperti di Yunani akan diterapkan dan pertumbuhan ekonomi Eropa bisa kontraksi seperti pada 2009. Akibatnya, investor panik, pasar saham global, termasuk di Asia dan Indonesia anjlok. Mata uang Asia, termasuk rupiah pun merosot.

Pendek kata, keterpurukan pasar finansial di Indonesia dipicu oleh krisis Yunani, yang di-amplify oleh mundurnya Sri Mulyani. Di minggu itu, bursa saham Indonesia anjlok 7,8%, China 6,4%, India 4,5%, Malaysia 1%.

Calon menkeu

Dengan pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani dan tanpa adanya gubernur BI, otomatis tidak ada figur utama yang bisa menenangkan pasar yang lagi panik. Pengganti Sri Mulyani harus segera ditunjuk. Namun, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi oleh para calon menkeu.

Pertama, mengetahui dan memiliki kedisiplinan kebijakan makro. Di BI, Bappenas dan Kementrian Keuangan banyak yang memiliki skill ini. Kedua, memiliki kemampuan dan keberanian dalam reformasi birokrasi-termasuk mengejar pengemplang pajak kakap-walaupun risiko politiknya sangat tinggi. Banyak pihak yang menganggap inilah kelebihan Sri Mulyani.

Ketiga, memiliki kemampuan kepemimpinan dalam menghadapi krisis (ketenangan dalam menghadapi krisis valas, saham atau obligasi, dan krisis sosial politik).

Keempat, memiliki kemampuan untuk membangun kembali hubungan pemerintah dan DPR yang terpuruk pascakasus Bank Century. Kemampuan ini penting mengingat Pemerintahan Yudhoyono adalah pemerintah koalisi yang rentan, karena partai yang ikut koalisi bisa melakukan oposisi di DPR.

Berdasarkan persyaratan ini, ada empat nama yang sering disebut oleh para investor dan analis.

Bagaimana dengan calon lain seperti Deputi Senior Gubernur BI Darmin Nasution. Sebelum diajak oleh mantan Gubernur BI Boediono ke BI pada 2009, Darmin menjabat Dirjen Pajak dan dinilai berani melakukan reformasi pajak yang dihargai oleh investor.

Sebagai pejabat senior berlatar-belakang 'Lapangan Banteng' dengan pengalaman singkat di BI, yang juga telah menghadapi berbagai macam krisis (dari krisis moneter 1997 sampai dengan krisis global 2008), Darmin merupakan salah satu calon menkeu terkuat.

Masalahnya, Darmin diperkirakan juga akan diajukan sebagai calon gubernur BI, walaupun banyak analis menilai pengalaman dan kemampuannya akan jauh lebih berguna di pemerintahan.

Ketua Bapepam Fuad Rahmany. Sebelum menjadi ketua pengawas pasar modal, Fuad sempat ditugaskan menangani rekonstruksi Aceh pascatsunami pada 2005, pengalaman yang mengasah kemampuannya dalam pembangunan infrastruktur.

Sebagai ketua Bapepam, dia juga dinilai tegas, seperti dalam kasus suspensi saham perusahaan ternama pada 2008. Namun, seperti halnya Darmin Nasution, walaupun kaya pengalaman menghadapi krisis, Fuad Rahmany juga diperkirakan akan diajukan menjadi ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang akan menggabung pengawasan perbankan dan lembaga keuangan nonbank di bawah satu lembaga.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu, berlatar belakang dunia akademi, Anggito bergabung ke Kementerian Keuangan pada 2004 dalam posisinya sekarang.

Dengan tiga menteri keuangan (Boediono, Jusuf Anwar dan Sri Mulyani), dia bekerja sama dengan Panitia Anggaran DPR dalam merancang APBN setiap tahun. Pengalaman inilah yang dapat membantu membangun hubungan antara Kementerian Keuangan dan DPR, yang terpuruk sejak adanya kasus Bank Century.

Direktur Utama Bank Mandiri Agus Martowardojo. Agus dinilai sukses dalam merekstrukturisasi Bank Mandiri, terutama kredit macetnya dengan keberaniannya berhadapan dengan debitur pengemplang kakap yang memiliki koneksi politik.

Sejak dia menjabat posisi dirut Bank Mandiri, harga sahamnya telah naik 220% (walaupun sempat turun tajam karena krisis global pada 2008) dan bobot Mandiri dari kapitalisasi bursa naik ke 4,9%.

Tentu, dalam politik pengangkatan menteri harus ada calon lain yang belum gencar dibahas investor. Mereka termasuk kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Kepala BKPM Gita Wirjawan, dan Dirjen Anggaran Ani Ratnawati. Karena Sri Mulyani adalah wanita, ada saja yang memperkirakan kalau persyaratan penting calon pengganti Sri Mulyani adalah harus wanita.

Siapa pun pilihannya, menteri keuangan yang baru harus langsung bisa bekerja, tidak belajar dari awal, karena memang, akibat kasus Century yang berlarut-larut, program kementerian keuangan banyak yang terhambat.

Paling tidak, dia harus siap menghadapi krisis mini global yang dipicu oleh keterpurukan ekonomi Yunani. Setelah itu, dia harus menyelesaikan pekerjaan rumah Sri Mulyani yang belum selesai, termasuk berhadapan dengan para pengemplang pajak kakap-dan kalau ada pengampunan pajak yang kontroversial, mundurnya Sri Mulyani akan dianggap sebagai deal politik.

Tentu, kemampuan Menteri Keuangan Indonesia dalam meredam kepanikan pasar global ada batasnya. Kuncinya tetap ada di MEE dan IMF. Jika kedua lembaga ini bisa meyakinkan pasar bahwa mereka siap menyelesaikan bukan saja masalah ekonomi Yunani, tetapi juga Spanyol, Portugal, Irlandia, dan Italia (dengan kebutuhan dana bailout lebih dari 400 miliar euro), maka dalam beberapa minggu pasar finansial akan kembali stabil.

Namun, menteri keuangan yang baru nanti harus mampu berkomunikasi dengan para menteri keuangan MEE dan forum G7, serta para pengambil kebijakan di IMF, mengerti kebijakan apa yang dipilih dan implikasinya ke pasar global, dan dapat menjelaskannya ke masyarakat Indonesia-tentu dengan bekerja sama dengan BI dan Bappepam-sehingga kepanikan investor di Indonesia dapat diredam.

Ini bukan pekerjaan mudah, tetapi selama menteri keuangan yang baru nanti dipilih berdasarkan asas profesionalisme dan bukan deal politik, saya yakin dia akan sanggup menghadapi berbagai permasalahan ini.

URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL


Oleh Fauzi Ichsan
Senior Economist Standard Chartered Bank

Sri Mulyani dan Reformasi Bank Dunia

Oleh: Ivan A Hadar


Sri Mulyani Indrawati telah menerima tawaran Bank Dunia menduduki posisi strategis sebagai direktur pelaksana yang membawahi 74 negara di tiga kelompok kawasan, masing-masing Amerika Latin dan Karibia, Asia Timur dan Pasifik, serta Timur Tengah dan Afrika Utara.

Dengan jabatan itu, Sri Mulyani Indrawati yang berada langsung di bawah Presiden Bank Dunia (BD) ini akan ikut menentukan kebijakan BD bagi sebagian besar negara berkembang di tiga kawasan tersebut.

Banyak yang bangga. Namun, seharusnya kita berharap agar Sri Mulyani bisa membawa perubahan di BD yang selama ini kerap dituding mendukung kebijakan yang merugikan masyarakat miskin di negara berkembang.

Mimpi

Pada pintu masuk utama kantor pusat BD di Washington tertulis ”Mimpi Kami adalah Sebuah Dunia Tanpa Kemiskinan”. Sebuah mimpi yang, sayangnya, masih jauh dari kenyataan. Betapa tidak, selama 15 tahun terakhir, meski penghasilan dunia meningkat sebesar 3 persen per tahun, jumlah mereka yang hidup dalam kemiskinan pun bertambah lebih dari 120 juta jiwa. Bagi Josef Stiglitz, penyebab ”penyimpangan” ini harus dicari sumbernya pada lembaga terpenting pemberi arah globalisasi, yaitu BD dan Dana Moneter Internasional (IMF).

BD dan IMF didirikan atas rekomendasi konferensi PBB tentang moneter dan keuangan internasional di Bretton Woods, AS, Juli 1944. Hal tersebut adalah bagian dari upaya pembangunan kembali perekonomian dunia, khususnya Eropa, yang hancur akibat depresi tahun 1930-an dan Perang Dunia II. Dua dekade kemudian, setelah Eropa pulih, kucuran kredit BD dan IMF dialihkan ke negara-negara berkembang.

Negara penerima kredit diwajibkan melaksanakan program ”penyesuaian struktural”, mencakup privatisasi dan penyunatan anggaran pelayanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan. Menurut dua lembaga ini, program berparadigma neoliberalisme ini adalah pil pahit yang mutlak dibutuhkan sebagai landasan bagi pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan bakal menaikkan taraf hidup masyarakat miskin.

Sayangnya, kenyataan berbicara lain. Kebanyakan negara berkembang malah terjebak dalam utang luar negeri, yang menggerogoti devisa. Saat ini, utang Indonesia yang jatuh tempo dalam APBN 2010 mencapai Rp 129 triliun. Pada 2010, kita harus membayar pokok dan bunga utang sebesar Rp 245 triliun. Diperkirakan, Indonesia akan berutang Rp 268 triliun dan sebagian terbesarnya habis untuk membayar utang.

”Governance”

Sebenarnya, kata kunci permasalahan di BD adalah governance, khususnya berkaitan dengan pertanyaan tentang siapa yang mengambil keputusan dan mengapa. Dari 182 negara anggota, termasuk Indonesia, 19 negara industri memiliki lebih dari 60 persen suara, sementara 122 negara berkembang hanya memiliki sekitar 31 persen suara. Menurut Stiglitz, ”Lembaga-lembaga tersebut bukan sekadar dikuasai negara-negara maju, tetapi terutama oleh kepentingan dunia usaha dan keuangan (Globalization and its Discontents, 2002).”

Sejak krisis Asia, wibawa BD dan IMF merosot tajam. Kritik pun berdatangan, termasuk dari kubu ”kanan”. Laporan Meltzer yang dipublikasikan Kongres AS, misalnya, memuat kritik tajam atas dua lembaga ini sebagai ”penuh rahasia, suka mengancam, dan sama sekali tidak membawa dampak positif (2003).”

Untuk memberi bentuk pada globalisasi agar buahnya bisa dirasakan merata, terutama dibutuhkan revisi mendasar sistem governance BD dan IMF, yaitu struktur kepemimpinan dan pengawasan. Hak suara di IMF dan BD harus diperbarui.

Bagi Indonesia, yang masih dibelenggu krisis, dibutuhkan perbaikan jaringan pengamanan sosial serta penghapusan utang luar negeri. Perekonomian kita dipastikan tidak mungkin menggeliat tumbuh selama, paling tidak, sebagian utang luar negerinya belum dihapus. Selama menjabat Menteri Keuangan, Sri Mulyani telah meningkatkan stok utang Indonesia dari Rp 1.275 triliun (2003) menjadi Rp 1.667 triliun (2009). Sekitar 1 miliar dolar AS berasal dari BD.

Sebenarnya, di awal pemerintahannya yang pertama, dalam pertemuan Financing for Development di New York (14/9/2005), Presiden Yudhoyono pernah mengatakan perlunya pengurangan utang untuk negara-negara berpenghasilan menengah yang sedang berkembang.

Sejalan dengan itu, Menkeu Sri Mulyani dalam pertemuan UNCTAD di Jakarta, Oktober 2006, menyatakan, salah satu kesulitan utama pemerintah mencapai tujuan pembangunan nasional, termasuk MDGs, adalah utang luar negeri. Atas dasar itu, Indonesia akan terus menyuarakan pentingnya penghapusan utang. Kini saatnya, Sri Mulyani sebagai insider di BD menuntut hal tersebut. Semoga!

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/10/04205559/sri.mulyani.dan.reform


IVAN A Hadar Direktur Eksekutif IDe (Indonesian Institute for Democracy Education), Wakil Pemred ”Jurnal Sosial Demokrasi

Bahaya Terselubung dari Mundurnya Sri Mulyani

Oleh: Faisal Basri


Paruh kedua pekan lalu, pasar keuangan Indonesia tertekan. Setelah muncul berita pengunduran diri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, nilai tukar rupiah turun hampir Rp 300 atau sekitar 3 persen terhadap dollar AS. Kemerosotan lebih tajam terjadi di pasar saham. Indeks harga saham gabungan melorot 7,4 persen. Reaksi seketika juga terlihat dari peningkatan imbal hasil obligasi negara.

Pada waktu yang bersamaan, pasar keuangan dunia juga bergejolak. Mendung di Eropa yang dipicu oleh krisis utang Yunani mengempaskan Indeks Dow Jones, yang mengalami kemerosotan mingguan paling tajam sejak Maret 2009.

Kita yakin reformasi telah membuat pelaku pasar domestik kian matang. Pasar tak bereaksi berlebihan. Kita telah cukup berhasil melalui masa-masa sulit.

Yang kita harus lebih peduli adalah bagaimana mempercepat penguatan landasan untuk lebih kokoh lagi menghadapi gejolak, meredam guncangan eksternal, dan mendorong reformasi yang lebih terstruktur dan menyeluruh.

Jika tidak, negara-negara tetangga yang sudah lebih maju akan kian meninggalkan kita, sedangkan negara-negara tetangga yang masih tertinggal akan segera menyalib kita. Lebih baik saja tak cukup!

Di sinilah peran Sri Mulyani sangat menonjol. Yang paling mencolok adalah determinasinya dalam memutuskan saat masa-masa genting, konsistensinya mengawal reformasi birokrasi di kementerian vital yang sarat dengan praktik-praktik kotor, serta keteguhan hatinya mengatakan tidak kepada kekuatan-kekuatan yang kerap merongrong.

Pengakuan internasional terhadap sosok Sri Mulyani sangat tinggi, hampir tanpa cela. Tengok saja pemberitaan media massa asing minggu kemarin. The Wall Sreet Journal menjulukinya ”Top Reformer” dan ”Respected Finance Minister”, Financial Times menyebutnya ”Reform Champion”.

International Herald Tribune menilai kepergian Sri Mulyani ke Bank Dunia dengan kalimat: ”..could be a major setback for a crackdown on graft and tax evasion in Indonesian country, which has the biggest economy of Southeast Asia.”

Dua koran Singapura menurunkan berita yang senada. Bahkan, The Straits Times memuat artikel dengan judul agak provokatif: ”Sri Mulyani: World’s gain, Jakarta’s loss”.

Boleh jadi posisi sebagai salah satu dari tiga Direktur Pelaksana Bank Dunia cukup prestisius dan sekaligus penghargaan ataupun kepercayaan kepada pribadi Sri Mulyani dan Indonesia.

Namun, sejauh pengenalan penulis atas sosok Sri Mulyani, mengemban tugas negara di negeri sendiri merupakan pilihan pertama baginya.

Bukan merupakan kelaziman kalau pejabat aktif setingkat menteri menyeberang ke lembaga internasional. Yang lazim, justru sebaliknya. Bagaimanapun, bagi seorang nasionalis sejati, seperti juga Sri Mulyani, mengabdi kepada negara adalah yang utama. Setelah teruji sukses di negaranya, barulah setelah pensiun ditarik ke lembaga-lembaga internasional untuk berbagi maslahat dengan komunitas dunia.

Oleh karena itu, terasa kontradiktif dan ganjil membaca penggalan berita utama Kompas (6 Mei 2010) berikut: ”Meski menilai Sri Mulyani salah satu menteri terbaik dalam kabinet yang ia pimpin, Presiden Yudhoyono mengizinkan pengunduran diri Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Presiden berharap di posisi barunya Sri Mulyani dapat memperkuat hubungan Bank Dunia dengan negara-negara berkembang”.

Jika Presiden yakin bahwa Sri Mulyani adalah aset berharga bagi bangsa, mengapa Presiden tidak menolak seketika permohonan pengunduran diri Sri Mulyani. Kalaupun ditolak, kita agaknya yakin Sri Mulyani tak akan ”mutung”. Justru ia bangga dan semakin teguh melanjutkan pengabdian karena beroleh penguatan komitmen dukungan dari atasannya.

Akan tetapi, kalau pertimbangan politik yang dominan, benar adanya ucapan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang mengakui bahwa mundurnya Menkeu bisa menjadi faktor penyejuk politik nasional (Kompas, 6 Mei 2010).

Mengabulkan permohonan mundur Sri Mulyani bisa pula merupakan sinyal kurang teguhnya pemimpin tertinggi menghadapi tekanan politik kelompok-kelompok kepentingan yang terganggu kekuatan reformis dan gelombang keniscayaan perubahan. Mereka yang terancam dari comfort zone.

Memang, kita tak memiliki kemewahan untuk menarik garis pemisah yang tegas antara masa otoritarianisme Orde Baru dan masa Reformasi. Akibatnya, kekuatan-kekuatan lama dengan mudah menyusup terang-terangan ke relung-relung kekuasaan. Mereka dengan cepat mengonsolidasikan diri, menghimpun kembali kekuatan. Bahkan, kekuatan mereka sekarang telah berlipat ganda.

Tumpukan utang berganti dengan limpahan kekayaan yang dihimpun dari praktik dwifungsi bentuk baru: penguasa-pengusaha, yang tak lagi berjarak. Dwifungsi yang lebih ”bengis” daripada dwifungsi ABRI.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/10/04584520/bahaya.terselubung.dar

Faisal Basri
Pengamat Ekonomi

Selasa, 11 Mei 2010

ASISTEN AGRONOMI (FIELD ASSISTANT / FA)

Ciliandra Perkasa Group


Ciliandra Perkasa Group is one of the leading oil palm plantation companies in Indonesia. We are an upstream operator with primary business activities in the cultivation and harvesting of oil palms, and the processing of fresh fruit bunches into crude palm oil for local and export sales. Established in 1992, we are one of the fastest-growing plantation companies in the region. Today, we manage more than 100,000 hectares of planted oil palm plantations and operate 8 palm oil mills in Indonesia. Our plantations produced approximately 1.5 million tons of fresh fruits bunches and 368,000 tons of crude palm oil in 2009. Due to our expansion, we require outstanding and high motivated individuals for the following challenging positions :

ASISTEN AGRONOMI (FIELD ASSISTANT / FA)
Kualifikasi :
  • IPK Minimal 2,5 dengan Pendidikan S1 dari :
  • Fakultas Pertanian Jurusan: Agronomi/Budidaya Pertanian, Hama Penyakit Tanaman, Ilmu Tanah, Sosial Ekonomi Pertanian, Teknologi Hasil Pertanian
  • Fakultas Kehutanan Jurusan: Budidaya Hutan, Konservasi Sumber Daya Hutan, Manajemen Hutan
  • Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan: Teknik Pertanian dan Teknologi Hasil Pertanian
  • Fakultas MIPA Jurusan : Biologi
  • Laki-laki, belum menikah, usia maksimal 27 tahun
  • Tidak buta warna
  • Bersedia menjalani ikatan dinas dan penempatan di seluruh wilayah operasional perusahaan (Kalimantan, Riau)

If you meet our requirements, please submit your application together with a detailed resume not later than 14 days after this ad to :

corporate.recruitment@ciliandraperkasa.co.id

atau

CILIANDRA PERKASA GROUP
Wisma 77 lantai 7 Jl. Let. Jend. S. Parman Kav 77
Slipi Jakarta Barat

Ciliandra Perkasa Group


Ciliandra Perkasa Group is one of the leading oil palm plantation companies in Indonesia. We are an upstream operator with primary business activities in the cultivation and harvesting of oil palms, and the processing of fresh fruit bunches into crude palm oil for local and export sales. Established in 1992, we are one of the fastest-growing plantation companies in the region. Today, we manage more than 100,000 hectares of planted oil palm plantations and operate 8 palm oil mills in Indonesia. Our plantations produced approximately 1.5 million tons of fresh fruits bunches and 368,000 tons of crude palm oil in 2009. Due to our expansion, we require outstanding and high motivated individuals for the following challenging positions :



ASISTEN AGRONOMI (FIELD ASSISTANT / FA)
Kualifikasi :


IPK Minimal 2,5 dengan Pendidikan S1 dari :
Fakultas Pertanian Jurusan: Agronomi/Budidaya Pertanian, Hama Penyakit Tanaman, Ilmu Tanah, Sosial Ekonomi Pertanian, Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Kehutanan Jurusan: Budidaya Hutan, Konservasi Sumber Daya Hutan, Manajemen Hutan
Fakultas Teknologi Pertanian Jurusan: Teknik Pertanian dan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas MIPA Jurusan : Biologi
Laki-laki, belum menikah, usia maksimal 27 tahun
Tidak buta warna
Bersedia menjalani ikatan dinas dan penempatan di seluruh wilayah operasional perusahaan (Kalimantan, Riau)



If you meet our requirements, please submit your application together with a detailed resume not later than 14 days after this ad to :

corporate.recruitment@ciliandraperkasa.co.id

atau

CILIANDRA PERKASA GROUP
Wisma 77 lantai 7 Jl. Let. Jend. S. Parman Kav 77
Slipi Jakarta Barat

Kamis, 06 Mei 2010

Lowongan Trainee (Code: TR)

PT Matahari Kahuripan Indonesia (MAKIN Group)

PT Matahari Kahuripan Indonesia (MAKIN Group), is a group of numerous companies in various sectors of agribusiness, including palm oil as our major business, reforestation, timber estate, and clove plantation.
We are now looking for a highly qualified candidate for:
Trainee (Code: TR)
(Sumatera & Kalimantan)
REQUIREMENT
  • Bachelor degree, majoring in Accounting, Agronomy, Mechanical Engineering, Electrical Engineering, Chemical Engineering, Civil Engineering, and Industrial Engineering.
  • Fresh graduate are welcome to apply
  • To be placed in Sumatera and Kalimantan (Camp/ Site)

Please send your application to:

HRD DEPARTMENT
PT MATAHARI KAHURIPAN INDONESIA
Jl. KH Wahid Hasyim Kav. 188–190
Jakarta Pusat 10250

or via email (in PDF format & maximum 300 KB) to:

hrd@makingroup.com

(Please put the code on the subject.)

Lowongan Asisten Kebun (AK)

HPI-AGRO sebagai salah satu perusahaan afiliasi dengan PT Djarum adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri kepala sawit dengan areal lahan yang tersebar di wilayah Kalimantan. HPI-AGRO hingga saat ini telah menunjukkan keseriusan komitmennya melalui berbagai usaha, dimulai dari pencarian lahan, menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan masyarakat, hingga mengutamakan prinsip Good Agricultural Practice dalam pengelolaan operasional kebunnya.

Asisten Kebun (AK)
(Jakarta Raya, Kalimantan Barat)

Responsibilities:


Bertanggung jawab mengimplementasikan Good Agricultural Practice dalam proses pembukaan lahan, pembibitan, pemupukan, serta perawatan dan pemberantasan hama penyakit tanaman

Requirements:
  • Bersedia ditempatkan di Kalimantan Barat
  • Usia min. 26 tahun dan max. 35 tahun
  • Pendidikan S1 Pertanian / Ilmu Tanah / Hama Penyakit Tanaman, IPK min. 2,75
  • Pengalaman min. 2 tahun di posisi yang sama, lebih disukai dari perusahaan perkebunan terkemuka
  • Memiliki fisik/jasmani yang sehat dan prima, kemampuan adaptasi, jiwa kepemimpinan, dan kerjasama tim yang baik

Kirimkan lamaran Anda ke e-mail:

recruitment.center@hpi-agro.com.
Tuliskan posisi yang Anda lamar sebagai subjek e-mail.

Lowongan Asisten Kebun - Trainee (AKT)

HPI-AGRO sebagai salah satu perusahaan afiliasi dengan PT Djarum adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri kepala sawit dengan areal lahan yang tersebar di wilayah Kalimantan. HPI-AGRO hingga saat ini telah menunjukkan keseriusan komitmennya melalui berbagai usaha, dimulai dari pencarian lahan, menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan masyarakat, hingga mengutamakan prinsip Good Agricultural Practice dalam pengelolaan operasional kebunnya.


Asisten Kebun - Trainee (AKT)
(Kalimantan Barat)

Responsibilities:


Bertanggung jawab mengimplementasikan Good Agricultural Practice dalam proses pembukaan lahan, pembibitan, pemupukan, serta perawatan dan pemberantasan hama penyakit tanaman

Requirements:
  • Bersedia ditempatkan di Kalimantan Barat
  • Bersedia menjalani masa training selama 6 bulan dan ikatan dinas selama 2 tahun
  • Usia max. 25 tahun
  • Pendidikan S1 Pertanian / Ilmu Tanah / Hama Penyakit Tanaman, IPK min. 2,75
  • Memiliki fisik/jasmani yang sehat dan prima, kemampuan adaptasi, jiwa kepemimpinan, dan kerjasama tim yang baik

Kirimkan lamaran Anda ke e-mail:

recruitment.center@hpi-agro.com.

Tuliskan posisi yang Anda lamar sebagai subjek e-mail.

HPI-AGRO sebagai salah satu perusahaan afiliasi dengan PT Djarum adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri kepala sawit dengan areal lahan yang tersebar di wilayah Kalimantan. HPI-AGRO hingga saat ini telah menunjukkan keseriusan komitmennya melalui berbagai usaha, dimulai dari pencarian lahan, menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan masyarakat, hingga mengutamakan prinsip Good Agricultural Practice dalam pengelolaan operasional kebunnya.



Asisten Kebun - Trainee (AKT)
(Kalimantan Barat)


Responsibilities:


Bertanggung jawab mengimplementasikan Good Agricultural Practice dalam proses pembukaan lahan, pembibitan, pemupukan, serta perawatan dan pemberantasan hama penyakit tanaman

Requirements:


Bersedia ditempatkan di Kalimantan Barat
Bersedia menjalani masa training selama 6 bulan dan ikatan dinas selama 2 tahun
Usia max. 25 tahun
Pendidikan S1 Pertanian / Ilmu Tanah / Hama Penyakit Tanaman, IPK min. 2,75
Memiliki fisik/jasmani yang sehat dan prima, kemampuan adaptasi, jiwa kepemimpinan, dan kerjasama tim yang baik

Kirimkan lamaran Anda ke e-mail: recruitment.center@hpi-agro.com.
Tuliskan posisi yang Anda lamar sebagai subjek e-mail.

Senin, 03 Mei 2010

Pendidikan: Kanibalisasi UU BHP

Oleh: Darmaningtyas


Pemerintah, ceq Kementerian Pendidikan Nasional, sedang menyiapkan regulasi baru sektor pendidikan sebagai pengganti Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi. Adapun bentuk regulasi masih bersifat polemis: perpu, UU, atau peraturan pemerintah.

Para rektor perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi badan hukum milik negara (PT BHMN) mengusulkan peraturan itu dalam bentuk perpu yang kelak dapat disahkan menjadi UU sehingga menjadi lebih kuat. Sebaliknya, penulis mengusulkan dalam bentuk PP sebagai turunan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003.

Berdasarkan pemaparan Kementerian Pendidikan Nasional kepada sejumlah rektor PTN dan PT BHMN di Jawa (25/4/2010), apa pun bentuk peraturan yang akan diajukan ke Presiden, roh (substansi)-nya sama dengan UU Badan Hukum Pendidikan (BHP), hanya bungkus yang berganti. Rancangan regulasi ini merupakan kanibalisasi dari UU BHP yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu terlihat dari kerangka (sistematika) perpu/RUU/PP yang dipaparkan.

Istilah kanibalisasi dalam tulisan ini merujuk pada Kamus Bahasa Indonesia yang disusun Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja, yaitu pembongkaran bagian-bagian (onderdil dan sebagainya) tidak untuk merusak, tetapi memperoleh bagian-bagian yang masih dapat berfungsi dan dipakai di bagian lain. Apa yang dipaparkan Kementerian Pendidikan Nasional itu jelas merupakan bentuk kanibalisasi dari UU BHP. Hanya ada perubahan redaksional saja, terutama menyangkut pengaturan keberadaan yayasan, perkumpulan, badan wakaf, atau badan hukum lain sejenis yang selama ini menyelenggarakan pendidikan.

Kanibalisasi UU BHP itu menunjukkan pemerintah tak rela atas pembatalan UU BHP oleh MK sehingga berupaya tetap menghidupkan roh (BHP) dengan jasad berbeda. Ini hanya manipulasi terminologi saja. Cara itu ditempuh pemerintah karena di satu sisi tidak mau dituduh melanggar putusan MK, di sisi lain mereka juga tidak ingin dipermalukan atas pembatalan UU BHP. Mereka sudah telanjur teken kontrak dengan Bank Dunia melalui Proyek Pengembangan Relevansi dan Efisiensi Pendidikan Tinggi untuk mewujudkan UU BHP paling lambat tahun 2010.

Kecurigaan akan terjadi kanibalisasi UU BHP sudah muncul sejak 31 Maret 2010 ketika MK memutuskan pembatalan UU BHP. Beberapa SMS yang masuk ke penulis mengingatkan jangan lengah dengan ”kemenangan” karena pemerintah pasti segera akan membuat aturan sejenis, hanya bungkusnya saja yang berbeda. Kecurigaan mereka itu sekarang terbukti di lapangan.

Menolak kanibalisasi

Mencermati pemaparan Kementerian Pendidikan Nasional mengenai draf regulasi baru bidang pendidikan pengganti UU BHP yang akan disodorkan kepada Presiden, yang ternyata berupa kanibalisasi UU BHP, maka usulan regulasi baru tersebut perlu dicermati dan sekaligus disikapi secara tegas sejak dini sebelum telanjur membuang energi yang terlalu banyak dan sia-sia saja. Para penolak UU BHP jelas menolak rencana kanibalisasi tersebut. Diharapkan, Presiden pun perlu hati-hati dalam menentukan pilihan karena kemungkinan terjadi eskalasi penolakan secara masif akan lebih besar dibandingkan dengan penolakan terhadap RUU BHP.

Menghadapi RUU BHP dulu, suara mahasiswa tidak solid karena sangat dipengaruhi oleh seniornya di parlemen. Namun, setelah ada pembatalan UU BHP oleh MK, suara mereka lebih solid sehingga upaya-upaya untuk menghidupkan kembali roh UU BHP akan dihadapi dengan gerakan yang lebih keras dan masif dibandingkan dengan penolakan terhadap RUU BHP dulu.

Mengingat yang terjadi kekosongan hukum hanya pada ketujuh PT BHMN, langkah yang paling bijak adalah mengembalikan PT BHMN menjadi PTN milik publik yang dapat diakses semua warga, yang cukup diatur dengan PP yang merupakan turunan dari UU Sisdiknas, bukan justru menghidupkan kembali roh UU BHP yang sudah dimatikan MK. Menghidupkan kembali UU BHP dengan jasad baru berpotensi menimbulkan ketegangan di masyarakat yang akhirnya membuang energi dan biaya secara sia-sia.

Pemerintah perlu menyadari kekeliruannya dan kemudian membuka ruang dialog dengan masyarakat luas untuk merumuskan regulasi baru sektor pendidikan yang dapat menjamin hak-hak warga untuk memperoleh layanan pendidikan secara baik dan biayanya terjangkau.

Kritik terbanyak terhadap PT BHMN selama ini adalah cenderung merampas hak orang miskin untuk dapat mengakses pendidikan tinggi terbaik di negeri ini akibat dari kebijakan penerimaan mahasiswa baru yang didasarkan pada besaran uang sebagai penentu diterima/tidaknya seseorang di suatu PT BHMN. Oleh sebab itu, langkah pengembalian PT BHMN menjadi PTN itu jauh lebih bijak. Bila kendala pengembangan PTN adalah keterbatasan dana dan kekakuan di dalam penggunaan anggaran negara bukan pajak, pemerintah perlu menambah anggaran khusus untuk PTN dan mengubah UU Keuangan, khususnya yang mengatur mengenai penggunaan anggaran oleh lembaga-lembaga pemerintah yang menjalankan pelayanan umum, seperti pendidikan dan kesehatan, termasuk PTN.

Tak ada salahnya perguruan tinggi yang bagus mendapat alokasi dana besar dari negara karena mereka menjalankan tugas mulia mencerdaskan kehidupan dan menyiapkan calon-calon pemimpin bangsa. Argumentasi bahwa pemerintah tidak mempunyai dana untuk membiayai pendidikan tinggi tidak sepenuhnya dapat diterima. Terbukti dalam RAPBN 2011 subsidi khusus untuk energi saja mencapai Rp 148 triliun, padahal subsidi itu terbesar dinikmati oleh golongan menengah ke atas.

Lebih baik subsidi untuk sektor energi itu dipotong dan dialihkan untuk anggaran pendidikan, termasuk PTN. Dengan menaikkan anggaran pendidikan untuk PTN, semua PTN termasuk PT BHMN yang sudah kembali ke PTN dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi yang berkualitas internasional dan memberikan gaji tinggi kepada dosen, termasuk guru besar, tanpa harus membebani masyarakat lagi dengan uang masuk tinggi. Sungguh ironis di negeri ini, gaji seorang profesor doktor justru jauh lebih rendah daripada gaji tukang pungut (pajak).

Jadi, baik untuk membuat PTN yang bagus dan bertaraf internasional maupun otonom tidak harus mengubah PTN menjadi PT BHMN atau badan layanan umum, apalagi harus membuat UU baru, tetapi cukup dengan kemauan politik yang diimplementasikan melalui PP dan peningkatan anggaran pendidikan dari pemerintah.

Sikap pemerintah yang tetap ngotot menghidupkan roh UU BHP itu menunjukkan komitmen pemerintah bukan pada peningkatan mutu PTN dan penjaminan hak warga atas pendidikan tinggi, melainkan kesetiaan kepada Bank Dunia untuk mewujudkan UU BHP paling lambat tahun 2010 ini. Oleh karena jasad UU BHP sudah dimatikan MK, rohnyalah yang dihidupkan kembali agar tidak dipersalahkan Bank Dunia. Mengingat kesetiaan kepada Bank Dunia lebih diutamakan daripada mengabdi bagi kepentingan warga, kanibalisasi UU BHP itu harus ditolak secara dini.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/03/0443515/kanibalisasi.uu.bhp


Darmaningtyas Penulis Buku ”Tirani Kapital dalam Pendidikan, Menolak UU BHP” dan Pengurus Majelis Luhur Tamansiswa

Pasar investasi belum bubble

Oleh: Rosady T. A. Montol



Pasar investasi Indonesia menggembirakan, kenaikan IHSG terus mencatat rekor. Bukan hanya itu, harga obligasi juga meningkat, capital inflow pun mengalir deras, efeknya rupiah menguat tajam. Banyak kalangan mulai khawatir kemungkinan bubble di mana harga telah overpriced atau terlampau mahal dan ada potensi penurunan harga secara drastis. Berbagai institusi keuangan dunia pun ikut memberi prediksi dengan analisis yang beragam. Akibatnya, spekulasi makin panas.

Pertanyaannya, apakah benar pasar investasi di Tanah Air sudah mendekati bubble?

Untuk menjawabnya, ada baiknya kita menelaah terlebih dahulu fenomena yang melatarbelakangi penguatan ini.

Fenomena pertama, ekspektasi kebangkitan ekonomi dan optimisme pasar. Setelah terpuruk dalam jurang krisis, ekonomi AS mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Membaiknya beberapa indikator ekonomi AS diantaranya PDB, inflation, retail sales, market confidence, telah mendongkrak optimisme pasar, meskipun di tengah harga perumahan dan tingkat pengangguran yang belum pulih.

Membaiknya ekonomi AS memicu naiknya permintaan produksi global yang memberikan efek domino bagi perdagangan internasional. Produktivitas manufaktur bergeliat, konsumsi energi dan komoditas naik, belum lagi dampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan konsumsi dunia yang terdongkrak.

Seakan mendapatkan darah segar, pelaku pasar optimistis dan makin agresif dalam berinvestasi dengan memburu investasi high risk- high return yang notabene memberi imbal hasil dan risiko tinggi.

Kedua, perubahan strategi portofolio. Meningkatnya optimisme pasar keuangan dunia mengubah strategi investasi global.

Fund manager yang sebelumnya melakukan aksi flight to safety dengan mengamankan portofolionya di high quality instrument seperti US Treasury yang dianggap sebagai investasi paling aman di dunia, kini berpaling pada high yield instrument.

Komoditas dan saham menjadi pilihan penempatan investasi yang terkonfirmasi dengan naiknya harga energi/komoditas dan harga saham dunia.

Kondisi di atas tentunya sangat menguntungkan bagi negara-negara emerging market yang memiliki korelasi kuat terhadap komoditas seperti Indonesia.

Didukung oleh fundamental ekonomi dan situasi polkam yang stabil serta ekspektasi memasuki peringkat investment grade tahun ini membuat Indonesia menjadi salah satu outlet investasi yang paling diburu dibandingkan peers country lainnya di Asia Tenggara.

Cukup diuntungkan

Sebagai negara berbasis komoditas, Indonesia cukup diuntungkan dengan situasi global saat ini. Ekspektasi positif di pasar komoditas memberi underlying yang kuat terhadap pasar investasi di Indonesia.

Lihat saja saham-saham di BEI yang sebagian besar berbasis komoditas, kondisi yang relevan dengan julukan IHSG sebagai commodity based index. Artinya, ada korelasi positif antara IHSG dan harga komoditas global. Membaiknya harga komoditas global akan berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan yang listed di BEI yang pada akhirnya mengangkat harga IHSG.

Kondisi yang menguntungkan bagi pasar investasi Indonesia secara keseluruhan, capital inflow cukup deras mengalir. Obligasi dan SBI juga diburu investor membuat pasar investasi kita kembali bergairah. Rupiah menguat tajam seiring dengan derasnya capital inflow yang bersinergi dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang makin solid.

Kita telaah fenomena ketiga, yakni kekhawatiran pelaku pasar. Mudah disimpulkan, pulihnya pasar investasi terkait dengan optimisme kebangkitan pasar global. Dalam perkembangannya, ada beberapa hal yang mulai mengusik kepercayaan pasar dan dikhawatirkan menjadi pemicu berbaliknya arah pergerakan pasar yang sudah membaik, antara lain masih labilnya ekonomi AS meski PDB telah pulih.

Tingginya pengangguran AS menjadi ganjalan bagi ekonomi AS yang bertopang pada konsumsi. The Fed masih menjaga suku bunga rendah di level 0.25%, sementara bailout dan unconventional policy masih dilakukan, menunjukkan ekonomi AS belum dilepas ke mekanisme pasar normal.

Faktor lain yang dikhawatirkan menjadi pemicu berbaliknya arah pergerakan pasar yang sudah membaik ialah Yunani dan contagion effect.

Masalah defisit anggaran yang dialami Yunani dan beberapa negara di Eropa juga menjadi ganjalan. Sovereign risk atau risiko terkait dengan kemampuan untuk membayar kewajiban atas penerbitan obligasi suatu negara dikhawatirkan menular (contagion effect) ke negara Euro Zone (EZ) lainnya mengingat negara-negara di Eropa memiliki banyak kesamaan dari sisi karakteristik dan size ekonomi.

Faktor lainnya adalah China, overheated, dan global imbalance.

AS cukup intensif dalam menyerukan revaluasi yuan, terkait dengan isu global imbalance di mana negara-negara Asia mendominasi perdagangan dunia.

Overheated juga dikhawatirkan terkait dengan pertumbuhan ekonomi China yang cepat. Strategi nilai tukar adalah isu krusial yang menjadi poin penting dalam menggenjot ekspor untuk menunjang pertumbuhan ekonomi China. Apabila saluran ekspor tersumbat, maka terjadi overheated di tengah pertumbuhan aktivitas manufaktur yang sangat tinggi.

Namun demikian, kekhawatiran-kekhawatiran di atas tidak perlu berlebihan. Berikut beberapa analisis terkait dengan kondisi di atas.

Pertama, pengangguran AS diperkirakan membaik pada semester II/2010 seiring dengan pulihnya penyerapan tenaga kerja. Data nonfarm payroll AS atau pembayaran gaji di luar sektor pertanian yang meningkat menjadi sinyal positif bagi penyerapan tenaga kerja AS. Hampir dipastikan, ekonomi yang mulai ekspansi akan memberi peluang terciptanya lapangan kerja di AS.

Kedua, meski masih menjadi isu hangat saat ini, kekhawatiran terhadap sovereign risk Yunani dan beberapa negara EZ lainnya diperkirakan sudah mulai bottoming. Komitmen IMF dan European Union yang didukung oleh negara-negara utama Eropa boleh membuat para investor lega.

Ketiga, bagi China, strategi nilai tukar merupakan harga mati untuk melindungi ekonominya. China akan menghadapi propaganda AS dengan cara diplomatis. Dengan demikian, ekspor terlindungi dan isu overheated tereliminasi. Kekuatan ekonomi China yang menggurita didukung oleh cadangan devisa serta kepemilikan US Treasury yang dominan membuat China punya bargaining position yang kuat menghadapi tekanan barat.

Dari paparan di atas, berikut beberapa pesan penting yang bisa menjadi catatan.

Pertama, tren pemulihan ekonomi dunia diperkirakan terus berlangsung sepanjang 2010 di mana AS masih menjadi lokomotif. Adapun ganjalan di atas yang masih diperdebatkan akan berangsur pulih seiring dengan kuatnya optimisme pasar.

Kedua, naiknya tren kepercayaan pasar tampaknya masih berlanjut sepanjang 2010. Dengan demikian, risk appetite masih berlanjut dimana arus investasi ke high risk asset dan emerging market diperkirakan masih terus berlangsung sepanjang 2010.

Ketiga, permintaan energi dan komoditas diperkirakan naik seiring dengan peningkatan aktivitas manufaktur. Ini kabar baik bagi Indonesia dan IHSG terkait dengan posisi Indonesia sebagai commodity link country.

Dari uraian yang dikemukakan di atas, kesimpulan penting yang cukup melegakan adalah bahwa tren pertumbuhan ekonomi global memberi stimulus positif bagi investasi di Indonesia.

Membaiknya optimisme pasar global yang mendorong pelaku pasar berinvestasi di emerging market yang bersinergi dengan baiknya fundamental ekonomi Indonesia masih menjadi underlying pertumbuhan pasar investasi di tanah air sepanjang 2010. Dengan demikian, pasar investasi di Indonesia masih jauh dari bubble.

URL Source: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL

Rosady T. A. Montol
Economist /Head of Global Market Research Bank BNI

Memaknai Hubungan Industrial

Oleh: Indra Suhendra


Masih banyaknya kasus pelanggaran oleh pengusaha dan seringnya tindakan anarkis buruh adalah cermin buruk hubungan industrial di Indonesia.

Hubungan industrial berunsur dua pihak (bipartit), yakni pengusaha atau asosiasi pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja. Secara tradisional hubungan pekerja-pengusaha seperti relasi dua kutub kepentingan yang berseberangan, padahal titik tolaknya sama: prinsip ekonomi. Pengusaha, dengan modal sekecil-kecilnya ingin hasil maksimal. Pekerja ingin gaji dan kesejahteraan sebesar-besarnya dengan tenaga dan waktu minimal.

Sebagai pemilik modal banyak pengusaha jadi abai terhadap hak-hak pekerja, tak taat hukum, tidak mengedepankan dialog, dan alergi terhadap serikat pekerja (anti-union). Padahal, hak berserikat adalah hak asasi dan hak konstitusional warga negara. Keberadaannya dijamin Pasal 28 UUD 1945, juncto UU No 21/ 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, juncto Konvensi ILO No 87/1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (diratifikasi Keppres No 83/1998).

Antiserikat pekerja, menurut Pasal 43 UU No 21/2000, termasuk tindak pidana kejahatan (Ayat 2), dengan ancaman sanksi kurungan 1-5 tahun dan atau denda Rp 100 juta-Rp 500 juta (Ayat 1).

Jumlah tenaga kerja yang tidak berbanding lurus dengan lapangan kerja menciptakan pengangguran. Ini membuat posisi tawar buruh lemah dan jadi alat pengusaha menindas pekerja.

Di sisi lain, masih ada buruh yang ingin menang sendiri: terus menuntut tanpa logika serta menutup mata terhadap kesulitan pengusaha. Jadilah stigma negatif yang mengendap di benak pengusaha. Kelemahan lain buruh adalah kurang bersatu.

Lemahnya fungsi pengawasan pemerintah sebagaimana diamanatkan Pasal 40 UU No 21/2000 dan Pasal 176 UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan ikut menyumbang kusutnya perburuhan.

Masalah buruh kerap dituding sebagai penyebab utama investor hengkang. Padahal, menurut Bank Dunia, faktor tenaga kerja di urutan ke-8 dari sembilan faktor penghambat investasi.

Dialektika dua pihak

Kondisi sosial di Indonesia tak bisa disamakan dengan Uni Soviet pada 1917, saat pertentangan kelas tumbuh subur dan melahirkan Revolusi Oktober:

kaum Bolshevik melenyapkan para borjuis. Hubungan mereka saling menegasikan dan menguasai.

Di Indonesia, tidak bisa diterapkan kapitalisme dan sosialisme murni. Karena itu, tanpa perubahan keadaan, konflik antarkelas bisa mengarah ke perang antarkelas yang rumit.

Sikap solutif dalam hubungan industrial adalah dengan mengkaji ulang visi dan paradigma yang sudah usang. Setiap pihak harus memandang pihak lain sebagai mitra dan buruh tidak dianggap sebagai alat produksi semata sehingga terjadi proses memanusiakan manusia.

Setiap pihak harus menyadari bahwa masing-masing punya kekurangan dan kelebihan sehingga hubungan keduanya lebih untuk saling melengkapi. Maka, visi ”aku” harus jadi ”kita”.

Idealnya, hubungan industrial adalah dialektika antara pekerja dan pemberi kerja. Hubungan industrial harus mencerminkan sintesis dari dua tesis kepentingan pekerja-pengusaha.

Dialektika pekerja-pengusaha tak mungkin terwujud tanpa masing-masing pihak mengganti pandangan lama dengan pandangan baru yang rasional, berbasis hukum, dan berdasarkan kemanusiaan. Pandangan baru akan menghadirkan sikap saling menghargai (mutual respect), saling pengertian (mutual understanding), saling percaya (mutual trust), dan keduanya sama-sama diuntungkan (mutual benefit).

Tak akan ada lagi letupan-letupan ketidakpuasan dalam bentuk kekerasan yang berlebihan. Semua masalah bisa dicarikan penyelesaian secara arif di meja perundingan. Para pihak harus meyakini masih ada irisan yang sama di antara keduanya sehingga hubungan industrial tak berhenti pada setumpuk klausul undang-undang.

Hukum positif

Walau dalam pelaksanaan hubungan industrial muncul perselisihan (dispute) dengan segala kelemahannya, perangkat hukum positif akan menuntun ke arah penyelesaian.

Pekerja dan pengusaha boleh menempuh proses mediasi, konsiliasi, atau arbitrasi, bahkan mengajukan perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan kemudian ke Mahkamah Agung (UU No 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial). Namun, hal itu mensyaratkan perundingan bipartit lebih dahulu sebagaimana Pasal 151 UU No 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan. Intinya, penyelesaian dua pihak pelaku hubungan industrial lebih diutamakan.

Kita harus percaya tak semua pengusaha arogan, masih banyak yang berhati nurani. Kita juga harus yakin pekerja adalah manusia yang perlu sentuhan, tidak semata gaji dan kesejahteraan.

Hubungan baik akan melahirkan kemajuan bersama dalam perusahaan. Masalah ketenagakerjaan tidak lagi jadi momok bagi investor. Investasi yang sehat dalam hubungan kerja yang harmonis pada gilirannya akan memajukan perekonomian.

Jika pengusaha dan pekerja terus konflik, tak ada yang untung. Pengusaha jadi arang, pekerja jadi abu. Tangan mengepal tak bisa bersalaman dan kedua pihak akan terjebak dalam kerja sama yang semu dan rapuh.

Kata kuncinya memang introspeksi para pihak dan mengkaji ulang paradigma negatif masing-masing terhadap mitranya. Seperti Socrates, saya yakin bahwa hidup yang tertutup untuk dikaji ulang adalah hidup yang tak layak dihayati.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/01/03504244/memaknai..hubungan.ind


Indra Suhendra Wakil Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI)

Nasib Buruh Kembali Ditanyakan

Oleh: Anung Wendyatarka


Sampai saat ini belum tampak suatu terobosan signifikan terhadap perbaikan nasib buruh di negeri ini. Di satu sisi, hak-hak dasar yang dimiliki kaum buruh masih dirasakan kurang memadai. Di sisi lain, para buruh sendiri pun tampak gamang dalam menilai eksistensi mereka.

Kesimpulan semacam ini terungkap dari hasil jajak pendapat Kompas yang dilakukan pada 27-29 April 2010. Terungkap betapa minimnya apresiasi publik terhadap pemerintah dalam soal nasib jutaan pekerja di negeri ini. Tidak kurang dari dua pertiga (66,5 persen) responden menilai peran pemerintah dalam hal memberikan jaminan sosial, seperti yang dituntut buruh dalam peringatan Hari Buruh Internasional tahun ini, dianggap masih belum memadai.

Jika dielaborasi, semua ketidakpuasan tecermin dalam penilaian terkait dengan hak-hak dasar buruh. Dalam soal kebijakan penetapan upah minimum, yang selalu menjadi perdebatan antara pekerja dan pemberi kerja, misalnya, tak kurang dari dua pertiga (69,7 persen) responden menilai kiprah pemerintah dalam menentukan upah minimum bagi buruh dianggap masih belum memadai.

Penentuan upah minimum ini memang selalu menjadi persoalan tarik-menarik antara kepentingan pengusaha dan pekerja. Pengusaha akan selalu berusaha menekan serendah mungkin nilai upah pekerja dengan berbagai alasan, seperti menekan komponen biaya agar produknya bisa lebih kompetitif di pasar atau agar pengusaha tetap bisa menjalankan usaha. Sementara pekerja akan selalu menuntut upah yang layak sesuai dengan ekspektasi mereka. Di sinilah peran pemerintah sangat diperlukan untuk menjembatani kedua kepentingan tersebut, yang saat ini masih dinilai kurang memadai.

Reformasi tak berbuah

Tidak hanya dalam menentukan upah minimum dan memberikan jaminan sosial peran pemerintah dinilai belum memadai oleh publik, tetapi juga dalam hal memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja. Tampak begitu tinggi proporsi responden (79,9 persen) yang menilai peran pemerintah kurang memadai dalam memberikan perlindungan terhadap buruh migran, seperti tenaga kerja Indonesia. Berbagai kasus penipuan, pemerasan, kekerasan, hingga kematian yang acap kali menimpa buruh migran selama ini menjadi bukti rendahnya perlindungan dari pemerintah terhadap mereka.

Penilaian semacam ini tampaknya tidak berbeda jauh dengan kondisi sebelumnya. Penilaian ketidakpuasan terhadap peran pemerintah dalam proporsi yang tidak berbeda jauh sudah terekam pada bulan Mei 2007. Saat itu hasil jajak pendapat yang dilakukan harian ini juga menampilkan pandangan sekitar dua pertiga bagian responden yang menganggap kurang memadainya upaya pemerintah dalam memperbaiki nasib buruh atau memberikan perlindungan kepada buruh. Dengan kondisi demikian, dapat dikatakan tidak ada perbaikan yang dipersepsikan publik terjadi pada kalangan buruh di negeri ini.

Menjadi lebih ironis jika memandang bahwa ketidakpuasan ini terjadi saat era reformasi tengah berlangsung. Sebagaimana diketahui, awal Mei ini adalah tahun ke-12 peringatan Hari Buruh Sedunia selepas penguasaan rezim Orde Baru yang dinilai tidak bersahabat terhadap gerakan buruh.

Selepas penguasaan rezim lama, terkukuhkan tonggak penting bagi perjalanan gerakan buruh di Indonesia. Bagaimana tidak, pada tahun 1998 pemerintahan Presiden BJ Habibie akhirnya meratifikasi beberapa konvensi Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) yang tampak pro terhadap gerakan buruh. Salah satunya adalah ratifikasi Konvensi Nomor 87 lewat Keputusan Presiden Nomor 83 Tahun 1998 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi bagi Buruh atau Pekerja.

Kendati sudah 12 tahun buruh menikmati kebebasan dalam berserikat, berbagai kasus pemasungan terhadap serikat buruh dan pengurusnya oleh pengusaha maupun pemihakan pemerintah terhadap kepentingan pengusaha dalam kasus-kasus buruh masih sering terjadi. Oleh karena itu, tidak mengherankan pula apabila responden yang menilai pemerintah masih belum memadai dalam menjamin hak dan berorganisasi bagi buruh masih dominan (55,2 persen).

Di sisi lain, kungkungan permasalahan hubungan industrial yang umumnya dinilai merugikan buruh juga masih bermunculan. Pemberlakuan sistem kerja kontrak atau outsourcing, misalnya, yang dilegalkan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kini semakin umum berlangsung. Sistem demikian di satu sisi menguntungkan pengusaha karena perusahaan menjadi lebih efisien, dapat mengurangi biaya produksi dengan tidak perlu mengeluarkan biaya-biaya karyawan.

Namun, di sisi lain, buruh dirugikan dengan tidak adanya jaminan status kerja. Hal ini seperti yang dikatakan Karl Marx bahwa dalam kapitalisme segi pembagian hasil produksi industri, upah ada di satu pihak dan laba di lain pihak. Obyek-obyek materiil yang diproduksi disejajarkan dengan si buruh itu sendiri. Buruh teralienasi dari hasil kerjanya sendiri (Giddens, 1985).

Kegamangan identitas

Apabila di sisi eksternal buruh dinilai kurang mendapat dukungan, kecenderungan yang sama juga tampak di sisi internal buruh sendiri. Saat ini, salah satu persoalan yang menghambat perkembangan gerakan buruh di Indonesia adalah masih rendahnya kesadaran dan solidaritas dari para pekerja sendiri.

Kondisi semacam ini terungkap dari hasil jajak pendapat Kompas. Dari semua responden, yang bekerja hampir 70 persennya, menyatakan bahwa di tempatnya bekerja saat ini tidak terdapat serikat pekerja atau organisasi pekerja. Yang menyatakan telah menjadi anggota serikat pekerja atau organisasi pekerja lain sekitar 23 persen dari seluruh responden pekerja. Ironisnya, ketika ditanya perlu atau tidaknya ada organisasi pekerja di lingkungan kerja mereka, sebagian besar (56,9 persen) responden pekerja menjawab perlu. Alasannya, menurut mereka, organisasi pekerja itu bermanfaat bagi pekerja.

Kondisi ini memang paradoks, di satu sisi pekerja menganggap perlu adanya organisasi pekerja, tetapi di sisi lain justru sebagian besar dari mereka terlihat enggan terlibat menjadi anggota atau pengurus apalagi membentuk serikat pekerja di lingkungan kerjanya. Padahal, dengan adanya UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh, pekerja bebas untuk membentuk serikat pekerja walau hanya dengan 10 pekerja.

Gugatan terhadap kesadaran pekerja ini bisa jadi terlihat pula dari masih gamangnya para responden yang bekerja dalam mendefinisikan status mereka. Hasil jajak pendapat ini mengungkapkan sebagian besar (45,2 persen) responden yang bekerja lebih suka mengidentikkan dirinya sebagai karyawan ketimbang sebagai buruh atau pekerja.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/03/0444407/mimpi.indonesia


Anung Wendyartaka
Litbang Kompas

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...