Selasa, 30 Maret 2010

Makelar Kasus Pajak: Apa Kata Dunia?

Oleh: Febri Diansyah


Hari gini tidak bayar pajak! ”Apa kata dunia?” Slogan resmi imbauan membayar pajak ini mungkin akan dibaca secara sinis pascakasus dugaan mafia pajak terungkap.

Seorang pegawai biasa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak diduga memiliki rekening mencurigakan hingga Rp 25 miliar, tinggal di rumah mentereng, gonta-ganti mobil mewah, dan bahkan ”kabur” ke luar negeri.

Masih di Ditjen Pajak, beberapa waktu sebelumnya, mantan pejabat eselon I institusi ini juga tercatat punya kekayaan luar biasa. Sekitar 97,6 persen kekayaannya ditengarai berasal dari hibah. Satu-satunya kemiripan yang bisa diamati publik adalah kepemilikan kekayaan yang rasa-rasanya tidak masuk akal dengan penghasilan sebagai pegawai ataupun pejabat publik di Ditjen Pajak.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengklasifikasi kekayaan tersebut berdasarkan tahun dan jabatan pada saat hibah diterima. Muncul data yang menakjubkan. Hibah tertinggi diperoleh ketika menjabat sebagai Pemeriksa Pajak (hampir Rp 15,2 miliar) dan Kepala Seksi Keberatan Kantor Pajak (Rp 8,69 miliar). Apakah semua pejabat dan pegawai institusi ini memiliki kekayaan luar biasa?

Memang tidak fair jika kontroversi beberapa orang di Ditjen Pajak digeneralisasi. Akan tetapi, akan lebih melukai rasa keadilan publik jika tidak dilakukan reformasi yang lebih konkret di Ditjen Pajak. Terutama karena lembaga ini merupakan fondasi penting pembiayaan penyelenggaraan negara dan pelayanan masyarakat.

Terapi kejut

Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan (dulu: Departemen Keuangan) yang hanya ditekankan pada ”kenaikan penghasilan” atau remunerasi ternyata gagal jika tidak diikuti dengan pengawasan, penjatuhan sanksi yang berat, dan penegakan hukum. Karena pascareformasi birokrasi dicanangkan, potret buram penyimpangan bukan hanya terjadi kali ini. Sebelumnya, di Ditjen Bea dan Cukai, bahkan KPK menemukan langsung praktik korupsi dan pungutan liar.

Dua catatan ini setidaknya semakin meyakinkan kita bahwa reformasi dengan simplifikasi remunerasi hanyalah menghasilkan imajinasi perbaikan. Karena pada kenyataannya, praktik penyimpangan dan korupsi tetap terjadi. Di Minangkabau, istilah yang tepat untuk menggambarkan realitas ini adalah adagium ”rancak di labuah”. Sesuatu yang terlihat baik dan elok dari luar, tetapi meruyak dan busuk di dalam. Karena itulah, kita butuh sesuatu yang lebih konkret. Apa?

Konvensi internasional mengenal norma memperkaya diri secara tidak sah. Pasal 20, UN Convention Against Corruption, 2003 (UNCAC), menyebutkan, ”illicit enrichment, that is, a significant increase in the assets of a public official that he or she cannot reasonably explain in relation to his or her lawful income.” Konvensi PBB yang sudah diratifikasi Indonesia tahun 2006 ini mewajibkan negara pihak untuk mengatur illicit enrichment sebagai tindak pidana. Karena peningkatan kekayaan yang tidak masuk akal jika dibandingkan dengan penghasilan yang sah biasanya diperoleh dari penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum.

Apakah norma ini ada di hukum positif Indonesia? Belum. Karena undang-undang baru mengatur sebatas kewajiban pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), itu pun masih terbatas pada pejabat tertentu dan cenderung terjebak pada sekadar kegiatan mengelola arsip atau dokumentasi. Tidak masuk lebih dalam pada kemungkinan memidanakan pegawai atau pejabat publik yang memperoleh kekayaan tak masuk akal.

Di titik inilah perang terhadap mafioso, baik itu di Ditjen Pajak ataupun lembaga penegak hukum, haruslah dimulai dari pintu illicit enrichment. Tidak cukup hanya Dirjen Pajak, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Satgas Mafia Hukum atau bahkan KPK yang memperbaikinya. Karena yang dibutuhkan adalah sebuah regulasi ”luar biasa” dan terapi kejut yang hanya bisa diterbitkan oleh Presiden.

Akan tetapi, kira-kira, berkomitmenkah Presiden menerbitkan aturan yang akan menjadi dasar hukum audit kekayaan pejabat publik di Ditjen Pajak dan penegak hukum itu? Belum tentu.

Jika Presiden sadar bahwa pemberantasan mafioso ini adalah tanggung jawabnya sebagai kepala negara, terbitkanlah sebuah dasar hukum yang setidaknya mengatur tiga hal. Pertama, audit kekayaan pejabat dan mengadopsi klausul Pasal 20 UNCAC (illicit enrichment) sebagai tindak pidana; kedua, membuka kemungkinan norma pembuktian terbalik; dan, ketiga, memberi kewenangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit Ditjen Pajak.

Khusus poin ketiga, kita perlu membaca ulang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VI/2008 dengan pokok perkara kewenangan BPK memeriksa informasi pajak dan harta benda wajib pajak. Saat itu MK memutuskan ”tidak diterima” karena alasan legal standing pemohon. Akan tetapi, secara substansial, MK membuka kemungkinan agar BPK bisa masuk pada data-data wajib pajak. Sebagai bagian upaya memerangi mafia pajak, sepertinya penegasan kewenangan BPK tersebut adalah kebutuhan riil. Hal ini sangat penting untuk mencegah kemungkinan manipulasi laporan pajak, baik sebagai kejahatan tunggal ataupun melibatkan kerja sama wajib pajak dengan ”konsultan siluman” dari instansi negara. Pada akhirnya, potensi pendapatan negara berkurang drastis dan hanya dinikmati oleh mafioso pajak tanpa takut tersentuh hukum.

Dalam jangka panjang, jika masalah ini tidak dibenahi, bukan tidak mungkin pandangan sinis masyarakat berubah menjadi anarkis, seperti gerakan menolak bayar pajak. Beberapa akun facebook telah memulainya, dengan membalik slogan Ditjen Pajak menjadi, ”Hari gini bayar pajak? Apa Kata Dunia?”

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/29/02475158/apa.kata.dunia


Febri Diansyah Koordinator Divisi Hukum danMonitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch

Sabtu, 27 Maret 2010

Teknologi Manusia: Pupuk Ion dari Urine Manusia

Oleh: Nawa Tunggal



Penamaan jenis pupuk cair organik ini tergolong unik. Namanya, Pupuk Ion Organik 200 Watt. Pupuk ini berupa pupuk cair berbahan dasar urine manusia dicampur dengan cairan glukosa dan bakteri fermentor yang kemudian memiliki daya hantar listrik tinggi sampai 200 watt.

Semakin tinggi daya hantar listriknya semakin baik karena makin mudah diserap tumbuhan,” ujar

penemu pupuk tersebut, Soelaiman Budi Sunarto (47), Kamis (21/1) di Jakarta.

Pengembangan jenis pupuk ini menjadi

satu di antara 101 inovasi terpilih pada tahun 2009 oleh lembaga intermediasi Business Innovation Center (BIC). Pengembangan pupuk itu sendiri dimulai Budi sekitar tahun 2006 di Desa Doplang, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah.

Pengembangannya menggunakan bahan-bahan organik yang mudah ditemui di pedesaan. Pupuk ini sudah diuji coba di laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, terbukti memiliki kandungan nitrogen yang tinggi.

Manfaatnya, tanaman akan tumbuh dengan akar yang kuat sehingga menunjang pertumbuhan dengan baik. Budi mengatakan, pupuk ini sangat baik untuk segala jenis tanaman, termasuk umbi-umbian, seperti wortel, kentang, ubi-ubian, dan bawang.

Pupuk ion organik ini mengandung bakteri pengurai yang juga bermanfaat untuk pencernaan ternak. Menurut Budi, pupuk cair ini pun baik dipakai untuk penggemukan sapi.

”Bakteri pengurai yang ’mati suri’ itu akan hidup pada saat masuk ke alat pencernaan binatang yang hangat. Bakteri akan bekerja membantu mempercepat penguraian zat makanan yang masuk,” ujar Budi.

Cara pembuatan

Bahan dasar urine manusia dipilih untuk pupuk Ion Organik 200 Watt. Urine, dikatakan Budi, memiliki unsur nutrisi yang paling baik karena makanan yang dikonsumsi manusia termasuk paling lengkap, sebagai pemakan daging sekaligus tumbuh-tumbuhan.

Untuk mengoptimalkan hasil pun dipilih urine pagi hari selepas bangun tidur ketika kalori belum banyak dilepaskan. Tetapi, untuk memperoleh kuantitas makin banyak pada prinsipnya bisa menggunakan urine apa saja, termasuk urine hewan-hewan ternak.

Cara pembuatannya sangat sederhana. Dengan komposisi urine dan cairan mengandung glukosa masing-masing 50 persen, lalu ditambahkan fermentor. Kemudian diaduk selama 30 menit.

Cairan yang mengandung glukosa itu bisa diperoleh dari air kelapa atau air limbah tahu. Kalau tidak, cairan itu bisa dibuat dengan gula merah.

Hasil adukan urine, cairan glukosa, dan fermentor selama 30 menit itu kemudian dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, kemudian didiamkan. Setelah didiamkan satu minggu, dibuka sebentar lalu diaduk satu kali saja. Setelah itu ditutup lagi rapat-rapat selama tiga minggu.

Setelah tiga minggu itu pupuk Ion Organik 200 Watt pun jadi dan siap dikemas. Pengemasannya pun harus dalam wadah yang tertutup rapat-rapat.

Cara menguji kemampuan menghantar listriknya, yaitu dengan mengalirkan listrik ke dalam cairan pupuk untuk menyalakan beberapa lampu, misalnya lima lampu dengan masing-masing daya 40 watt. Lampu itu akan menyala dengan sempurna. Jika hanya meredup, kualitas pupuk kurang bagus.

Pemakaian pupuk Ion Organik 200 Watt dengan cara disemprotkan ke tanaman supaya mudah diserap daun. Komposisi volume pupuk 1 mililiter untuk 1 liter air bersih.

Fermentor mengandung organisme bakteri pengurai mudah diperoleh di toko-toko pertanian. Tetapi, Budi menyarankan, untuk menghemat biaya lebih baik membuat sendiri.

Caranya tidak terlalu rumit. Pembuatan fermentor pertama kali dengan mengambil kotoran sapi yang masih berada di dalam usus sapi bagian tengah.

”Kotoran itu belum sepenuhnya menjadi kotoran yang akan dikeluarkan dari dalam tubuh sapi. Ini dipilih karena memiliki kandungan bakteri pengurai yang paling banyak,” ujar Budi.

Kotoran pada usus sapi kemudian dicampuradukkan dengan serbuk gergajian kayu atau sekam padi yang sudah digiling atau bekatul. Proses pencampuran di udara terbuka, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

Setelah tercampur, didiamkan selama 21 hari. Tetapi, setiap tujuh hari harus dibolak-balik. Setelah 21 hari sudah menjadi biang fermentor yang mengandung bakteri pengurai yang siap dicampurkan dengan cairan glukosa dan urine.

”Bagian biang fermentor cukup 20 persen saja,” kata Budi. Cairan urine dan cairan glukosa masing-masing 50 persen itu kemudian ditambah fermentor, lalu diaduk-aduk cukup lama sampai 30 menit. Selesai diaduk, ditutup rapat-rapat dan didiamkan. ”Jika kurang rapat, akan tumbuh belatung yang ukurannya bisa sampai ukuran jari kelingking orang dewasa. Saya pernah menggoreng dan memakannya. Enak,” ujar Budi.

Setelah didiamkan satu minggu, dibuka untuk diaduk satu kali saja. Kemudian ditutup rapat-rapat lagi dan diamkan selama tiga minggu dan siap dikemas.

Pupuk Ion Organik 200 Watt harus dikemas rapat agar bisa dipakai sampai tiga tahun kemudian. Aromanya tak lagi pesing. Budi juga memproduksi pupuk ini dengan campuran delapan jenis rempah meliputi jahe, lengkuas, daun pepaya, merica, kemiri, cabai, bawang merah, dan bawang putih.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/22/05172328/pupuk.ion..dari.urine.

Nawa Tunggal
Kompas

Neoliberalisme: Sebuah Catatan

Oleh: Frans Wibawa


Pembahasan mengenai neoliberalisme oleh sebagian ekonom memperlihatkan adanya indiferensi terhadap neoliberalisme. Suatu kesalahan yang mudah dibuat jika tidak hati-hati dan kurang mengkaji keseluruhan aspek pemikiran dan prakteknya. Pada tataran yang lebih fundamental, ini mengingatkan saya pada diskursus apakah ilmu bebas nilai yang terjadi di kalangan ilmuwan sejak dulu (Lihat Frans Wibawa, dalam Ivan Wibowo (ed), Komunitas Bambu 2008). Walaupun berangkat dari niat dan semangat pencarian "kebenaran obyektif", para ilmuwan murni tetap tidak bisa lepas dari relativitas subyektif dalam usaha penemuan ilmu pengetahuan.
Demikian halnya ilmu ekonomi, yang dianggap sebagai ilmu sosial yang berkembang paling maju. Ilmu-ilmu sosial lebih rentan dan sensitif lagi terhadap unsur subyektivitas, ada faktor nilai dan opini. Kebenaran dapat dicapai melalui dua ukuran: common sense dan pengujian. Kurang dari itu, yang ada masih berupa asumsi, prasangka, dan rangkaian pikiran yang normatif dan sifatnya spekulatif.

Bila asumsi, prasangka, dan rangkaian pikiran dikembangkan secara berbeda menjadi paham dan ideologi. Jika pada gerak ilmu lebih dominan pengujian dan analisis, pada paham dan ideologi yang lebih berperan kehendak, keyakinan, dan sintesis. Di antara keduanya, antara ilmu dan ideologi terdapat filsafat. Dari asumsi dan rangkaian pikiran neoliberal, maka ia lebih merupakan sebuah ideologi. Namun, tak bisa dimungkiri, sebuah ideologi haruslah juga mengadopsi dan mengandung kebenaran-kebenaran ilmiah. Bila tidak, otomatis paham itu akan runtuh seketika di depan mata.

Prinsip ilmu ekonomi, seperti disiplin fiskal, tak disangsikan lagi. Semua orang tahu kalau pemasukan harus lebih besar dari atau minimal sama dengan pengeluaran. Surplus makin besar berarti makin baik. Ada pula hal yang memerlukan perhatian dari segi aplikabilitas, dan bagaimana penerapan pada kondisi spesifik tertentu dapat memberi hasil sesuai dengan ekspektasi teoretis.

Apa yang disebut neoliberalisme merupakan suatu paham yang di dasarnya terdapat pengagungan nilai-nilai kebebasan individu dan kepentingan diri (self interest). Sekilas tidak ada yang salah dengan hal ini. Tapi dalam praktek nyata ternyata membawa implikasi dan konsekuensi spiral yang tak terbendung, kian lama kian dalam berorientasi diri, berkembang bersama nafsu (desire) dan keserakahan (greed) yang dibiarkan. Neoliberalisme adalah anak kandung dan kelanjutan kapitalisme yang berkembang semakin canggih dan subtil menerobos segala segi dan dimensi kehidupan manusia. Diperlukan cara dan metode ekspansi yang semakin canggih dan subtil, yang pada akhirnya tidak cukup lagi memuaskan sang aku dengan hanya materi ekonomi.

Sama halnya dengan kapitalisme di mana yang sesungguhnya penting kemudian bukan modal, melainkan pemodal (pemilik modal). Dalam neoliberalisme, pada akhirnya sesungguhnya yang penting bukanlah pasar bebas, melainkan sang penguasa pasar. Teori dan keyakinan akan pasar bebas diadopsi dan dipoles kembangkan, lalu dipaksakan berlaku pada setiap kondisi masyarakat dan negara dengan iming-iming efisiensi dan kesejahteraan untuk semua.

Kebijakan-kebijakan ekonomi diarahkan pada kemungkinan tercapainya penguasaan dan eksploitasi pasar yang berada dalam kendali invisible hand penguasa pasar. Mulai pasar keuangan, barang dan jasa, tenaga kerja, melintasi domain ekonomi tradisional ke pasar budaya, sampai pasar mitos pengetahuan. Pendeknya, terbentuk pasar peradaban dalam cengkeraman peradaban pasar. Akhirnya timbul kontradiksi dan komplikasi. Semuanya lantas menjadi kabur sampai penguasa pasar sendiri semakin kehilangan identitas dan terjebak dalam bayangan dunia virtual yang dibuat dan mengalami krisis, yang akan menandai berakhirnya satu episode kapitalisme-neoliberalisme.

Pada tataran praktis yang lebih mudah dirasa, neoliberalisme bermanifestasi dalam berbagai bentuk. Sebut saja Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Pemberian pinjaman selalu dikaitkan dengan persyaratan-persyaratan yang melebar menuju penguasaan dan eksploitasi pasar. IMF bukan institusi ekonomi murni, melainkan merupakan instrumen politik ekonomi dari kekuatan kapitalis-neoliberalis. Beberapa resep (persyaratan pinjaman), seperti disiplin fiskal, baik adanya sesuai dengan prinsip ilmu ekonomi. Selebihnya lebih merupakan resep ideologis yang dibungkus dalam bahasa ilmu ekonomi.

Pengurangan subsidi sampai akhirnya tanpa subsidi sama sekali akan menyengsarakan rakyat pada kondisi realitas yang ada. Tujuan tertulisnya supaya tercipta pasar yang efisien serta pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara yang sehat, namun yang sebenarnya adalah agar invisible hand penguasa pasar dapat leluasa bermain. Pembukaan pasar domestik membuat rakyat jadi sasaran produk-produk korporasi multinasional. Dampak lanjutan mematikan industri lokal. Bahkan perusahaan lokal yang bagus kemudian, mau rela atau terpaksa, harus menerima pinangan untuk diakuisisi dan dikuasai oleh raksasa multinasional.

Kemudian penguasaan sumber daya alam, sebuah modus sejak zaman VOC, kini dilakukan lewat korporasi, seperti Freeport McMoran dan ExxonMobil. Semua ini memerlukan politik ekonomi komprehensif yang modern dan canggih. Untuk itu, negara dilemahkan, pemerintah dibuat menjadi "patuh" lewat persuasi dan intervensi. Elite dikooptasi dan dibuat tak berdaya, rakyat dininabobokan dan dibuat bodoh, termasuk di dalamnya dilakukan infiltrasi budaya pasar dan pola pikir instan melalui berbagai media dan lifestyle.

Apabila sebagian kalangan ekonom dan kelas menengah mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi neoliberalisme, akibat pendidikan dan pembudayaan ideologi pasar bebas yang cukup berhasil, rakyat kebanyakan di lapisan bawah justru lebih cerdas melihat karena mengalami langsung akibatnya dan paling menjadi korban di garis terdepan.

Pada akhirnya, neoliberalisme tidak dapat dipandang sebagai paham ekonomi yang bersifat netral. Dan bila melihat motif dasar ideologi dan praktek riil sebagai perwujudan aktualitas ideologinya, pendukung dan pelaksananya tidak dapat dibenarkan secara ekonomi, ekologi, sosial, dan moral. Mengatakan ekonomi neoliberal adalah netral kelihatannya menjadi terlalu lugu, dan bila yang menyatakan adalah para "ahli", mereka menjadi sangat misleading.

URL Source: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/06/16/Opini/krn.20090616.16

Frans Wibawa
Praktisi pasar modal

Korupsi Vs Nama Baik

Oleh: Hasrul Halili


Perseteruan antara Susno Duadji, mantan Kepala Bareskrim Kepolisian RI, dan beberapa petinggi kepolisian tampaknya semakin memanas.

Berdasarkan pernyataan beberapa pejabat Polri kepada publik, manuver Susno dipandang tak saja sebagai serangan terhadap segelintir oknum petinggi kepolisian, tetapi juga dimaknai sebagai ancaman serius terhadap citra kepolisian sebagai sebuah lembaga penegak hukum. Belakangan, perseteruan melebar setelah pihak kejaksaan merasakan hal yang sama dengan kepolisian.

Konstelasi panggung perseteruan semakin terpola ketika kepolisian dan kejaksaan bersama-sama ”mengeroyok” petinggi Polri yang pernah jadi simbol tokoh buaya dalam konflik panas antara cicak versus buaya (baca: KPK versus kepolisian) beberapa waktu lalu.

Puncaknya, Susno ditetapkan sebagai tersangka terkait laporan Brigjen (Pol) Edmon Ilyas dan Brigjen (Pol) Raja Erizman dengan dugaan pencemaran nama baik dan dijerat dengan Pasal 310 dan 311 KUHP. Sebagaimana diketahui, Susno Duadji menyebutkan nama dua jenderal di kepolisian yang menurutnya terlibat dalam praktik makelar kasus saat mereka jadi anak buahnya semasa Kepala Bareskrim.

Di luar perseteruan personal antara Susno dan kepolisian serta kejaksaan, penetapan status tersangka itu menunjukkan sebuah persoalan klise dalam ranah penegakan hukum kasus korupsi: ketegangan antara mendahulukan proses hukum terhadap adanya pengungkapan/laporan kasus korupsi oleh pengungkap/pelapor di satu sisi dan ancaman kriminalisasi terhadapnya pada sisi lain, setelah ada laporan balik dari pihak yang disebut namanya oleh pelapor.

Ketegangan itu secara normatif sebenarnya sudah teratasi dengan diintroduksinya berbagai instrumen hukum yang mengindikasikan preferensi kepada masyarakat agar lebih terstimulasi berani mengungkap kasus korupsi daripada menakut-nakuti mereka dengan mambang pencemaran nama baik.

Setidaknya Surat Edaran Bareskrim Mabes Polri tanggal 7 Maret 2005 perihal Permohonan Perlindungan Saksi atau Pelapor yang ditujukan kepada Kapolda se-Indonesia—yang mengimbau jajaran kepolisian di berbagai daerah agar mendahulukan penanganan laporan kasus korupsi dan menunda laporan pencemaran nama baik dari pihak-pihak yang merasa dinistakan namanya dengan adanya laporan sebuah skandal korupsi—secara jelas menunjukkan hal itu.

Surat edaran yang notabene merupakan tindak lanjut surat pemimpin KPK tanggal 31 Januari 2005 perihal Permohonan Perlindungan Saksi atau Pelapor yang ditujukan ke Kapolri ini tampaknya pengejawantahan lebih lanjut spirit Pasal 41 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: dibuka ruang partisipasi publik mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.

Absurd membayangkan, saat publik diberi ruang partisipasi dalam aktivitas antikorupsi (dalam bentuk mengungkap atau melaporkan kasus), saat itu pula mereka terintimidasi oleh teror: dilaporkan balik dengan sangkaan pencemaran nama baik.

Paradoks

Dirujukkan kepada aturan normatif Surat Edaran Bareskrim Mabes Polri dan ketentuan Pasal 41 UU Tipikor, persoalan klise itu mestinya sudah jelas duduk perkaranya. Apa lacur, praktik di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Itulah yang terjadi pada penetapan status Susno Duadji sebagai tersangka.

Pada hemat penulis, prioritas kepolisian mendahulukan proses hukum pencemaran nama baik terhadap Susno daripada mengungkap skandal mafia pajak yang diungkapnya terasa kontradiktif dan paradoks terhadap beberapa hal.

Pertama, jika pilihan semacam itu dilakukan, tindakan kepolisian itu jelas kontradiktif dengan surat edarannya sendiri. Akibatnya, kepolisian tak hanya akan dituduh tak konsisten, tetapi bisa dianggap menjilat ludah sendiri.

Kedua, yang dilakukan kepolisian itu berpotensi berefek bola salju terhadap jajaran kepolisian di berbagai daerah di Indonesia, terutama ketika preseden itu dibaca sebagai ”penanda penting” sedang bergeraknya sebuah pendulum kebijakan: dari yang mempreferensikan penanganan laporan korupsi di atas penanganan laporan pencemaran nama baik menjadi sebaliknya. Apa yang dilakukan oleh (Mabes) Polri ini adalah paradoks kebijakan.

Dampak yang dikhawatirkan ke depan: polisi di daerah akan lebih agresif mengkriminalkan pihak yang mengungkap atau melaporkan skandal korupsi dengan jerat pencemaran nama baik daripada menangani pengungkapan atau pelaporan kasus korupsinya. Jika terhadap Susno Duadji, seorang Komjen Polisi, hal itu bisa dilakukan, apatah lagi terhadap orang biasa di daerah yang berani mengungkap sebuah praktik korupsi.

Ketiga, jika yang dilakukan kepolisian saat ini terhadap Susno diletakkan dalam kerangka perlakuan eksesif terhadap seorang peniup peluit, maka tindakan itu jelas paradoks dengan logika perlindungan yang seharusnya diberikan terhadap seorang saksi atau pelapor kasus korupsi.

Alih-alih memberikan ruang kepada Susno agar lebih leluasa membeberkan skandal yang akan dibongkarnya, penetapan status tersangka dengan jerat pencemaran nama baik bisa dimaknai publik sebagai upaya ”pembungkaman” agar yang bersangkutan tidak meneruskan nyanyiannya mengenai skandal mafia pajak di kepolisian. Jika benar itu yang terjadi, patut dipertanyakan apa motif kepolisian melakukan hal tersebut? Sengajakah untuk menutup celah terbongkarnya ”jaringan” gurita mafia pajak di jajaran elite kepolisian?

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/03/25/04445719/korupsi.vs..nama.baik


Hasrul Halili Dosen dan Kabid Divisi Korupsi dan Peradilan Pusat Kajian anti (PuKAT) Korupsi FH UGM

Jumat, 26 Maret 2010

Industri Hutan Brasil dan Indonesia

Oleh: Rhenald Kasali



SETIAP kali mendengar kata hutan, jiwa melankolis kita seperti kembali ke masa lalu. Maklum, hutan yang kita diami bukanlah sembarang hutan, melainkan hutan tropis yang kaya hujan (rain forest).


Dulu, semasa remaja, saya sangat biasa menelusuri hutanhutan taman nasional di berbagai sudut Pulau Jawa–Sumatera, dan saya selalu menemukan kedamaian yang luar biasa. Kaya oksigen,lembab bersama dedaunan basah, suara air yang tidak pernah berhenti, air panas yang berasal dari perut bumi, dan uap air mengalir dari nafas kita.Tak ketinggalan alunan simfoni alam yang tidak henti antara suara aneka burung, teriakan monyet-monyet liar yang bergelayut di pepohonan, dengus suara babi hutan, dan tentu saja suara hewan-hewan kecil,mulai dari kodok, ular, sampai tenggerek. Keindahan itu pulalah yang saya ingin dapatkan dalam perjalanan ke Brasil, Desember lalu.

Saya sengaja tidak memilih jalan udara saat bepergian dari pantai yang indah di Rio de Janeiro menuju kota metropolitan Sao Paulo, demi melihat hutan. Sayang, perjalanan kami ke hutan-hutan di Amazon harus ditunda karena Brasil sedang dilanda musim hujan yang lebat dan banjir terjadi di mana-mana. Padahal saya sudah benarbenar siap, terbang jauh ke arah utara Brasil untuk melihat hutan, satwa-satwa liar, dan kebudayaan Indian yang masih bisa dilihat di sepanjang sungai Amazon. Saya juga sudah menjalani suntik “yellow fever” 10 hari sebelumnya, demi menyaksikan tropical forest terbesar di dunia.

Hutan Ekonomi

Kekaguman saya menembus hutan-hutan di Brasil tidaklah selalu mulus. Di berbagai sudut negeri yang tanahnya berkontur itu, saya selalu menemukan kampungkampung kumuh yang berebut hidup dengan alam.Pada bukit-bukit yang indah sepanjang Rio dan Sao Paulo, pengantar saya selalu menyebut nama Valvellas.

Di perkampungan itu, konon tinggal mafiamafia obat bius yang dibentengi penduduk miskin dalam jumlah besar. Kendati demikian, secara keseluruhan pemandangan hutan tropis Brasil selalu mendapat pujian. Brasil tahu persis hutan-hutan mana yang harus mereka tanam kembali, lindungi, dan mana yang tidak boleh dijamah manusia. Semua ini berawal dari dibentuknya Brazilian Forest Development Institute pada Februari 1967 yang berhasil merumuskan ketentuan perundang-undangan tentang kehutanan secara komprehensif. Hasilnya, 22 tahun kemudian keindahan hutan Brasil tampak di mana-mana.

Seluas enam juta hektare mereka jadikan hutan tanaman industri (HTI) baru,dan melalui program reboisasi yang dilakukan pada area seluas 300.000 hektare didapat lebih dari 500.000 lapangan kerja non-skill.Sekarang,sudah ada 63 juta hektare HTI di Brasil dengan kemampuan produksi kertas 174 juta meter kubik.Hoeflich dkk pada 2002 menemukan kontribusi sektor kehutanan pada gross national product (GNP) Brasil mencapai USD20 miliar atau 4,5% dari total GNP negara tersebut. Hari-hari ini saya mendapat kabar, Brasil telah menjadi eksportir kertas dan bahan baku kertas (pulp & paper) terpenting di China.

Sejak 2005, produksi pulp Brasil telah meningkat signifikan, 69%. Impor China terhadap produk pulp asal Brasil sejak tahun itu telah meroket 280%. Pertanyaannya, bagaimana dengan industri kehutanan Indonesia yang telah dicanangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sebagai industri utama Indonesia pada 2030? Menurut Roadmap yang disusun Kadin tahun lalu itu,industri ini dapat dijadikan sumber keunggulan daya saing bangsa asal ditangani dengan baik, pemerintahnya bersih dan berani mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang prudent. Kalau pemerintahnya bersih, mereka pasti tidak akan memilih jalan populis dengan meng-entertain kelompok-kelompok pemeras atau penekan yang dibayar sponsor-sponsor tertentu.

Kita pernah mengalami masa kejayaan dengan produk-produk hasil hutan. Industri playwood kita bahkan sempat menjadi pemain utama di Amerika Serikat,Jepang, dan Inggris hingga 2001.Setelah itu posisi Indonesia disalip Malaysia, China, dan Brasil. Setelah ekspor kayu log dilarang, dan perhatian untuk melestarikan hutan tropis meningkat di sini, kita mulai lebih berhati-hati menangani hutan.Tetapi, konon hasil-hasil hutan kita diambil para pencuri kayu dari negara tetangga. Selain itu,keributan demi keributan terus terjadi, antara para aktivis dan pengusaha HTI, polisi dan perusahaan, pejabat dan aktivis, dan seterusnya.

Padahal, sejak era 1990-an industri kehutanan Indonesia mulai beralih dari industri playwood menjadi industri kertas, sawit, dan seterusnya.Keributankeributan itu tampak terpola dengan penentangan yang cukup keras pada HTI, meski kerusakan hutan yang menonjol belakangan ini lebih banyak disebabkan izinizin penambangan batu bara yang begitu besar. Setelah sawit, tekanan eksternal sekarang ditujukan pada pabrik kertas. Akibatnya, produsen kertas yang sudah leading menanam investasi dalam jumlah besar seringkali kesulitan menebang HTI yang mereka tanam sendiri.

Karut-marut kepentingan di lapangan, antara penebang-penebang kayu liar, pencuri kayu yang biasa meloncat ke atas tongkangtongkang kayu, bersama dengan kebingungan para aparat telah membuat situasi di lapangan menjadi sangat kompleks. Alih-alih menjadikan usaha kertas Indonesia mengalahkan industri kertas Amerika Serikat pada 2030, tahun ini industri kertas Indonesia tampaknya sedang kehilangan pijakan. “It seems going to nowhere…” ujar seorang analis yang saya temui di Brasil. Ketika China meningkatkan impornya terhadap produk-produk pulp & paper, Brasil bisa memenuhinya.

Sekali lagi, sejak 2005 impor bahan baku kertas dari China naik 280%.Bagaimana Indonesia? Impor kertas dan pulp dari Indonesia justru turun 8%. Sementara produk-produk mainan, makanan, obat-obatan, dan peralatan berat asal China naik ratusan persen impornya ke sini. Padahal sudah hampir pasti ongkos angkut dari Indonesia ke China jauh lebih murah daripada dari Brasil ke China yang jaraknya beberapa kali lipat.Apa sebab?

Tegakkan Aturan

Setiap kali menyaksikan keadaan seperti ini, sebagai seorang ahli manajemen,saya tentu merasa gemas. Kita tidak pernah berhenti berkelahi di antara sesama kita dan membiarkan industri kita kehilangan daya saing.Saya tidak heran bila satu persatu pelaku usaha besar yang menciptakan ratusan ribu kesempatan kerja ini bersiapsiap hengkang dari sini. Dari kalangan pelaku usaha di bidang kertas saya menemukan beberapa persoalan yang menyebabkan industri ini kesulitan untuk berkembang.

Pertama,ada keraguraguan dari pemerintah untuk menjaga kepentingan ekonomi industri hasil hutan. Kedua,ada ketidakjelasan aturan dan pedoman yang menimbulkan interpretasi subjektif terhadap perlakuan di lapangan dan munculnya konflik-konflik yang mengakibatkan kekacauan. Ketiga, terdapat diskriminasi kebijakan dan perlakuan terhadap industri HTI antara pemakaian lahan untuk penambangan,perkebunan, dan industri kertas. Bila pada industri pertambangan dan perkebunan sudah ada hak guna usaha (HGU) dan izin pinjam-pakai yang bisa segera dieksekusi, dalam industri kertasHTI masih diperlukan izin-izin lanjutan yang jumlahnya sangat banyak.

Perlakuan seperti itu jelas berbeda dengan perlakuan yang diterima pelaku-pelaku usaha di Brasil maupun negara-negara pesaing Indonesia lain.Kalau ini dibiarkan, saya kira kita kelak akan beralih dari negeri penghasil kertas menjadi negeri pengimpor kertas bekas. Mengapa demikian? Karena bisnisnya lebih gampang, dan izinnya tidak ribet. Lantas siapa yang diuntungkan? (*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/313160/38/



RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

Industri Hutan Brasil dan Indonesia

Oleh: Rhenald Kasali



SETIAP kali mendengar kata hutan, jiwa melankolis kita seperti kembali ke masa lalu. Maklum, hutan yang kita diami bukanlah sembarang hutan, melainkan hutan tropis yang kaya hujan (rain forest).


Dulu, semasa remaja, saya sangat biasa menelusuri hutanhutan taman nasional di berbagai sudut Pulau Jawa–Sumatera, dan saya selalu menemukan kedamaian yang luar biasa. Kaya oksigen,lembab bersama dedaunan basah, suara air yang tidak pernah berhenti, air panas yang berasal dari perut bumi, dan uap air mengalir dari nafas kita.Tak ketinggalan alunan simfoni alam yang tidak henti antara suara aneka burung, teriakan monyet-monyet liar yang bergelayut di pepohonan, dengus suara babi hutan, dan tentu saja suara hewan-hewan kecil,mulai dari kodok, ular, sampai tenggerek. Keindahan itu pulalah yang saya ingin dapatkan dalam perjalanan ke Brasil, Desember lalu.

Saya sengaja tidak memilih jalan udara saat bepergian dari pantai yang indah di Rio de Janeiro menuju kota metropolitan Sao Paulo, demi melihat hutan. Sayang, perjalanan kami ke hutan-hutan di Amazon harus ditunda karena Brasil sedang dilanda musim hujan yang lebat dan banjir terjadi di mana-mana. Padahal saya sudah benarbenar siap, terbang jauh ke arah utara Brasil untuk melihat hutan, satwa-satwa liar, dan kebudayaan Indian yang masih bisa dilihat di sepanjang sungai Amazon. Saya juga sudah menjalani suntik “yellow fever” 10 hari sebelumnya, demi menyaksikan tropical forest terbesar di dunia.

Hutan Ekonomi

Kekaguman saya menembus hutan-hutan di Brasil tidaklah selalu mulus. Di berbagai sudut negeri yang tanahnya berkontur itu, saya selalu menemukan kampungkampung kumuh yang berebut hidup dengan alam.Pada bukit-bukit yang indah sepanjang Rio dan Sao Paulo, pengantar saya selalu menyebut nama Valvellas.

Di perkampungan itu, konon tinggal mafiamafia obat bius yang dibentengi penduduk miskin dalam jumlah besar. Kendati demikian, secara keseluruhan pemandangan hutan tropis Brasil selalu mendapat pujian. Brasil tahu persis hutan-hutan mana yang harus mereka tanam kembali, lindungi, dan mana yang tidak boleh dijamah manusia. Semua ini berawal dari dibentuknya Brazilian Forest Development Institute pada Februari 1967 yang berhasil merumuskan ketentuan perundang-undangan tentang kehutanan secara komprehensif. Hasilnya, 22 tahun kemudian keindahan hutan Brasil tampak di mana-mana.

Seluas enam juta hektare mereka jadikan hutan tanaman industri (HTI) baru,dan melalui program reboisasi yang dilakukan pada area seluas 300.000 hektare didapat lebih dari 500.000 lapangan kerja non-skill.Sekarang,sudah ada 63 juta hektare HTI di Brasil dengan kemampuan produksi kertas 174 juta meter kubik.Hoeflich dkk pada 2002 menemukan kontribusi sektor kehutanan pada gross national product (GNP) Brasil mencapai USD20 miliar atau 4,5% dari total GNP negara tersebut. Hari-hari ini saya mendapat kabar, Brasil telah menjadi eksportir kertas dan bahan baku kertas (pulp & paper) terpenting di China.

Sejak 2005, produksi pulp Brasil telah meningkat signifikan, 69%. Impor China terhadap produk pulp asal Brasil sejak tahun itu telah meroket 280%. Pertanyaannya, bagaimana dengan industri kehutanan Indonesia yang telah dicanangkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) sebagai industri utama Indonesia pada 2030? Menurut Roadmap yang disusun Kadin tahun lalu itu,industri ini dapat dijadikan sumber keunggulan daya saing bangsa asal ditangani dengan baik, pemerintahnya bersih dan berani mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang prudent. Kalau pemerintahnya bersih, mereka pasti tidak akan memilih jalan populis dengan meng-entertain kelompok-kelompok pemeras atau penekan yang dibayar sponsor-sponsor tertentu.

Kita pernah mengalami masa kejayaan dengan produk-produk hasil hutan. Industri playwood kita bahkan sempat menjadi pemain utama di Amerika Serikat,Jepang, dan Inggris hingga 2001.Setelah itu posisi Indonesia disalip Malaysia, China, dan Brasil. Setelah ekspor kayu log dilarang, dan perhatian untuk melestarikan hutan tropis meningkat di sini, kita mulai lebih berhati-hati menangani hutan.Tetapi, konon hasil-hasil hutan kita diambil para pencuri kayu dari negara tetangga. Selain itu,keributan demi keributan terus terjadi, antara para aktivis dan pengusaha HTI, polisi dan perusahaan, pejabat dan aktivis, dan seterusnya.

Padahal, sejak era 1990-an industri kehutanan Indonesia mulai beralih dari industri playwood menjadi industri kertas, sawit, dan seterusnya.Keributankeributan itu tampak terpola dengan penentangan yang cukup keras pada HTI, meski kerusakan hutan yang menonjol belakangan ini lebih banyak disebabkan izinizin penambangan batu bara yang begitu besar. Setelah sawit, tekanan eksternal sekarang ditujukan pada pabrik kertas. Akibatnya, produsen kertas yang sudah leading menanam investasi dalam jumlah besar seringkali kesulitan menebang HTI yang mereka tanam sendiri.

Karut-marut kepentingan di lapangan, antara penebang-penebang kayu liar, pencuri kayu yang biasa meloncat ke atas tongkangtongkang kayu, bersama dengan kebingungan para aparat telah membuat situasi di lapangan menjadi sangat kompleks. Alih-alih menjadikan usaha kertas Indonesia mengalahkan industri kertas Amerika Serikat pada 2030, tahun ini industri kertas Indonesia tampaknya sedang kehilangan pijakan. “It seems going to nowhere…” ujar seorang analis yang saya temui di Brasil. Ketika China meningkatkan impornya terhadap produk-produk pulp & paper, Brasil bisa memenuhinya.

Sekali lagi, sejak 2005 impor bahan baku kertas dari China naik 280%.Bagaimana Indonesia? Impor kertas dan pulp dari Indonesia justru turun 8%. Sementara produk-produk mainan, makanan, obat-obatan, dan peralatan berat asal China naik ratusan persen impornya ke sini. Padahal sudah hampir pasti ongkos angkut dari Indonesia ke China jauh lebih murah daripada dari Brasil ke China yang jaraknya beberapa kali lipat.Apa sebab?

Tegakkan Aturan

Setiap kali menyaksikan keadaan seperti ini, sebagai seorang ahli manajemen,saya tentu merasa gemas. Kita tidak pernah berhenti berkelahi di antara sesama kita dan membiarkan industri kita kehilangan daya saing.Saya tidak heran bila satu persatu pelaku usaha besar yang menciptakan ratusan ribu kesempatan kerja ini bersiapsiap hengkang dari sini. Dari kalangan pelaku usaha di bidang kertas saya menemukan beberapa persoalan yang menyebabkan industri ini kesulitan untuk berkembang.

Pertama,ada keraguraguan dari pemerintah untuk menjaga kepentingan ekonomi industri hasil hutan. Kedua,ada ketidakjelasan aturan dan pedoman yang menimbulkan interpretasi subjektif terhadap perlakuan di lapangan dan munculnya konflik-konflik yang mengakibatkan kekacauan. Ketiga, terdapat diskriminasi kebijakan dan perlakuan terhadap industri HTI antara pemakaian lahan untuk penambangan,perkebunan, dan industri kertas. Bila pada industri pertambangan dan perkebunan sudah ada hak guna usaha (HGU) dan izin pinjam-pakai yang bisa segera dieksekusi, dalam industri kertasHTI masih diperlukan izin-izin lanjutan yang jumlahnya sangat banyak.

Perlakuan seperti itu jelas berbeda dengan perlakuan yang diterima pelaku-pelaku usaha di Brasil maupun negara-negara pesaing Indonesia lain.Kalau ini dibiarkan, saya kira kita kelak akan beralih dari negeri penghasil kertas menjadi negeri pengimpor kertas bekas. Mengapa demikian? Karena bisnisnya lebih gampang, dan izinnya tidak ribet. Lantas siapa yang diuntungkan? (*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/313160/38/



RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI

Mengembangkan UMKM Berbasis Kompetensi

Oleh: Sandiaga S Uno


Sejujurnya saya dibuat gelisah dengan kompetensi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) Indonesia.


Ada yang kualitasnya sudah kelas global, patut disyukuri dan tentunya tugas kita semua untuk memperbanyaknya. Namun, harus diakui jujur, jumlah yang belum siap menghadapi persaingan global masih lebih banyak. Inilah masalah kita semua; pemerintah, Kadin, perbankan, perguruan tinggi, dan stakeholders terkait lainnya. Bagaimanapun globalisasi ekonomi akan menjadi ”monster buas” pemakan UMKM. Padahal,UMKM adalah pelaku mayoritas ekonomi nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) terakhir menyebutkan ada 51,3 juta unit usaha atau 99,91% dari pelaku usaha di Indonesia.Artinya,keguncangan kepada UMKM akan sangat mengganggu denyut nadi ekonomi bangsa ini. Dari sisi penyerapan tenaga kerja juga terbanyak,90,9 juta pekerja atau 97,1%.

Jika sampai ”monster globalisasi”memakan UMKM,ada puluhan juta anak bangsa yang nasib kesejahteraannya dipertaruhkan. Selain itu, kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) juga mencapai Rp2.609,4 triliun atau 55,6% dari total PDB nasional. Demikian halnya, nilai investasi yang cukup signifikan, Rp640,4 triliun atau 52,9%. Penciptaan devisanya pun mencapai Rp183,8 triliun atau 20,2%.Sebuah angka ekonomi yang menunjukkan betapa strategisnya UMKM bagi perekonomian nasional.

Beyond Mitos

Diskusi kami dengan pelaku UMKM dan para ekonom berkesimpulan, kita semua harus keluar dari mitos bahwa UMKM akan bertahan sebagaimana posisinya ketika terjadi krisis. Fakta itu memang benar adanya. Namun, jangan menjadi mitos sehingga kita semua, stakeholders, tidak berbuat banyak. Untuk menghadapi globalisasi, meningkatnya kompetensi UMKM adalah harga mati. Saya justru menduga, angka ekonomi UMKM yang disebutkan di atas adalah hasil murni apa yang dilakukan mereka selama ini.Atau kalaupun ada pengaruh kebijakan dan upaya pemberdayaan, masih belum besar. Memang belum ada riset yang menggambarkan ini.

Namun, secara sederhana dapat kita lihat betapa masih banyak UMKM selama ini seperti rumput liar tak terurus.Ada yang terurus, tapi terlalu banyak yang mengurus dengan berbagai insentif yang banyak juga. Ini terjadi karena tidak adanya database UMKM yang terpusat dan menjelaskan lembaga mana yang membina UMKM mana. Meski demikian, masih tersisa ruang optimisme. Survei HSBC 2010 yang baru-baru ini dirilis menyatakan, 70% UKM percaya ekonomi Indonesia akan stabil atau justru meningkat. Sementara 73% UKM berencana mempertahankan, bahkan menambah investasi.

\Dari sisi penyerapan tenaga kerja, 96% UKM tidak memiliki rencana untuk mengurangi karyawannya, bahkan 20% di antaranya berencana menambah jumlah karyawan. Dari sisi transaksi internasional, kebutuhan UKM untuk melakukan transaksi internasional dalam dua tahun ke depan akan meningkat sebanyak 11%.

Dari Warisan Menuju Inovasi

Ketika kami berkunjung dan berdiskusi dengan UMKM yang sukses, ada beberapa kata kunci yang dapat diambil. Salah satunya adalah betapa banyak UMKM yang hanya mengandalkan kemampuan berdasarkan warisan, apa yang diajarkan orang tua atau pelaku usaha awal.Inovasi dan manajerial usaha yang bagus masih jauh. UMKM yang sukses selalu mampu keluar dari pola lama warisan ke inovasi dan pengembangan kompetensi. Karena itu, ada beberapa hal yang wajib dipenuhi agar kompetensi UMKM terpenuhi. Pertama, manajerial yang baik.

Sesederhana apa pun, manajerial adalah kata kunci, secara individu maupun organisasi, ketika hendak meraih kesuksesan. UMKM harus mau belajar dan bagi yang telah sukses, mau berbagi. Stakeholders terkait harus bergerak memberikan edukasi dan berbagai pelatihan untuk mendorong agar terpola sistem manajerial UMKM yang baik. Kedua, jejaring (networking) yang luas. Soal ini bisa dilakukan dengan membangun komunitas dan sering ikut dalam berbagai pameran. Ketiga, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.Teknologi sangat erat kaitannya dengan jejaring, promosi, pelayanan dan kualitas produk. Keempat,inovatif menciptakan produk potensi lokal sebagai keunggulan usaha. Kita banyak melihat ke luar dibanding ke dalam. Padahal banyak potensi lokal yang bisa dikembangkan.

Hanya saja, problemnya di pemasaran dan kemasan. Kelima, membangun pasar bagi produk unggulannya. Untuk membangun potensi lokal tersebut, ada beberapa kebijakan yang dapat dilakukan. Pertama, pengembangan program One Village One Product (OVOP). Pengembangan ekonomi komunitas berdasarkan potensi ekonomi dan produk daerah tersebut. Kedua, memberikan pelatihan pembina (konsultan diagnosis/ pembimbing) UKM guna membina perbaikan manajemen UKM. Ketiga, meningkatkan kemitraan antara BUMN,BUMD, atau swasta dengan UKM.Keempat, pemerintah daerah dan stakeholdersdaerah memberi dukungan brand lokal menjadi brand nasional bahkan internasional.Untuk itu harus dilakukan penguatan sinergi antara pemerintah dan UMKM untuk mengangkat potensi lokal.

Dari sisi pembiayaan, peran Bank Perkreditan Daerah dalam intermediasi perlu ditingkatkan. Dari sisi kesiapan dan kesinambungan pengembangan produk lokal diperlukan upaya pengembangan keterampilan generasi muda daerah agar mampu mendukung UMKM untuk peningkatan ekonomi lokal. Di luar itu semua, ini merupakan peran pemerintah pusat atau daerah yang juga harus didukung swasta, adalah percepatan pengembangan infrastruktur di daerah.Karena problem UMKM di daerah yang paling menonjol adalah kesiapan infrastruktur yang selama ini cukup membebani biaya operasional UMKM.

Saya menyadari, kecemasan hanya akan sekadar kecemasan tak bermakna jika kita semua tidak bergerak dari sekarang dan dari hal yang mungkin dilakukan.Mari bersinergi dan menentukan apa yang harus masing-masing kita lakukan. Ini penting, karena selama pola pemberdayaan UMKM masih tumpang tindih, saudara kita itu sulit bertumbuh.(*)
URL Source: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/313122/



Sandiaga S Uno
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang UMKM dan Koperasi

Selasa, 23 Maret 2010

Lowongan Asisten Afdeling (Asisten Tanaman)

PT BUMIRAYA INVESTINDO (TPS AGRO)

Forging ahead energetic and dynamic,
challenge you to step front,
achievement and grow up with us.

Kami adalah sebuah Group Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan Cassava yang sedang berkembang dengan kantor pusat di Jakarta membutuhkan tenaga kerja profesional dan handal dengan posisi:


Asisten Afdeling (Asisten Tanaman)
(Kalimantan Selatan)

Requirements:
  • Laki-laki, Min. 27 tahun.
  • Pendidikan Min. SMU Pertanian atau D3 Pertanian/Perkebunan.
  • Memiliki pengalaman min. 2 tahun sebagai asisten afdeling di perkebunan kelapa sawit.
  • Mampu mengoperasikan komputer min. program MS Office.
  • Memiliki pengalaman dan kemampuan teknis operasional selaku asisten afdeling untuk
  • mengelola kebun dan sumber daya manusia di bawahnya.
  • Jujur, bertanggung jawab, cekatan, memiliki motivasi dan inovasi kerja yang tinggi.
  • Menguasai bahasa inggris (min. pasif).
  • Bersedia untuk ditempatkan di Kalimantan Selatan.

Bagi kandidat yang tertarik dan memenuhi kualifikasi tersebut di atas, kirimkan e-mail aplikasi lamaran dilengkapi dengan CV ke:

hrd@tigapilar.com

Lowongan Asisten Kepala (Kepala Kebun)

PT. Bumiraya Investindo (TPS Agro)

Forging ahead energetic and dynamic,
challenge you to step front,
achievement and grow up with us.

Salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit yang sedang berkembang di Kalimantan dan memiliki kantor pusat di Jakarta mencari tenaga muda profesional untuk ditempatkan pada posisi:


Asisten Kepala (Kepala Kebun)
(Kalimantan Selatan)

Requirements:

  • Laki-laki, umur min. 30 tahun.
  • Pendidikan min. D3/S1 Pertanian atau Perkebunan.
  • Pengalaman min. 3 tahun sebagai asisten kepala/kepala kebun di perkebunan kelapa sawit.
  • Dapat mengoperasikan komputer min. program MS Office.
  • Memiliki pengetahuan dasar-dasar manajerial dan mampu mengorganisir kerja tim dengan baik.
  • Memiliki kemampuan interpersonal yang baik, jujur, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi terhadap pekerjaan.

If you interest please send e-mail to:
hrd@tigapilar.com

PLANTATION ASSISTANT

AGRINDO, PT

We are one of the multinational companies with main business in palm oil plantation, Fiber, & pulp & paper. We operate our business in Sumatera, Kalimantan, and Papua. Currently we attract potentials people to fill up our vacant position as:

PLANTATION ASSISTANT

QUALIFICATION:

  • Bachelor degree in Agriculture .
  • Trained as palm oil estate assistant and experience 2 year as palm oil estate assistant
  • Competent in seeding, land clearing, and estate management.
  • Competent in annual plan for production and maintenance.
  • Competent to lead Mandor and operational employee
  • Competent to minimize losses
  • English
  • Placement in middle of Kalimantan

please send your update resume to :

hrd@agrindogroup.com

Kamis, 18 Maret 2010

Menghadapi Karyawan Tukang Protes

Sebagai seorang pemimpin, tentunya tidak semua karyawan Anda ‘mudah’ untuk dibimbing dan diarahkan mengikuti kepemimpinan Anda. Akan ada satu atau dua orang karyawan yang mempertanyakan dan mengkritisi kebijakan Anda. Sejauh pertanyaan dan kritik nya membangun dan bisa dijadikan salah satu bahan evaluasi, tentu saja hal tersebut tidak masalah. Hal tersebut justru membanggakan karena Anda telah membimbing karyawan yang kritis dan cerdas menghadapi setiap perubahan.

Tapi pernahkan Anda menemukan karyawan yang gampang memberikan kritik dan protes tanpa memikirkannya terlebih dahulu? Setiap kali Anda mengumumkan suatu perubahan atau keputusan yang tentu saja telah melalui berbagai proses pertimbangan dari Anda sebagai orang yang bertanggung jawab, orang yang sama akan mengajukan keberatan dan protes yang sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan karena penjelasannya bisa ditemukan jika saja ia mendengarkan dan memperhatikan dengan seksama.

Cetusan spontan dari karyawan yang skeptis seperti ini memang mengganggu. Bila terlalu sering terjadi pada akhirnya juga akan memberikan dampak bagi karyawan di sekitarnya. Bukan tidak mungkin rekan kerjanya akan ikut-ikutan ‘latah’ untuk jadi skeptis terhadap setiap kebijakan baru perusahaan dan terbiasa membuka mulut dan protes sebelum mencerna setiap keputusan dan perubahan yang Anda baru berlakukan. Sebelum ‘membabat’ dan menyalahkan karyawan yang memiliki kebiasaan protes, ada beberapa cara yang bisa Anda terapkan untuk membantu mengatasi hal ini adalah :

1. Evaluasi cara Anda menyampaikan berita perubahan tersebut.
Ingatlah bahwa Anda tidak boleh lalai mengkomunikasikan sebab atau alasan dikeluarkan sebuah peraturan atau perubahan dan keuntungan yang akan didapatkan karyawan dari hal tersebut. Cara ini dengan gampang &menyodorkan´ konsep sebab dan akibat yang diinginkan perusahaan, dalam hal ini Anda sebagai pembuat keputusan.

2. Berikan waktu untuk karyawan bertanya pada saat Anda mengumumkan sesuatu.
Jika pengumuman diberikan pada secara tertulis, cantumkan bahwa Anda memberikan karyawan kesempatan untuk bertanya, dengan demikian karyawan Anda akan merasa bahwa Anda terbuka terhadap pemikiran mereka.

3. Ucapkan terima kasih.
Setiap kali karyawan tersebut mengajukan pertanyaan atau protes, berterimakasihlah sebelum Anda menunjukkan secara spesifik bagian mana jawaban pertanyaannya bisa diperoleh dari penjelasan Anda sebelumnya. Gently remind the person kalau mereka bisa menemukan semua jawaban atas protes mereka jika mereka mau mendengarkan dengan seksama.

4. Diskusikan secara personal.
Jika protes dan tindakannya dirasa sudah terlalu jauh dan bisa memberikan pengaruh buruk bagi karyawan lain, jangan ragu untuk memanggil karyawan tersebut dan diskusikanlah masalah ini one on one. Jelaskan akibat tindakan mereka bagi karyawan lain dan lingkungan kerja. Terangkan bahwa tindakan apapun yang diambil Anda sebagai pemimpin adalah untuk kemajuan setiap bagian dalam perusahaan termasuk karyawan.

5. Keputusan ada di tangan Anda.
Jika karyawan tersebut melangkah lebih jauh dengan tidak mematuhi keputusan baru, yakinlah bahwa Anda memiliki kekuatan untuk menerapkan sanksi. Bersikap terbuka memang sangat disarankan dalam kepemimpinan, namun bersikap tegas dan konsisten juga merupakan faktor terpenting dalam memimpin.

Kewibawaan yang hakiki itu melekat pada karakter bukan sekedar tampilan luar yang setiap saat bisa luntur hanya karena suatu kesalahan. Maka terapkan kewibawaan dalam kehidupan sehari-hari agar berefek lebih lama dan natural bagi karyawan Anda.

Remember! :
Tidak ada pemimpin yang dapat menyenangkan semua orang. So keep the balance and move on.

Chandra Ming (General Manager JobsDB.com)

sumber:http://www.jobsdb.co.id/ID/EN/Resources/JobSeekerArticle/tukang_protes?ID=192

Apakah Anda Harus Menutup Akses Sosial Media Network untuk Karyawan Anda?

Saat ini, bisa dipastikan hampir semua orang yang berada dalam lingkaran network Anda adalah pengguna aktif atau anggota salah satu website social network seperti Facebook, Twitter, Plurk, MySpace atau jaringan sosial khusus professional seperti LinkedIn. Dengan fitur yang berbeda-beda, pada dasarnya tiap website ini memberikan sarana bagi setiap penggunanya untuk terhubung dengan user lainnya melalui dunia maya instantly, dengan cara share berita pendek atau informasi personal maupun professional dengan pengguna lainnya. Situs ini seringkali dijadikan sarana untuk menjalin pertemanan atau mengembangkan network dengan dengan jangkauan lebih luas lagi.

Dengan alasan produktifitas, banyak perusahaan memblokir akses karyawan mereka terhadap situs-situs pertemanan tersebut. Sebuah penelitian di USA menemukan bahwa 54% perusahaan memblokir akses karyawan mereka ke situs-situs tersebut. Mereka melihat situs tersebut akan mengalihkan konsentrasi atau perhatian para karyawan.

Hal tersebut dilakukan perusahaan mengingat hasil penelitian dari sebuah lembaga di USA juga mendapati rata-rata waktu yang dihabiskan karyawan untuk mengakses situs pertemanan di kantor bisa mencapai 2 jam. Sehingga munculnya perkiraan bahwa perusahaan bisa mengalami kerugian hingga US $ 2,25 milyar pertahunnya. Jumlah dan kenyataan yang sungguh mencengangkan bukan?

Di Indonesia yang pemakai Facebooknya termasuk top ten di dunia (ranking 7) juga mengalami hal yang sama. Jangan lupa bahwa sebuah institusi pemerintahan di Jawa Timur menutup akses Facebook karena membuat kinerja pegawai negeri sipil jadi ‘ngaco’.

Sebenarnya perlukah perusahaan Anda menutup akses karyawan sepenuhnya terhadap situs-situs pertemanan ini? Karena walaupun Anda menutup akses Internet ke social media, cukup dengan smart phone bahkan telepon genggam biasa, mereka sudah bisa mengakses Facebook, Twitter dan situs lain.

Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pertimbangan sebelum Anda memberlakukan peraturan atau ketentuan tentang akses karyawan terhadap social media atau Internet.

Nature of the company.
Jika perusahaan Anda bergerak di bidang public relations atau firma marketing , karyawan dengan akses luas ke sosial media bisa membantu mempopulerkan perusahaan atau membentuk image di mata masyarakat , bahkan bisa digunakan sebagai alat untuk membantu pengembangan bisnis dan mendapatkan potential client. Perusahaan yang sedang menciptakan pasar bagi produk tertentu juga bisa menggunakannya sebagai sarana informasi dan komunikasi dengan para penggunanya. Yang perlu diperhatikan adalah pemilahan karyawan yang diberi keleluasaan seperti mereka yang menangani promosi atau PR.

Alokasi waktu dan buat ketentuan atau peraturan yang jelas.
Jika Anda membutuhkan dukungan dari network, yang dimiliki karyawan untuk mempromosikan sebuah event atau produk perusahaan, pastikan ada peraturan yang melindungi dan menjamin hak dan kewajiban karyawan dan juga Anda. Contoh, komitmen bahwa promosi akan berjalan sesuai dengan keinginan perusahaan, tidak ada paksaan bahwa mereka harus menggunakan jejaring mereka untuk target promosi, alokasi waktu dalam jam kerja yang memperbolehkan mereka mengakses situs-situs tersebut di jam kantor dan lain sebagainya. Sampaikan dengan jelas dan berpeganglah pada komitmen ini.

Jangan membabi buta.

Jika Anda menutup akses Internet karyawan sepenuhnya dengan harapan mereka akan jadi lebih produktif maka sama saja Anda menghalangi mereka untuk mendapatkan tambahan informasi atau pengetahuan yang justru bisa mengembangkan karakter dan keterampilan mereka. Be wise dalam menentukan kebebasan mereka dalam berinternet dengan menggunakan fasilitas kantor.
Jika sudah terbukti mengganggu kinerja, Anda berhak memberlakukan peraturan tentang fasilitas yang diterima karyawan termasuk akses Internet. Buat peraturan yang jelas mengenai fasilitas kantor yang hanya bisa digunakan untuk kepentingan pekerjaan, bukan untuk keperluan pribadi. Lengkapi dengan sanksi bisa berakibat pada appraisal atau penilaian kerja mereka. Sosialisasikan dengan jelas kepada setiap karyawan dan jangan lupa jelaskan alasannya disertai bukti-bukti yang akurat.

Remember!
Kesuksesan dilatih dengan keseimbangan hidup, so be balanced .

Chandra Ming (General Manager JobsDB.com )

Ciri Pemimpin yang Matang

Saat kursi kepemimpinan dipegang oleh seseorang yang masih muda, seringkali ada anggapan bahwa kapabilitas dan kekuatan karakter maupun skill dalam menghadapi tekanan akan dipertanyakan oleh orang lain maupun anak buahnya sendiri. Ada pikiran skeptis dikalangan luas bahwa orang muda tidak mampu atau setidaknya belum layak untuk memimpin. Image yang melekat dan cenderung menjadi stereotype adalah bahwa pemimpin itu harus yang senior, pintar, dan berpengalaman.

Padahal, jika melihat realitas saat ini, banyak generasi muda yang sukses membangun bisnis, bertahan dari terpaan masalah internal dan krisis global, hingga akhirnya membawa organisasi menuju puncak. Mereka juga seringkali memiliki stamina dan pemikiran-pemikiran yang fresh, out of the box yang sebenarnya mampu mendobrak stigma senior memimpin lebih baik.

Hal ini menunjukkan bahwa ada kekhawatiran yang tidak perlu bahwa junior tidak memiliki mental leadership dan kurang dewasa dalam bersikap. Sebab, kedewasaan atau kematangan seseorang bukanlah ditentukan oleh usia mereka, melainkan pada kematangan emosi dan karakter.

Banyak pemimpin yang handal dalam menjalankan organisasi namun ternyata memiliki karakter kepemimpinan yang tidak berkembang, misalnya ahli dalam strategi bisnis, memiliki ide-ide yang brilian, keterampilannya dalam berbagai hal terus berkembang, namun ia tidak bisa mengendalikan emosi, tidak bisa membangun hubungan dengan karyawan, tidak bisa berperan sebagai mentor.

Semua sikap itu menunjukkan seorang pemimpin yang belum mature secara utuh. Sebab, idealnya seorang pemimpin bukan hanya matang jiwanya, tapi juga cara memimpinnya, tingkat intelektualitasnya, passion-nya terhadap apa yang dikerjakan, dan spiritualitasnya. Masing-masing unsur mature leadership akan dijelaskan dibawah ini:

Matang secara emosi. Pemimpin yang EQ (Emotional Quotation)-nya tinggi memiliki kemampuan mengelola perasaannya dengan sangat baik. Sikapnya cenderung tenang, stabil, berjiwa besar, rendah hati, dan mampu membina hubungan baik dengan orang lain. Pemimpin yang kurang matang selalu mengedepankan emosinya manakala menghadapi masalah. Akibatnya ia akan mengambil keputusan dengan tergesa-gesa berdasarkan penilaian subyektif dan akhirnya berbuah kesalahan. Bagaimana seorang menyikapi, merespon, dan bereaksi terhadap suatu keadaan dapat menunjukkan tingkat kedewasaan yang ia miliki sekaligus menentukan kadar interaksi sosialnya. Pemimpin yang mudah emosi, egois, asosial, dan selalu berpikir negatif akan membuat suasana kerja menjadi tidak nyaman bagi anak buah, sehingga pada akhirnya dapat mengganggu kondusifitas dan produktifitas kerja.

Matang dalam bersikap. Kedewasaan seorang pemimpin akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari. Pemimpin yang ikhlas dalam menjalankan tugasnya akan bekerja keras tanpa pamrih. Ia tidak akan menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, selalu jujur, dan bertanggung jawab pada setiap hal yang menjadi kewajibannya. Dengan sikapnya yang selalu mengayomi dan peduli, ia dihormati dan dicintai oleh anak buahnya. Ketegasan dan konsistensinya dalam memimpin menjadi teladan bagi semua orang.

Matang secara intelektual. Tidak berarti bahwa ia harus genius dan ber-IQ tinggi. Maksudnya adalah kemampuan dan kemauan untuk terus belajar dan meng-upgrade diri. Kejeliannya dalam mengidentifikasi permasalahan, memilih alternatif, dan akhirnya memutuskan yang terbaik bagi organisasi. Ia harus menguasai bidangnya, baik yang dicapai melalui jalur akademis maupun berdasarkan pengalaman.

Memiliki passion yang kuat. Pemimpin merupakan tumpuan bagi pengikutnya. Jika seorang pemimpin bersikap lemah, maka anak buahnya menjadi goyah. Pemimpin yang sukses itu orang-orang yang memiliki mental kuat, tahan banting, berdaya juang tinggi, berani ambil resiko dan keluar dari zona nyaman, serta pantang menyerah. Namun, dibalik sikapnya yang terlihat agresif dan ambisius, ia adalah seorang yang humble, tidak kaku, dan pintar bergaul.

Matang secara spiritual. Pemimpin yang matang secara spiritual dapat menjadi imam bagi para pengikutnya. Kepemimpinannya dianggap sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan sehingga ia tidak akan menggunakannya dengan semena-mena. Ketaatannya pada keyakinan yang dianut dapat menjadi inspirasi dan teladan bagi anak buah. Kebaikan-kebaikan dan nilai moral yang dimiliki oleh pemimpin sebagai hasil dari kerelijiusannya akan membuat pengikutnya bertambah hormat dan percaya padanya.

Remember!
Usia bukanlah ukuran kepemimpinan, melainkan karakter, skill, dan spiritualisme. .

Chandra Ming (General Manager JobsDB.com)

Rabu, 10 Maret 2010

Tolong! Saya Bosan Dengan Pekerjaan Saya.

Pernahkah Anda merasa iri dengan karyawan baru? Tentu saja bukan iri dengan gaji atau tanggung jawabnya, tetapi iri melihat antusiasme mereka yang menggebu-gebu dalam mengerjakan tugas mereka. Setiap bentuk pekerjaan yang dibebankan ke mereka diperlakukan seperti hal baru yang menuntut keterampilan dan rasa ingin tahu yang besar.

Sementara Anda yang sudah lebih lama bekerja, menghadapi setiap hari kerja seperti sebuah momok besar yang membosankan. Setelah task rutin Anda selesaikan, tidak ada lagi hal yang bisa dilakukan. Lalu rasa bosan pun mulai muncul.

Jangan biarkan hal ini berlarut-larut. Membiarkannya begitu saja tanpa mengambil tindakan apapun tentunya akan mempengaruhi produktifitas dan kinerja kerja Anda. Beberapa hal sederhana yang bisa membantu Anda membunuh rasa bosan di tempat kerja adalah sebagai berikut :

  1. Kreatif dengan menciptakan tantangan baru. Jika target kerja Anda sudah sukses dilaksanakan hari ini, daripada bengong memandangi jam berharap jarum-jarumnya bergerak lebih cepat, cobalah untuk memikirkan cara lain untuk menyelesaikan pekerjaan Anda. Tuliskan rencana kerja Anda dan jangan takut untuk berimprovisasi. Set target pribadi yang lebih besar dari yang sudah ditetapkan perusahaan untuk Anda. Jangan tunggu pekerjaan yang memberikan semangat, namun ciptakan excitement dan tantangan dalam pekerjaan Anda.
  2. Declutter meja kerja. Bersihkan dan rapikan meja kerja Anda. Singkirkan barang-barang yang tidak berguna lagi. Kumpulkan kertas-kertas bekas dan reuse untuk kertas fotokopi atau memo. Selain membuat konsentrasi sering terpecah, terlalu banyak barang yang tidak jelas kegunaannya di meja juga mempengaruhi mood kerja. Yang harus diperhatikan adalah Anda sudah menyelesaikan task Anda sebelum merapikan meja Anda.
  3. Ibaratkan pekerjaan sebagai sebuah permainan atau game. Contohnya, anggap database karyawan yang harus Anda rekapitulasi adalah musuh di Mafia War atau Anda sedang bertempur dengan atasan yang terus ‘memberondong’ Anda dengan ‘peluru’ alias pekerjaan.
  4. Tambah pengetahuan. Tidak harus di bidang yang berhubungan dengan pekerjaan, namun bidang apa saja yang menarik perhatian dan memberikan manfaat nantinya. Internet adalah sumber pengetahuan yang tak terbatas. Anda hanya perlu berhati-hati dengan untuk memilih sumber yang kompetensinya yang bisa dipercaya.
  5. Pertajam keterampilan, baik hard maupun soft skill. Tantang diri Anda untuk menguasai bidang yang membantu pekerjaan Anda. Tentu saja Anda harus melakukannya sendiri atau self taught. Misalnya berlatih menggunakan berbagai fitur di Adobe InDesign, crank berbagai widget, atau apapun yang bisa meningkatkan keterampilan kerja Anda.
  6. Organize your file. Saat keadaan mulai membosankan, cobalah untuk melihat data yang sudah tersimpan sekian lama di komputer. Kelompokkan setiap file dalam kategorinya masing-masing untuk memudahkan pencarian nantinya. Hapus file yang sudah lama dan tidak terpakai lagi. Back up data-data penting. Data yang tersusun rapi akan membantu Anda melaksanakan pekerjaan Anda. Selain itu menyusun atau membersihkan sesuatu akan memberikan sense of accomplishment sehingga semangat dan mood Anda membaik kembali.
  7. Bersihkan inbox Anda. Start a new fresh start. Balas atau respon email, hapus email lama atau letakkan di temporary folder. Jika inbox Anda mencapai ribuan, letakkan semua di temporary folder.
  8. Lemaskan otot. Bangun dari kursi Anda dan berjalan untuk melancarkan peredaran darah Anda setelah sekian jam duduk. Jika perlu, lakukan squats, push up atau sit up. Lakukan di ruang tertutup jika Anda malu dilihat teman kerja. Anda bisa keluar kantor untuk sementara, melihat pemandangan alam atau hal yang berbeda dibandingkan dengan meja dan dinding kantor Anda.
  9. Dengarkan musik. Koleksi lagu-lagu yang bisa membuat Anda bersemangat dan membuat mood Anda membaik dan kinerja meningkat setiap kali Anda mendengarnya.

Sumber:http://id.jobsdb.com/ID/EN/Resources/JobSeekerArticle/bosan%20kerja?ID=316

Senin, 08 Maret 2010

Lowongan Agronom Junior

..... DIBUTUHKAN SEGERA .....

Sebuah perusahaan swasta nasional yang sedang berkembang membutuhkan segera :

Agronom Junior
(Jakarta Raya)


Requirements:

  • Pendidikan Sarjana Pertanian, bidang Agronomi
  • Pengalaman minimal 2 tahun, terutama di sektor Kelapa Sawit
  • Usia maksimal 30 tahun
  • Bersedia melakukan perjalanan dinas ke luar daerah


Surat lamaran dan CV dapat dikirim melalui email ke:

hrd.pafi@gmail.com

Lowongan Assistant Afdeling

PT BUMIRAYA INVESTINDO (TPS AGRO)

Forging ahead energetic and dynamic,
challenge you to step front,
achievement and grow up with us.


Kami adalah sebuah Group Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit dan Cassava yang sedang berkembang dengan kantor pusat di Jakarta membutuhkan tenaga kerja profesional dan handal dengan posisi:

Assistant Afdeling

Requirements:

  • Laki-laki, Min. 27 tahun.
  • Pendidikan Min. SMU Pertanian atau D3 Pertanian/Perkebunan.
  • Memiliki pengalaman min. 2 tahun sebagai asisten afdeling di perkebunan kelapa sawit.
  • Mampu mengoperasikan komputer min. program MS Office.
  • Memiliki pengalaman dan kemampuan teknis operasional selaku asisten afdeling untuk mengelola kebun dan sumber daya manusia di bawahnya.
  • Jujur, bertanggung jawab, cekatan, memiliki motivasi dan inovasi kerja yang tinggi.
  • Menguasai bahasa inggris (min. pasif).
  • Bersedia untuk ditempatkan di Kalimantan Selatan.



    Bagi kandidat yang tertarik dan memenuhi kualifikasi tersebut di atas, kirimkan e-mail aplikasi lamaran dilengkapi dengan CV ke:
    hrd@tigapilar.com

Senin, 01 Maret 2010

FAKTOR KEBETULAN

A.B. Susanto*

"If a man be lucky, there is no foretelling the possible extent of his good fortune. Pitch him into the Euphrates and like as not he will swim out with a pearl in his hand."
- Pepatah Babylonia -

Orang-orang yang memiliki natur analitik cenderung lebih percaya dengan data yang sifatnya terukur. Bagi kalangan ini kebetulan adalah factor X yang sebaiknya dikesampingkan. Termasuk dalam kaitannya dengan pengembangan karir. Dalam pengembangan karir, jalur karir ditentukan dan rencana karir pun disusun tahap demi tahap secara rigid dengan mempertimbangkan banyak faktor. Dari sekian banyak faktor yang ada, terdapat satu faktor yang sulit diukur dan oleh karenanya acap kali tidak dimasukkan dalam rencana karir, padahal faktor ini justru sering menentukan. Faktor yang dimaksud adalah faktor kebetulan.

Anda tidak perlu berkecil hati jika belum memasukkan faktor ini ke dalam rencana karir yang Anda susun, Penulis sendiri juga memiliki natur analitik. Yang dibutuhkan hanyalah kebijaksanaan untuk mendengar suara hati dan senantiasa tanggap ing sasmita, begitu orang Jawa menyebutnya. Tanggap ing sasmita ditunjukkan dengan selalu paham membaca pertanda, dapat membaca dan peduli terhadap keadaan/situasi. Lantas apa kaitan antara faktor kebetulan dan tanggap ing sasmita? Keduanya tidak secara kebetulan terkoneksi tetapi pada dasarnya merupakan sebuah aksi dan reaksi yang dapat dirangkai menjadi satu mata rantai.

Menarik untuk disimak tiga kiat sukses dalam berkarir yang disampaikan oleh Yongky, Direktur Pemasaran sebuah perusahan farmasi terkemuka. Baginya, kiat pertama untuk sukses dalam berkarir adalah pelatihan intensif dalam bidang yang relevan dengan karir yang digeluti. Pelatihan di sini tidak terbatas dalam bentuk formal tetapi pelatihan dalam arti luas. Yang lebih diutamakan dalam hal ini adalah adanya transfer-in dalam knowledge, skill, kompetensi secara umum, dan yang tidak kalah pentingnya adalah membangun jejaring. Kiat kedua adalah memilih orang yang tepat sebagai mitra kerja. Hal ini karena dalam bisnis modern, one man show tidak selalu dapat diaplikasikan, dengan baik dan sebagai gantinya dibutuhkan tim yang solid. Soliditas tim ini sangat ditentukan oleh kesesuaian chemistry dari masing-masing pihak yang terlibat. Dengan demikian, rekrutmen yang baik menjadi kata kunci dalam hal ini. Kedua kiat di atas tidak mengejutkan, lain dengan kiat sukses Yongky yang ketiga, berada di tempat yang tepat pada saat yang tepat.

Harus diakui bahwa berada di tempat yang tepat pada saat yang tepat memang berpotensi besar untuk mendukung kesuksesan dalam karir. Hanya saja tidak mudah untuk melakukannya karena terkait dengan kesempatan dan faktor kebetulan. Aditya misalnya, secara kebetulan berada dalam posisi yang mau tidak mau manajemen melihat dan membutuhkannya. Padahal semula Aditya hanyalah eksekutif muda di sebuah divisi yang sangat khas perusahaan tersebut dan tidak banyak ditemui di industri sejenis di dalam negeri. Masa kerja Aditya di perusahaan tersebut juga belum genap tiga tahun.

Bermula dari selisih paham antara manajemen dan para seniornya membuat seniornya satu per satu meninggalkan perusahaan. Awalnya manajemen tidak terlalu serius merespon, ketika arus keluar sudah sedemikian kuat barulah sikap manajemen mulai melunak dan negosiasi pun dilakukan. Hanya saja negosiasi ternyata sudah tidak mempan lagi. Hingga akhirnya tidak seorang pun dari senior Aditya bertahan. Tinggallah Aditya sendiri yang relatif senior di divisi tersebut dan sisanya adalah mereka yang masih relatif hijau. Posisi Aditya yang belum senior membuat gesekan dengan manajemen masih dalam tingkat yang relatif aman. Karakteristik divisi tersebut yang sangat khas dan sumber daya manusia yang menguasainya tidak banyak didapat di bursa tenaga kerja, mau tidak mau manajemen harus mengorbitkan Aditya.

Jika divisi tempat Aditya bekerja tidak khas dan posisi para seniornya mudah digantikan, niscaya manajemen akan berpikir lain dan nasib Aditya barangkali tidak banyak mengalami perubahan. Dari sisi timing, promosi Aditya sangat ditentukan oleh adanya momen kekisruhan antara para seniornya dengan manajemen. Demikian juga halnya jika saat itu Aditya sudah dalam level senior, barangkali ceritanya akan lain. Jika dalam posisi seperti seniornya barangkali Aditya juga ikut dalam arus hengkang tersebut. Semua ini kebetulan tidak terjadi sehingga Aditya mendapat promosi luar biasa.

Faktor kebetulan tidak hanya berpihak pada Aditya semata, Wati yang bekerja di sebuah perusahaan farmasi nasional juga mendapatkannya. Tahun ini adalah tahun ketiga Wati bekerja di perusahaan ini, atau tahun ke lima dalam perjalanan karirnya. Wati kebetulan memulai karir di perusahaan ini seminggu setelah ia menikah dan mengikuti suaminya pindah ke Jakarta. Tahun pertama dan kedua ia lalui dengan datar-datar saja karena sudah lebih dari dua dekade ini manajemen menerapkan gaya konservatif, termasuk sistem renumerasi yang oleh sebagian karyawan disebut RMS. RMS yang dimaksud adalah Rajin Malas Sama saja. Akibatnya tiap evaluasi kinerja tahunan, perkembangan karir dalam perusahaan tersebut lebih mirip pada organisasi militer atau pegawai negeri sipil.

Gaya manajemen di perusahaan tersebut sontak berubah ketika pimpinan puncak pensiun dan sebagai gantinya didatangkan seorang profesional yang ambisius dan revolusioner. Apalagi pimpinan baru ini mengusung beberapa profesional pada beberapa posisi kunci dalam manajemen perusahaan. Dengan segera terjadi perubahan yang revolusioner dalam tubuh perusahaan. Geliat perubahan ini menjadi pembeda siapa karyawan yang berprestasi dan mana yang tidak, siapa yang kompeten dan siapa yang tidak. Salah satu yang merasakan dampaknya adalah Wati. Target manajemen baru yang ambisius membuatnya harus bekerja ekstra keras. Hanya saja, kali ini kerja kerasnya membuahkan hasil karena RMS sudah diganti dengan sistem yang lebih baik seiring pergantian tahun kemarin. Walhasil, karir Wati pun meroket di tahun baru ini. Dapat Anda bayangkan seandainya pimpinan lama tidak pensiun atau penggantinya masih satu tipe. Meski harus kerja sampai jungkir balik pun karir Wati dan wati-wati yang lain dalam perusahaan tersebut akan merayap dalam tempo lambat atau Andante dalam bahasa musik Barat.

Tak pelak, mengambil keuntungan dari faktor kebetulan adalah katalis bagi pencapaian karir yang sukses. Dengan kata lain, jika dapat dikelola sedemikian rupa faktor kebetulan dapat memperkaya hidup dan karir. Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana faktor kebetulan dapat dikelola? Dalam bukunya yang berjudul "The Celestine Prophecy," James Redfield mendeskripsikan bahwa menaruh perhatian secara seksama tentang kondisi sekeliling akan dapat membantu mengelola faktor kebetulan. Apa yang disampaikan James Redfield tersebut sekepang dua ringgit dengan local wisdom dari tanah Jawa, tanggap ing sasmita, seperti yang sudah disinggung di atas.

Sukses tergantung pada pilihan yang dibuat dan bagaimana attitude serta spirit dari orang yang bersangkutan. Tetapi formula kesuksesan tidak cukup jika hanya terdiri atas bakat, attitude, dan pilihan karena masih ada satu faktor yang tidak dapat diabaikan begitu saja, yakni faktor kebetulan.

* Managing Partner The Jakarta Consulting Group

Sumber:http://www.jakartaconsulting.com/art-15-18.htm

Rencana Pengembangan Potensi

Himawan Wijanarko*

Keberhasilan meniti karir sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengenali dan mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga sudah selayaknya pengembangan potensi direncanakan dengan baik.

Proses perencanaan pengembangan potensi meliputi langkah-langkah strategis berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian dapat membantu menemukan kekuatan dan hambatan yang mungkin timbul dari upaya-upaya mencapai tujuan karir. Termasuk di dalamnya upaya mengantisipasi kegagalan.

Terdapat tiga hal yang tidak boleh terlewati yaitu passion, persistence, dan commonsense. Passion merupakan modal utama, karena proses pengembangan diri dapat terencana dan selanjutnya dikembangkan dengan baik apabila didasari pada sikap mental dan perasaan positif untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuannya. Semangat yang demikian akan menimbulkan inisiatif yang tinggi, minat yang besar, dan stamina yang kuat dalam proses pelaksanaannya. Persistence merupakan prasyarat kedua, karena perencanaan akan memperlihatkan karakteristik kontinuitas melalui konsistensi langkah dan upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Kita harus memegang teguh satu orientasi yang jelas, sehingga nantinya dapat melaksanakannya secara konsekuen. Ketiga, commonsense, karena aspek rasionalitas berpengaruh besar terhadap keberhasilan penyusunan dan pelaksanaan suatu perencanaan. Dalam artian, usaha-usaha dan tujuan yang dipilih harus terbentuk dalam pengertian umum dan dilandasi akal sehat, dengan memperhatikan kemampuan diri dan kondisi lingkungan sekitarnya.

Beranjak dari ketiga hal tersebut di atas kita dapat melakukan perencanaan dengan melibatkan orang lain. Misalnya berdiskusi dengan pasangan, anggota keluarga, rekan-rekan kerja, sahabat, dan sebagainya. Namun, bisa juga perencanaan dilaksanakan sendiri, dengan pengertian diri sendirilah yang paling memahami apa yang paling sesuai untuk dilaksanakan.

Dalam konteks proses perencanaan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulkan ide. Metode yang paling sederhana adalah melalui brainstorming bersama beberapa rekan atau saudara, agar dapat menarik manfaat melalui ide-ide yang mereka lontarkan. Kemudian secara bersama-sama mencari bentuk dasar perencanaan dan berbagai kemungkinan implementasi perencanaan itu.

Metode lainnya, melakukan pilihan dari daftar aktivitas yang telah dirancang, disertai suatu ketentuan tentang “apa yang harus dikerjakan” dan “apa yang penting”. Kemudian membuat pertanyaan sebanyak mungkin berkenaan dengan hal tersebut, menjawab setiap pertanyaan, menemukan tingkat kesulitan masing-masing, dan mencari kaitan antara satu dengan yang lain untuk menentukan skala prioritas. Barangkali dapat dilaksanakan secara bersama-sama. Mungkin ada yang dapat ditunda, dan ada yang harus segera dilaksanakan.

Dengan dasar pemikiran seperti ini, kita dapat menentukan tujuan pribadi, langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai tujuan tersebut, dan berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan tujuan itu. Proses demikian akan memberikan umpan balik untuk menilai kembali langkah-langkah yang kurang tepat, sehingga nantinya mampu melakukan penyesuaian atau perubahan atas langkah-langkah yang kurang tepat itu.

Dalam membuat perencanaan pengembangan potensi, kita jangan melupakan keunggulan diri sendiri. Caranya menyertakan daftar aktivitas yang pernah dipelajari dan dilakukan, kemudian menentukan aktivitas mana yang paling dikuasai. Dari situ kita dapat menemukan batasan-batasan diri yang ditinjau dari berbagai sisi diri sendiri, keterampilan dan kemampuan diri, pengaruh orang lain, pengaruh bawaan atau keturunan, dan pengaruh ekonomi.

Dalam menyusun perencanaan sebaiknya kita juga dapat menentukan apa saja yang dapat membantu. Biasanya hal itu berasal dari kelebihan diri kita. Bisa juga berasal dari berbagai faktor positif di sekeliling kita. Dalam hal ini dibutuhkan kepekaan yang tinggi untuk “mengangkat” hal-hal tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan secara signifikan.

Perencanaan yang baik pun mengandung deskripsi pertolongan yang dibutuhkan. Di sini, perlu ditentukan siapa yang dapat membantu, sejauh mana bantuan yang dapat diberikan, dan apa saja yang dapat diperoleh. Perlu diingat, pertolongan di sini harus dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Tanpa perencanaan menjadikan kita tidak mempunyai pedoman yang jelas, orientasi yang tidak fokus, serta berdampak kepada ketidakjelasan langkah-langkah yang harus ditempuh. Perencanaan menjadikan semua tindakan tertata rapi menuju tujuan yang diinginkan, dan merupakan salah satu kunci menuju pencapaian puncak karir.
*GM Strategic Services The Jakarta Consulting Group

Source :http://www.jakartaconsulting.com/art-15-54.htm

Akibat Tak Terduga dari Demokrasi

Oleh: Emmanuel Subangun


Dalam riset pemasaran, satu hal yang paling utama tak lain adalah tingkat kepuasan konsumen. Dasarnya, setiap barang punya ”manfaat”, dan ”harga” adalah petunjuk seberapa jauh hubungan ”manfaat” dan konsumen.


Jika gagasan pemasaran itu diterjemahkan dalam survei pendapat umum, hasilnya dapat disimak seperti berita Kompas (19/10/2009). Secara umum dilaporkan tingkat kepuasan konsumen—dalam politik disebut konstituen—terhadap kinerja pemerintah. Hasilnya? Secara keseluruhan, tingkat kepuasan itu naik turun, cenderung rendah, dan naik ke angka tinggi—sekitar 70 persen—saat pemilu hendak dijalankan. Apa hubungan data ini dengan proses demokrasi?

Jelas yang tak jelas

Hal itu menjelaskan mengapa presiden sekarang terpilih lagi. Dan menjelaskan lagi mengapa harapan tinggi diserahkan kepada pemerintah sekarang, sekitar 80 persen. Namun, jika diingat, tingkat kepercayaan dalam kurun lama cenderung rendah. Ada satu hal juga yang harus dimengerti, yakni politik kita amat diwarnai efek citra.

Maksudnya, menjelang pemilu, upaya pencitraan dilakukan dengan sistematis sehingga ”kenyataan dan harapan” tidak terpisahkan lagi sehingga pemilu adalah sebuah pesta. Orang lupa pada keadaan yang sulit dan bergembira ria dengan makan berlimpah. Atau dengan kata lain, pemilu adalah saat warga negara sedang dalam keadaan lupa ingatan dan biasanya disebut dalam bahasa asing euforia. Namun, apakah dengan euforia itu soal yang nyata, yang substantif, juga akan dapat dirampungkan sesuai harapan?

Jawaban terletak pada hadirnya masalah dan kemampuan teknis untuk menanganinya, selain dengan ada tidaknya sumber daya yang tersedia. Dalam hubungan masalah, kemampuan, dan sumber daya, segera dapat disimak, soalnya bukan lagi harap dan tidak mengharap, tetapi soalnya terletak pada perhitungan yang rasional belaka.

Contoh: seperti terjadi di seluruh dunia, kisah ekonomi sekarang diawali krisis keuangan (krismon, nama pribuminya), diteruskan dengan resesi, dan kini dilanjutkan dengan tekanan dan bom waktu APBN. Jika hidup matinya APBN tergantung pajak, dan pertumbuhan ekonomi stagnan—sekitar 5 persen—sedangkan kecepatan penduduk melaju, dapat dibayangkan betapa tekanan APBN itu menyimpan krisis tertunda.

Artinya, sistem perekonomian kita secara struktural amat rapuh. Dalam kerapuhan itu ujungnya adalah semakin tidak mampunya pemerintah untuk menangani kesejahteraan rakyat. Ruang bermain pemerintah yang wajar sudah amat sulit, apalagi jika masih harus ditambah kerumitan birokrasi yang ada.

Jadi, secara rasional, harapan tinggi itu adalah tak nyata, atau malah ilusi.

Tak terduga

Setelah pemilu langsung memilih DPR dan presiden, kita semua sudah menjalankan hak dan kewajiban. Artinya, kita menyerahkan ”kedaulatan” politik kepada presiden beserta kabinetnya di samping kepada 600-an anggota majelis tertinggi kita.

Jika mereka dilantik, artinya secara resmi penyerahan kita itu mengikat secara hukum. Jadi, stabilitas politik untuk satu masa sudah dapat dijamin. Namun, masalahnya adalah apakah dengan stabilitas itu politik keadaan kita juga sudah membaik?

Demokrasi, seperti setiap sistem yang sifatnya terbuka, selalu disertai proses sebab akibat dengan watak inheren dengan akibat tak terduga. Maksudnya, setiap tindak dalam sistem politik demokrasi, karena faktor keterbukaan informasi, selalu saja dapat menimbulkan masalah karena akibat yang terjadi tidak selalu berjalan dalam hubungan fungsional seperti dikenal dalam buku teks ekonomi. Seperti jika barang berkurang, permintaan naik, harga akan naik juga! Politik bukan ekonomi, dan hubungan fungsional tidak pernah ada.

Contoh: presiden memilih kabinet dengan sendirinya berdasar atas dapat tidaknya sebuah tim kerja berjalan, seperti lazim dalam setiap organisasi. Lalu agar organisasi itu berjalan dalam fungsinya, berlaku tuntutan the right man on the right place. Jika kini istilah itu diganti dengan pernyataan bahwa menteri harus ”profesional”, segera orang sudah sangsi apa demikian halnya. Bukan semata karena figur orangnya, tetapi disebabkan oleh nalar politik yang timbul dalam sistem politik kita.

Maksudnya, untuk sebuah kabinet indonesia bersatu, ada dua hal yang saling bertentangan. Pertama, setiap peserta koalisasi tentu minta jatah kursi, disebut sebagai kontrak politik.

Kedua, jabatan publik adalah jabatan negara, bukan jabatan organisasi swasta. Maka, jika kedua hal itu disimak baik, segera kita dapat melihat, apa yang disebut sebagai pembagian kursi akan dapat dimengerti sebagai pembagian dividen dalam akhir masa kerja perusahaan. ”Upah” diberikan setelah bekerja. Namun, dalam politik, ”upah” dibayarkan pada awal kerja.

Jika soal substantif dikaitkan soal upah politik dibayar di depan, kita dapat mengerti mengapa siklus kepuasan konsumen politik Indonesia cenderung rendah dan akan naik menjelang pemilu. Itulah paradoks sistem neoliberal.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/20/05062520/akibat.tak.terduga.dar


Emmanuel Subangun
Sosiolog

Demokrasi Tanpa Substansi

Oleh: Donny Gahral ADIAN


Kesetaraan semua manusia sebagai manusia bukanlah demokrasi melainkan sejenis liberalisme, bukan sebuah bentuk negara melainkan etika dan weltanschauung individualisme-humanitarian.”(Chantal Mouffe, Filsuf Politik)


Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal George Toisutta menyampaikan pernyataan yang cukup mendebarkan. Beliau mengatakan, perbedaan jangan dijadikan alasan pembenaran untuk membiarkan terjadinya konflik dan kekerasan (Kompas, 17/12). Pernyataan ini sangat halus, tetapi menimbulkan kecemasan sipil.

Kalangan sipil menganggap pernyataan KSAD sebagai sinyal hipotetis masuknya kembali militer ke arena politik. Jika manajemen demokrasi oleh sipil justru membuat keadaan menjadi lebih buruk, militer sebagai penjaga resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa saja turun tangan. Saya pribadi tidak mengalami kecemasan itu. Saya lebih cemas terhadap watak demokrasi kita yang menimbulkan reaksi KSAD. Saya menyebutnya, demokrasi tanpa substansi.

Homogenitas

Mantan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono membaca kesebangunan antara kecemasan Toisutta dengan kecemasan Soekarno dan Nasution (Kompas, 17/12). Sejarah mencatat, Soekarno menyelesaikan kecemasannya dengan Dekrit Presiden, 5 Juli 1959. Dekrit Presiden tersebut mengembalikan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional republik ini sekaligus membuka jalan bagi format demokrasi terpimpin. Intinya, demokrasi harus dipimpin oleh kebijakan konstitusional (constitutional wisdom) yang terdapat dalam UUD 1945. Soekarno menegaskan lagi pada 17 Agustus 1964 bahwa demokrasi tidak boleh berbeda jalan dengan tiga arah revolusi: sosialisme, absennya eksploitasi manusia, dan absennya kolonialisme.

Demokrasi memang tidak identik dengan heterogenitas. Demokrasi justru bertumpu pada homogenitas. Homogenitas adalah syarat mungkin demokrasi. Setiap demokrasi aktual berdasarkan pada prinsip yang berbunyi: ”yang setara diperlakukan sama sementara yang tidak setara, tidak”. Demokrasi membutuhkan dua hal. Pertama adalah homogenitas. Kedua adalah penghapusan heterogenitas.

Orang tentu bereaksi keras terhadap prinsip di atas. Apa artinya demokrasi tanpa kesetaraan? Apakah itu bukan nama lain dari totalitarianisme? Demokrasi tentu tidak dapat dilepaskan dari gagasan mengenai kesetaraan. Namun, kesetaraan yang dimaksud bukan kesetaraan manusia, melainkan kesetaraan politik yang lebih bersubstansi. Kesetaraan politik berseberangan dengan kesetaraan liberal-abstrak yang memajukan kesetaraan manusia sebagai manusia. Kesetaraan tersebut abstrak dan tak bernilai. Kesetaraan baru bernilai apabila itu bersubstansi. Kesetaraan substansial memiliki konsekuensi kontroversial bernama eksklusi dan ketaksetaraan.

Kesetaraan liberal-kemanusiaan tidak dapat menjadi basis bagi berdirinya sebuah negara. Sebuah negara memiliki substansi yang memilah warga negara berdasarkan partisipasi pada substansi tersebut. Di sini demokrasi dan liberalisme berseberangan. Demokrasi dan liberalisme saling menegasikan. Kesetaraan liberal tidak membedakan mana warga dan mana yang bukan. Sementara, kesetaraan demokratis membedakan mana yang termasuk bagian demos dan mana yang bukan. Demos bukan semata batas teritorial, melainkan juga batas politik yang diskriminatif.

Demokrasi dan kewargaan sungguh tak dapat dipisahkan. Warga negara mendapat hak yang setara bukan melalui partisipasi dalam gagasan abstrak kemanusiaan. Warga negara memperoleh hak yang setara melalui partisipasinya dalam demos sebagai substansi politik. Warga negara adalah nama lain dari rakyat. Artinya, konsep sentral dalam demokrasi bukan kemanusiaan, melainkan rakyat. Dalam arena politik, rakyat tidak berhadapan satu sama lain sebagai abstraksi, melainkan individu politis, pemerintah, atau yang diperintah, sekutu atau oposisi.

Perbedaan dan kekerasan

KSAD, menurut hemat saya, bukan sedang mempertanyakan administrasi sipil terhadap demokrasi. Beliau bertanya apakah perbedaan harus selalu berujung pada kekerasan. Terlepas kekerasan apa yang dimaksud, pertanyaan itu layak dijawab. Sejak reformasi 1998, demokrasi kita memang berbuah kekerasan horizontal antaretnis dan antaragama. Namun, semua toh bisa selesai dengan relatif baik.

Menurut hemat saya, silang pendapat mengenai kasus Bank Century tidak akan berbuah kekerasan. Yang mungkin adalah konsekuensi politik putusan Century dapat membelah bangsa ini dalam dua kubu politik yang sama keras. Apakah itu berlanjut pada kekerasan? Republik ini memang senantiasa didera berbagai putusan politik yang berpotensi kekerasan. Namun, meskipun ada satu dua yang berujung pada kekerasan, sipil tetap dapat menetralisasinya.

Kita mesti membaca kecemasan KSAD dari kacamata kesetaraan politik. Demokrasi memang memiliki cacat bawaan yang bernama kesetaraan nonpolitik. Perbedaan pun seolah menjadi begitu luas dan tak berbatas. Padahal, negara dibentuk berdasarkan homogenitas dan substansi politik yang jelas. Republik ini, misalnya, dibentuk oleh substansi politik yang termaktub dalam UUD 1945. Substansi itu antara lain Pancasila, negara kesatuan, republik, presidensialisme, dan demokrasi konstitusional.

Kita tidak melihat betapa perbedaan pendapat mengenai baiout menghasilkan kekerasan. Perbedaan pendapat mengenai daftar pemilih tetap pun tak berujung pada kekerasan. Aksi massa dalam jumlah besar memang terjadi menanggapi kriminalisasi Bibit-Chandra. Namun, aksi tersebut pun berjalan relatif aman. Provokasi dari kubu yang berseberangan tidak memicu konfrontasi yang tidak perlu. Ini menunjukkan betapa modal sosial (kepercayaan) bangsa kita cukup besar. Setiap kelompok percaya bahwa seruncing apa pun persoalan, kekerasan bukan jalan emas untuk memecahkannya.

Sebaliknya, perbedaan mengenai dasar negara menghasilkan beragam pemberontakan dan kekerasan. Perbedaan seperti ini menghasilkan kekerasan karena menyangkut substansi negara. Kekerasan biasanya muncul dari kelompok-kelompok sektarian yang menolak substansi politik republik ini. Di sini ketegasan mengenai homogenitas demokrasi perlu ditajamkan kembali. Kita mesti berani menarik garis antara warga demos dan nonwarga demos. Garis perlu ditarik antara mereka yang pro-NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika dan mereka yang tidak. Perbedaan pendapat mengenai empat kunci utama republik tersebut tidak boleh ditolerir. Sebab, sejarah mengajarkan kita betapa perbedaan mengenai kunci-kunci itu dengan mudah berbuah kekerasan.

Militer adalah penjaga resmi substansi republik. Militer, bisa dibilang, adalah penjaga kunci- kunci demos. Ketika perbedaan pendapat sekadar sengketa politik harian, saya kira militer tak perlu khawatir. Namun, ketika perbedaan itu menyangkut substansi republik ini, surat undangan tak perlu dikirimkan. Apakah dengan demikian saya satu ikatan pikiran dengan KSAD? Kemungkinan itu tak dapat dibenamkan.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/12/19/03590139/demokrasi.tanpa.substa


Donny Gahral ADIAN Dosen Filsafat Politik Universitas Indonesia


Demokrasi dan Suara Belalang

Oleh: Antonius Cahyadi


”So, is there life after democracy? & hellip; The question here, really, is what have we done to democracy? What have we turned it into? What happens once democracy has been used up? When it has been hollowed out and emptied of meaning?”
(Arundhati Roy, Listening to Grasshoppers, Field Notes on Democracy).

Di hampir pengujung akhir tahun 2009, Arundhati Roy menerbitkan buku yang merupakan kumpulan esainya tentang demokrasi. Judul bukunya, Listening to Grasshoppers, Field Notes on Democracy. Salah satu esai dalam buku itu yang berjudul sama dibawakan di Istanbul, 18 Januari 2008, untuk memperingati kematian Hrant Dink, jurnalis Armenia yang dibunuh di Istanbul, Januari 2007, karena mencoba mengungkap tragedi yang dialami orang-orang Kristen Armenia pada masa kekaisaran Ottoman tahun 1915.

Di bagian lain bukunya, Roy menggambarkan bagaimana perjuangan orang-orang Kashmir, tergambar lewat civil disobedience pada tahun 2008, memperoleh tekanan yang begitu berat dan sistematik. India berhadapan dengan Muslim Kashmir.

Dalam catatan Roy, demokrasi seperti kehabisan dayanya ketika berhadapan dengan fakta pluralitas masyarakat negara yang diformanya, lebih-lebih ketika demokrasi berhadapan dengan agama. Pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dan kepala pemerintahan menjadi tolok ukur yang banal atas demokrasi. Demokrasi justru menjadi alat untuk mematikan suara rakyat (vox populi). Suara demokrasi justru menjadi suara kerumunan belalang yang menandakan akan adanya bencana. Persis ketika setelah ibunda Hrant Dink yang di tahun 1915 berusia 10 tahun mendengar suara kerumunan belalang di desanya, Dubne, tragedi pembantaian di Armenia itu terjadi. Maka, Roy bertanya dengan memetaforakan suara belalang dan bencana. Adakah kehidupan setelah democracy (yang bagi Roy telah menjadi demon-crazy)?

Kecemasan

Demokrasi memberikan harapan kepada masyarakat manusia yang terbentuk dalam sebuah negara karena pemerintahan negara dijamin dilakukan oleh rakyat. Makna rakyat yang pada zaman pencerahan kemudian diidealisasi sebagai individu yang memiliki otonomitas dan kedirian, atau manusia sebagai subyek, dikawal oleh hukum. Hukum menjamin warga negara berpartisipasi dalam pengelolaan negara. Warga negara oleh demokrasi dan hukum dipandang sebagai subyek yang bermartabat.

Namun, cita dari demokrasi semacam itu yang tidak ditemukan oleh Roy dalam demokrasi riil. Demokrasi dengan hukum formalnya menjadi demokrasi performatif yang sekadar mementingkan penampilan fisik semata dalam pemilu yang seakan-akan ”jurdil” dan pers yang seolah-olah merdeka. Hukum yang memang pada dirinya berorientasi ketertiban menjadi alat untuk melegitimasi adanya demokrasi performatif.

Demokrasi dan hukum zaman pencerahan yang diadopsi oleh negara memiliki persoalan. Bagaimana meletakkan kemanusiaan (manusia sebagai subyek yang otonom) yang baru saja lahir berhadapan dengan negara? Trauma Revolusi Perancis membuat ruang publik sebagai domain keberadaan negara disterilkan dan dinetralkan dari agama (berikut religiositas yang ikut membentuk kemanusiaan kita). Dalam perjalanan waktu, negara melalui demokrasi dan hukum menyingkirkan kemanusiaan. Negara tidak dapat hidup berdampingan dengan kemanusiaan dalam ruang publik yang seharusnya dijaga oleh demokrasi dan hukum.

Apabila Roy menyaksikan negara India lewat demokrasi dan hukum yang diisi oleh nasionalisme Hindu dan developmentalism yang pro-pasar sehingga menyingkirkan kaum Muslim, Kristen, Sikh, dan Dalits, kita melihat bahwa di masa Orde Baru demokrasi Pancasila menyingkirkan orang-orang kiri, kaum penghayat, dan orang-orang kritis. Ironisnya, negara Orde Baru melakukan itu seperti seolah-olah menjawab tantangan pencerahan dengan menyakralkan ruang publik. Pancasila yang maknanya begitu dipersempit menjadi kanal untuk meletakkan kemanusiaan bersandingan dengan negara.

Harapan

Runtuhnya sosialisme sebagai ideologi negara, tragedi 11 September, serangan di Mumbai, dan—untuk kita—reformasi, sebenarnya menjadi momen-momen untuk kembali mempertemukan negara dan kemanusiaan dalam ruang publik yang dijaga oleh demokrasi dan hukum. Momen-momen itu juga sekaligus menandakan bahwa negara tidak lagi bisa dibayangkan sebagai sebuah entitas yang absolut. Negara oleh masyarakat manusia yang menjadi rahim kelahirannya ditantang untuk melihat manusia sebagai subyek yang menghidupinya dalam peristiwa sehari-hari yang begitu sederhana.

Skandal Bank Century yang terungkap, koin untuk Prita, dan banyak fenomena people power lainnya merupakan manifestasi gugatan terhadap kekuasaan absolut negara. Di sisi lain, kasus bunuh diri yang beberapa kali kita saksikan merupakan tanda bahwa ruang publik kita tidaklah semanusiawi yang kita bayangkan selama ini. Negara dengan mekanisme pasarnya telah begitu beringas mengonsumsi kemanusiaan kita sebagai subyek otonom yang dicita-citakan.

Lewat peristiwa dalam hidup keseharian kita, misalnya yang termanifestasi dalam jejaring sosial virtual yang kita miliki, negara diingatkan untuk kembali mendengarkan vox populi sebagai suara rakyat. Dalam suara rakyat terkandung suara kemanusiaan yang mencari jalannya untuk didengarkan. Seperti suara kerumunan belalang, suara rakyat ingin memberitahukan sesuatu kepada negara tentang kemanusiaan di ruang publik yang seharusnya dijaga oleh negara dengan demokrasi dan hukum.

URL Source: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/11/03235296/demokrasi.dan.suara.be


Antonius Cahyadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia; Kandidat Doktor dalam Bidang Socio Legal Studies di Van Vollenhoven Institute, Faculteit der Rechtgeleerdheid, Universitas

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...