Selasa, 29 September 2009

Plantation Manager (code: PM)

IDB BIO RESEARCH DEVELOPMENT, PT

Company Description

Due to big expansion of our business in Indonesia, a fast growing Energy Solution Company invites visionary professionals to develop and implement its business strategy as:


Plantation Manager (code: PM)

Requirements :
  • Male.
  • Must possess at least a Degree in Agriculture/Forestry, Science & Technology, Quantity Survey, Food Technology, Plantation Research & Development or equivalent.
  • Minimum 5 years experience in the industry at managerial level.
  • Good knowledge in Environmental management systems & sustainability.
  • Proven leadership skills, conceptual ability and business acumen.
  • Obtain efficient and effective use of resources and good yields.
  • Experience with initial feasibility studies, sources, details, and land purchase is a must.
  • Able to manage the plantation to the expected highest ethical standards and community / social relations to ensure harmonious operations and productivity.
  • Willing to train and develop local community to improve their skills and prosperity.
  • Willing to be placed in East Nusa Tenggara (NTT).
Should you meet the above qualifications, Please visit our website: www.idbes.com and send your application letter; complete CV including recent photo and expected salary to (please put the code on the e-mail subject):


E-mail: hrd2@idbes.com
Address: Jl. K.H. Abdullah Syafi’ie No.5, Lapangan Roos Building, 3rd floor.
Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan 12840
Phone 021 - 837 07 180 Fax. 021- 837 07 183

Memperbaiki Lahan dan Petani

Oleh: Banu Astono


Kisruh pupuk akibat kelangkaan, kenaikan harga, dan merembesnya alokasi ke tempat lain menjadi persoalan tahunan. Inti masalah karena sistem distribusi yang rentan bocor dan ketergantungan petani terhadap pupuk kimia semakin kuat.

Dampaknya, produktivitas tanaman tidak meningkat secara signifikan. Nilai tukar petani tetap jalan di tempat dan kualitas lahan setiap tahun terus memburuk. Hasilnya, bukan saja terjadi kemerosotan pendapatan petani, tetapi juga mengakibatkan tidak adanya kedaulatan pangan.

Konsekuensinya, produk primer pertanian yang dikonsumsi masyarakat sebagian besar diimpor. Biaya yang harus dibayar untuk itu tak kurang dari 5,003 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 50,03 triliun per tahun.

Hal itu bukan saja menguras devisa, menekan pendapatan petani, tetapi juga menekan terciptanya lapangan kerja. Akibatnya, keinginan untuk mengurangi jumlah penganggur tidak maksimal. Padahal, dengan memproduksi pangan sendiri, peluang kerja terbuka luas.

Kekisruhan pupuk

Oleh sebab itu, kekisruhan pupuk tidak hanya merugikan petani tanaman pangan, tetapi juga industri pendukung sektor pertanian, lapangan kerja, dan kepentingan negara secara keseluruhan dalam hal pengadaan pangan secara nasional.

Hal itu disebabkan banyak faktor. Salah satunya adalah ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang semakin tinggi.

Oleh sebab itu, kata Direktur Utama Petrokimia Gresik Arifin Tasrif, pihaknya melakukan pengembangan pupuk organik (petroganik). Pupuk organik ini untuk menekan penggunaan pupuk kimia oleh petani yang tidak lagi mengikuti pola pemupukan tunggal yang berimbang, yakni urea sebanyak 250 kg, ZA 100 kg, superphos 100-150 kg, dan KCl sebanyak 75 kg.

Petroganik yang diproduksi oleh industri kecil dan menengah ini dikontrol kualitas produksinya oleh PT Petrokimia Gresik sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan.

Melalui kontrol di lahan percobaan Petrokimia Gresik, pupuk ini mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kondisi tanah.

Dengan pemberian yang cukup, tanah menjadi gembur, lebih berpori menyerap air lebih banyak, mudah diolah, dan mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik.

Jika pupuk digunakan secara baik dan tepat, mampu ditekan 20 persen penggunaan pupuk kimia. Dengan demikian, pupuk anorganik bisa dikurangi. Ini artinya, nilai subsidi pupuk urea bisa ditekan. Saat ini subsidi pupuk urea untuk tahun 2009 sebanyak 5,5 juta ton dengan nilai Rp 8,381 triliun, ZA sebanyak 923.000 ton dengan nilai Rp 1,399 triliun, superphos sebanyak 1 juta ton dengan nilai Rp 989 miliar, dan NPK 1,5 juta ton dengan nilai Rp 6,033 triliun.

Strategi yang dilakukan Petrokimia dalam mengembangkan industri petroganik bersama mitra lokalnya adalah membangun pabrik di wilayah mereka agar konsumen lebih mudah dan cepat mendapatkan pupuk organik. Biaya distribusi bisa ditekan semaksimal mungkin karena bahan baku kotoran sapi dan pemasaran berada di lokasi yang sama.

Nilai investasi yang ditanamkan oleh mitra lokal Rp 1,2 miliar, belum termasuk tanah dan bangunan. Biaya investasi itu sekitar 50 persen dari produsen dan sisanya ditutup oleh pihak perbankan, seperti Bank BNI.

Kapasitas produksi pabrik mencapai 10 ton per hari atau 3.000 ton per tahun. Jumlah tenaga kerja langsung sekitar 30 orang per pabrik. Belum termasuk pekerja tidak langsung di sektor peternakan sapi, ayam, dan sektor pendukung lain yang mencapai puluhan orang per pabrik.

Kebutuhan pupuk organik domestik dalam satu tahun diperkirakan 24 juta ton untuk areal tanaman padi seluas 12 juta hektar.

”Saat ini kami baru memiliki mitra kerja sebanyak 51 dan diharapkan pada akhir 2009 mencapai 130,” ujar Arifin Tasrif di sela peresmian pabrik pupuk organik Petroganik di Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

URL Source: http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/25/0453220/memperbaiki.lahan.dan..

Selasa, 15 September 2009

LOWONGAN AGRONOMI

PT. BIOGENE PLANTATION

PT. POLOWIJO GOSARI adalah perusahaan yang bergerak di bidang agrobisnis, saat ini membuka peluang karir kepada sarjana/sarjana muda yang berjiwa dinamis untuk ditempatkan di bidang:

AGRONOMI

Dengan syarat sebagai berikut:

1. Pria/Wanita belum menikah, usia max. 25 tahun
2. Pendidikan D3/S1
3. Memiliki komitmen dan integritas tinggi serta bertanggung jawab dalam pekerjaan
4. IPK Min 2,75
5. Menguasai aplikasi komputer (word, excel)
6. Bersedia ditempatkan diluar kota
7. Memiliki interpersonal skill
8. Menguasai bahasa inggris pasif baik lisan/tulisan
9. Pasfoto warna terbaru 4x6 sebanyak 2 lembar

Lamaran lengkap dikirim ke:

Bagian HRD PT. BIOGENE PLANTATION
Jl. Patra Kuningan Raya Blok M4 No. 2
Jakarta Selatan 12950

Pupuk Hayati Berteknologi Nuklir

Badan Teknologi Atom Nasional (BATAN) mengembangkan Pupuk Azora, sebagai aplikasi pemanfaatan teknologi nuklir. Pupuk hayati atau biofertilizer ini mampu meningkatkan produktivitas pertanian, dan menggantikan penggunaan pupuk kimia yang sangat berbahaya bagi lingkungan.

Akibat keberhasilan ini, direncanakan 9 Maret nanti akan ada kerjasama BATAN dan Dewan Riset Nasional. Kerjasama ini guna meningkatkan kualitas dan produksi pupuk hayati lebih ramah lingkungan, efektif dan murah. Adanya kerjasama ini, diharapkan produksi pupuk biofertilizer ini bisa diproduksi secara massal.

Purwiyatno Hariyadi, Peneliti Teknologi Pangan dan Gizi dari Teknologi Pertanian IPB, juga Direktur Pusat Ilmu dan Teknologi Makanan dan Pertanian Asia Tenggara (SEAFAST), menyarankan agar meningkatkan komunikasi ke warga soal pupuk bio ini. Agar warga bisa menerima pupuk itu meskipun melalui proses teknologi nuklir. Hal ini disebabkan, masih ada kekuatiran besar bagi warga pada segala hal yang bersentuhan dengan kata nuklir.

Hal itu disampaikannya saat berdialog dalam sebuah diskusi Sarapan Pagi KBR68H.

KBR68H: Menurut Anda, biofertilizer aman digunakan?

PH (Purwiyatno Hariyadi): Teknologi nuklir itu luas aplikasinya, salah satunya adalah menelusuri zat-zat kimia. Seperti yang dilakukan untuk membuat pupuk bio ini. Teknologi nuklir ini akan menelusuri zat-zat yang diperlukan, juga mensterilkan zat yang berbahaya bagi tanaman, sehingga kerja pupuk bio akan lebih maksimal. Dalam proses pembuatan pupuk, sebenarnya tidak ada kaitan dengan unsur radiasi. Yang ada hanyalah penggunaan isotop saat menelusuri zat-zat kimia yang ada.

KBR68H: Jadi, tidak perlu kuatir terhadap radiasi nuklir?

PH: Tidak ada radiasi nuklir, ini hanya penggunaan isotop. Hal ini memang perlu dikomunikasikan dengan baik ke warga, agar penerimaannya bisa meluas di masyarakat.

KBR68H: Sebenarnya, apakah banyak radiasi nuklir seperti ini digunakan di industri pangan Indonesia?

PH: Masih sangat terbatas dan tidak banyak, meskipun potensinya banyak. Seperti proses penghilangan mikroba dari produk-produk pangan. Namun, sulit menjelaskan ke warga yang sudah takut mendengar kata nuklir.

KBR68H: Kalau penggunaan benar, tidak mengubah komposisi produk tersebut?

PH: Ya. Teknologi radiasi termasuk teknologi lama, tapi sedikit diaplikasikan. Karena adanya halangan untuk secara mudah diterima oleh konsumen. Padahal radiasi itu ada dimana-mana seperti menggunakan handphone, microwave, dan x-ray. Semuanya memiliki tingkat radiasi berbeda, tapi bermanfaat bagi manusia.

Mengurangi CO2 Dengan Sabut Kelapa

Maladewa mengklaim mampu mengurangi emisi CO2 dengan menggunakan pupuk yang diberi nama “biochar”. Pupuk ini dibuat dari limbah pertanian seperti sabut kelapa. Pemerintah Maladewa kini tengah mengandeng perusahaan Inggris Carbon Gold untuk mengembangkan teknologi ini.

Menteri Perikanan dan Pertanian Maladewa, Aminath Shafia mengatakan biochar ini juga bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk impor.

Aminath Shafia menjelaskan, sabut kelapa ini diolah hingga menghasilkan serpihan berwarna hitam yang kaya dengan karbon dan bisa dicampur dengan tanah sebagai pupuk. Dia menambahkan, proyek ini diuji coba di tiga kepulauan dan akan dikembangkan ke daerah lain jika mendapat dukungan dari para petani.

Sementara itu, perusahaan Carbon Gold menyatakan biochar ini sangat efektif mengurangi CO2 dari atmosfir. Pupuk ini juga mampu meningkatkan kesuburan tanah dan mengikat karbon selama beberapa tahun setelah disebar ke tanah.

Sebelumnya President Mohamed Nasheed berjanji akan mengurangi emisi karbon hingga ke posisi netral pada 2020.

“Penggunaan biochar memainkan peran penting dalam membantu Maladewa mencapai status netral karbon, sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan dan bisa melindungi lingkungan,” kata presiden.

Namun sejumlah pegiat lingkungan mengkritik ide ini. Pemerhati lingkungan dari Inggris George Monbiot mengatakan, dengan mengubur karbon di dalam tanah tidak serta merta bisa menghasilkan tanah yang kaya nutrisi seperti di wilayah Amazon.

“Selain itu tidak ada jaminan bahwa karbon akan tetap bertahan di dalam tanah,” katanya.

Meski demkian George Monbiot tidak menentang sepenuhnya ide ini.

“Di saat semua orang membicarakan upaya pengurangan emisi CO2, penggunaan biochar benar-benar bisa mengurangi CO2 di atmosfer.”

Senin, 14 September 2009

Petani 'Utun' itu Kini Raja Sawit

BERMODAL pengalaman kerja selama beberapa tahun di perkebunan sawit, ditambah ketekunan dan kerja keras, Holdy Pakpahan (54) kini menuai sukses sebagai "raja sawit" di Mesuji. Pria sederhana itu memiliki hampir 800 hektare kebun sawit di Mesuji (kabupaten baru pemekaran dari Tulangbawang) dan Bekri, Lampung Tengah.

Sekitar 200 hektare tanaman sawitnya di Mesuji telah berproduksi 12--14 ton per hektare. Kini, Pakpahan memperluas kebun dengan menambah lagi 500 ha tanaman sawit di Muara Tenang, Kecamatan Tanjungraya, Mesuji, berdampingan dengan kebun sawitnya yang telah berproduksi--sekitar 5 jam perjalanan dari Bandar Lampung.

Penanaman perdana sawit 500 hektare itu dilakukan secara simbolis oleh Pemimpin BNI Wilayah 03 Palembang M. Kosim Hariono, didampingi Pemimpin BNI (Persero) Tbk., Sentra Kredit Kecil (SKC) Bandar Lampung Minto Yuwono dan Sugiyanto (Pemimpin Risiko SKC), Selasa (7-4). Acara itu juga dihadiri 200 pekerja kebunnya.

"Mudah-mudahan nanti saya bisa mendirikan pabrik kelapa sawit sehingga makin banyak bisa menyerap tenaga kerja di sini," ujar Pakpahan di hadapan para pekerjanya saat penanaman perdana tersebut.

Pakpahan yang tinggal di Kelurahan Sepangjaya, Kedaton, Bandar Lampung adalah sosok pekerja keras yang berhasil. Baginya, tiada hari tanpa kerja keras. "Itulah prinsip hidup saya," ujar pria rendah hati itu.

Pakpahan bukan jebolan sekolah tinggi. Ia cuma pernah menduduki bangku sekolah menengah. Datang ke Lampung dari Tarutung, Sumatera Utara, tahun 1978, Pakpahan awalnya bekerja di pabrik penggilingan padi di Simbar Waringin, Lampung Tengah. Kemudian, saat kerabatnya (Humiras Panjaitan) membuka kebun sawit di Bekri, ia pun bekerja di sana.

Beberapa tahun bekerja dan belajar berkebun, Pakpahan "bermimpi" punya kebun sendiri agar tak seterusnya jadi pekerja orang lain. Demi obsesi itu, selama bekerja, ia tak mengambil gaji. "Gaji tak pernah kuambil selama enam tahun. Jatah makan kan ada, jadi buat apa saya duit," ujar petani berhati baja.

Dari tabungannya selama enam tahun itulah Pakpahan membeli lahan di Bekri. Sambil mengelola kebun sawit sendiri, ia masih tetap bekerja. Di sela-sela tanaman sawit ia tanami singkong atau palawija lain, dan sistem tumpangsari itu ternyata sangat membantu membiayai perawatan sawitnya.

Mimpi Jadi Kenyataan

Tahun 1994, Pakpahan telah memiliki 26 hektare kebun sawit di Bekri. Sebagian hasil tanam sendiri, sebagian lagi dibeli dari kerabat dan petani sekitar. Untuk mengelola kebun, Pakpahan mencari pinjaman dari kerabat dan diangsur dengan cara potong gaji.

Beberapa tahun kemudian, kebun sawitnya mulai berproduksi dengan hasil memuaskan. Setelah kebun sudah berproduksi, ia pun mulai mandiri.

Pakpahan lalu berniat memperluas kebun. Ia mencari lahan di daerah Mesuji, Tulangbawang dan berhasil memperoleh lahan 200-an hektare di beberapa lokasi. Lahan itu ditanam secara bertahap dari tahun 1998 sampai 2004.

Untuk menunjang usahanya, ia mencoba mengajukan pinjaman ke BRI. Bank pemerintah itu ternyata memberi lampu hijau dengan jaminan 26 hektare kebun sawit Pakpahan di Bekri. "Saya sudah lunasi pinjaman itu," ujar suami Sri Puryanti Panjaitan yang ia nikahi saat bekerja di Bekri.

Selain mengelola kebun sendiri, Pakpahan juga menjadi pengumpul TBS (tandan buah segar) kelapa sawit. Ia bukan hendak mengejar fulus, melainkan agar bisa berhubungan baik dengan pemilik-pemilik PKS (pabrik kelapa sawit) di Lampung. Setelah memiliki link menjual TBS ke pabrik, ia mengajukan kredit ke BCA Rp450 juta untuk meningkatkan usaha.

Setelah semua kebunnya berproduksi, Pakpahan berniat mengembangkan lagi usahanya. Selama beberapa tahun, ia beli lahan rawa-rawa bekas penebangan hutan di dekat kebun sawitnya. Ia ajak warga sekitar untuk mencetak lahan rawa seluas 500 hektare itu menjadi kebun sawit.

Bukan hal mudah mencetak lahan rawa menjadi kebun. Ia harus membuat kanal-kanal untuk mengalirkan air dari rawa ke sungai. Selain itu, dibangun tanggul tinggi agar luapan air sungai tidak masuk lahan sawit. "Kami sedang membuat kanal tiga kilometer lagi," ujar Pakpahan.

Untuk mencetak 500 hektare kebun sawit baru tak ada jalan lain kecuali mengajukan kredit bank. Gagal dapat pinjamaan dari BCA, ia mencoba ke BNI. Bank itu tertarik melihat prospek usaha dan keuletan Pakpahan. Maka, ketika ia mengajukan kredit, BNI memberi lampu hijau karena dianggap memenuhi kriteria. "Walaupun petani utun (petani tulen, red), hitung-hitungan Pak Holdy malah lebih baik dari kami," ujar Minto Yuwono.

Minto menjelaskan sejak 22 Juni 2008, Pakpahan mendapatkan fasilitas KI (kredit investasi) Rp3,5 miliar. Dana itu berupa refinancing sebagian kelapa sawit yang telah menghasilkan Rp1,4 miliar dan pembiayaan penanaman sawit 500 hektare Rp2,1 miliar.

Krisis global beberapa waktu lalu sempat "mengganggu" usaha Pakpahan. Menurut Minto, meskipun harga TBS pernah turun dari Rp1.900/kg menjadi Rp600/kg, Pakpahan bisa memenuhi kewajibannya ke bank dengan baik. Bahkan, ia terus melanjutkan progres perluasan kebun sawitnya. "Apalagi saat ini harga meningkat lebih dari Rp1.300/kg," ujar Minto.

Satu Obsesi Lagi

Lokasi kebun milik Pakpahan di Mesuji tergolong strategis. Berdekatan dengan tiga pabrik kelapa sawit (PKS), yaitu milik CV Bumi Waras, PT Lampung Indah Pertiwi, dan PT Sumber Indah Perkasa (SIP). Dengan demikian, ongkos transportasi buah sawitnya bisa ditekan.

Apa resep sukses Pakpahan? Pria berpenampilan dan bicara seadanya ini fokus terhadap usaha. Ketika kondisi ekonominya telah bercukupan, ia tidak mau bermewah-mewah. Hasil kebunnya itu terus digunakan mengelola dan mengembangkan usaha. "Saya bisanya cuma tani. Kalau tani ya ngurus®MDUL¯ kebun, ora neko-neko," ujarnya merendah.

Kini budaya kerja keras dan prinsipnya yang tak kenal menyerah itu berbuah sukses. Untuk meneruskan usahanya, ia telah menyiapkan kedua putranya (Donny Fernando Pakpahan dan Debby Parsaoran Pakpahan) yang lulusan D-3 Pertanian dan D-3 Ekonomi.

Beberapa tahun terakhir, Donny dan Debby setiap hari ikut berjibaku di kebun sawit. "Anak saya tidak saya bolehkan jadi PNS (pegawai negeri sipil). Kalau mereka jadi PNS, siapa nanti yang mengurus kebun itu."

Setelah memiliki hampir 800 hektare kebun sawit, masih ada lagi obsesinya. Di masa mendatang, ia berencana membuat pabrik kelapa sawit yang bahan bakunya dari kebun sawit miliknya itu. "Mudah-mudahan bisa tercapai, doakan saja ya!" kata Pakpahan.

BUDI DAYA: Bibit Menentukan Keberhasilan Produksi

TAK ada kiat khusus yang dilakukan Holdy Pakpahan dalam budi daya kelapa sawitnya. "Yang penting, bibitnya harus bagus. Kalau bibitnya bagus, artinya keberhasilan bisa dijamin," ujar Pakpahan.

Untuk memastikan bibit yang diperolehnya baik, Pakpahan membelinya langsung dari pusat penelitian kelapa sawit (PPKS) Marihat, Simalungun, Sumatera Utara.

Bibit itu diperolehnya masih dalam bentuk kecambah kemudian dibesarkan dalam polybag di lokasi kebunnya. Setelah beberapa bulan dibesarkan dalam polybag, biasanya pada umur 10 bulan, barulah bibit-bibit itu ditanam dalam lubang yang telah disiapkan. Untuk menanami lahan barunya seluas 500 hektare, Pakpahan telah menyiapkan sekitar 60 ribu bibit.

Pakpahan menanami kebunnya per hektare sebanyak 135 batang, dengan jarak tanam 9 x 8 meter. Dengan perawatan yang baik, tanaman itu biasanya mulai berbuah setelah umur sekitar 4 tahun. "Mulai penyiapan lahan sampai tanaman menghasilkan (TM) dibutuhkan biaya Rp30 juta/hektare," ujarnya.

Selama menunggu tanaman sawitnya berbuah, Pakpahan tak membiarkan lahan di sekitar tanamannya mengganggur. Ketika tanaman sawit masih kecil, di sekitarnya ditanami tanaman palawija seperti singkong. Menurut dia, hasilnya cukup untuk menambah biaya produksi tanaman sawitnya. Penamanan tanaman-tanaman lain itu baru dihentikan setelah pohon sawit rindang.

Menurut Pakpahan, dengan perawatan yang baik tanaman sawit masih bisa berproduksi hingga usia 28 tahun meski hasilnya tak semaksimal saat usia belasan tahun.

Ia juga gemar mencoba-coba memberikan pupuk untuk mengetahui respons tanaman sawitnya terhadap pupuk. "Sawit ini termasuk tanaman yang rakus. Pernah saya kasih pupuk NPK, masing-masing lima kilo buahnya tambah besar-besar," ujarnya.

Tapi, tambah Pakpahan, pemberian pupuk tetap harus ada batasnya meski tanaman itu bisa menerima pupuk dalam jumlah besar. Sebab, penambahan pupuk jika berlebihan tidak akan sebanding dengan peningkatan produksi buahnya.

Saat penanaman perdana 500 hektare sawit pekan lalu, sebagian kondisi lahan yang awalnya berupa rawa-rawa itu masih basah. Tapi, penanaman tetap dilakukan. Pakpahan tetap optimistis tanamannya tumbuh dengan baik karena kualitas bibitnya baik.

sumber:http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2009041406410180

BUDI DAYA JAMUR: Media Tanam Jerami dan Serbuk Gergaji

Zakaria (45), salah seorang pembimbing teknisi budi daya jamur menjelaskan budi daya jamur baik merang maupun jamur tiram, sebenarnya hanya ada perbedaan sedikit, yaita pada media tanamnya. Untuk jamur merang, media tanamnya berupa jerami kering. Sedangkan untuk jamur tiram media tanamnya berupa serbuk gergaji.

Budi daya jamur merang, yang harus disiapkan, pertama kombong atau kerangka gubuk yang dibuat dari bambu. Namun, pembuatan kombong hendaknya tidak menggunakan paku. Jadi, semua rangkaian diikat menggunakan tali.

Ini dilakukan agar tidak ada kandungan zat besi. Maksudnya, agar jamur merang bersifat alami. Setelah kerangka kombong dan rak-rak untuk media tanam disiapkan, langkah kedua, kerangka kombong ditutup rapat menggunakan plastik. Hal ini agar tanaman jamur tidak terkena sinar matahari langsung maupun dari tetesan embun.

Langkah berikutnya, petani menyiapkan jerami kering yang dibasahi terlebih dahulu. Setelah itu, jerami basah ditaburi kapur. Kemudian, jerami ditutup dengan terpal plastik secara rapat selama satu malam. Keesokan harinya, jerami dibalik-balik secara merata.

Setelah itu, dilakukan pencampuran dedak pada jerami dengan cara ditabur. Dan, jerami kembali ditutup rapat serta didiamkan selama satu malam lagi. Jerami diletakan dalam rak-rak kombong selama dua malam.

Setelah media tanam siap petani dapat langsung menaburkan benih jamur merang pada jerami yang telah diletakan pada rak-rak dalam kombong. Setelah itu, kombong ditutup rapat.

Tahapan berikutnya, petani menyiapkan air dalam drum untuk dimasak. Setelah air panas, uap air dimasukan dalam kombong. Ini merupakan cara penguapan. Namun, penguapan pada budi daya jamur merang dibutuhkan suhu 60 derajat. Untuk itu, setelah dilakukan penguapan, pekerjaan petani jamur tinggal menunggu hasilnya saja. Dalam waktu 12 hari, petani dapat memanen jamur merang secara bertahap, yaitu sebanyak 7 kali.

Permodalan dan Pemasaran

Petani jamur tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana dalam permodalan dan pemasaran hasil budi daya jamur merang. Sebab, H. Taufik Hidayat, Pembina Gabungan Kelompok Tani Jamur, telah memikirkan segalanya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dari budi daya jamur merang atau jamur tiram .

Untuk permodalan petani jamur, H. Taufik Hidayat mengatakan petani cukup meminjam uang Koperasi Syariah Citra Lampung Sejahtera milik LSM Garda Sejahtera di Bandar Lampung. Koperasi tersebut memberikan pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan terutama petani jamur. Maka, petani jamur cukup mengembalikan uang Koperasi Syariah Citra Lampung Sejahtera pada saat musim panen, dan angsuran bunganya relatif ringan.

Selain memberikan pinjaman modal kepada petani jamur, LSM Garda Sejahtera juga berupaya mencarikan pemasaran jamur merang dan jamur tiram. Apalagi dari budi daya jamur merang dan jamur tiram tidak mengganggu pangsa pasar. Kini, pemasaran jamur merang dan jamur tiram telah merambah pasar lokal di Bandar Lampung dan Jakarta.

Budi Daya Jamur Merang, Menggiurkan

Demi meningkatkan perekonomian masyarakat, LSM Garda Sejatera binaan H. Taufik Hidayat menggalakan budi daya jamur merang. Ternyata, budi daya jamur merang memberikan keuntungan sendiri dalam meningkatkan ekonomi keluarga.

Meski terbilang baru, tepatnya baru tiga bulan, masyarakat di Desa Trimo Mukti dan Desa Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan, mulai beralih menjadi petani jamur sebagai alternatif memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selain tetap menjadi petani sawah, mereka mulai membudidayakan jamur yang hasilnya cukup menggiurkan.

Menurut Suyono (40), warga Desa Rawa Selapan, Candipuro, budi daya jamur merang relatif mudah dan biayanya pun cukup ringan. Di mana, bahan untuk media tanam jamur merang mudah didapatkan di sekitar lingkungan persawahan yang ada di Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan ini.

Sebab, media tanam yang dibutuhkan dalam pembudidayaan jamur merang, berupa onggokan jerami kering, dedak, dan kapur. Sedangkan bibit jamur pun berasal dari jerami yang sudah melalui pengolahan secara fermentasi dengan harga cukup murah.

Petani hanya mengeluarkan kocek sebesar Rp6.000/botol (1 meter persegi) untuk membeli benih jamur merang.

"Oleh sebab itu, saya pun berani mencoba untuk membudidayakan jamur merang. Sebab, bahan bakunya dapat dengan mudah didapatkan dari lingkungan sekitar. Waktu panen jamur merang pun, petani tidak membutuhkan waktu lama. Benih jamur merang yang telah disebar dalam waktu 12 hari, petani sudah dapat memetik hasil panennya," ujar Suyono.

Suyono mengatakan jamur merang dan jamur tiram kini sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Desa Rawa Selapan dan Desa Trimo Mukti, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan. Dua desa itu kini menjadi sentral budi daya jamur merang dan jamur tiram.

Budi daya jamur merang dan jamur tiram, kata Suyono, cukup mudah dan efisien dalam segi permodalan. Modal awal yang dibutuhkan petani jamur hanya sebesar Rp4 juta. Ini sudah termasuk untuk membuat sebuah kombong sebagai tempat pembudidayaan jamur, plastik, benih jamur merang, jerami, dedak, dan kapur.

"Jadi, dengan modal Rp4 juta, petani jamur bisa mendapatkan keuntungan berlipat ganda, karena panen jamur merang tidak seperti memanen hasil bumi. Sebab, panen jamur dalam tujuh kali dilakukan dalam sekali tanam. Sehingga hasil penen jamur merang dapat sebagai percepatan dalam peningkatan perekonomian masyarakat khususnya ekonomi keluarga," kata dia.

Jumat, 11 September 2009

Kewirausahaan Versus Ekonomi Kerakyatan?

Sebagian besar kegiatan usaha di Indonesia adalah kegiatan ekonomi berbasis kerakyatan. Indikatornya adalah sebagian besar kegiatan usaha tersebut terdiri dari pengusaha mikro, kecil dan menengah, yang dekat dengan kehidupan keseharian sebagian besar rakyat Indonesia.

Data di Kementrian Negara Koperasi dan UKM sepuluh tahun lalu tercatat pengusaha UKM kita mencapai 36 juta hingga 43 juta pengusaha, dan lima tahun kemudian, hingga hari ini, jumlah itu pun bertambah menjadi 47 juta hingga 49 juta pengusaha UKM.

Menurut pakar keuangan mikro Dr Krisna Wijaya, berdasarkan jumlah UKM yang ada, dapat dijadikan petunjuk bahwa potensi ekonomi UKM Indonesia sangat besar dan strategis karena jumlahnya hampir mencapai sepertiga populasi penduduk Indonesia.

“Jika ‘sentuhan’ terhadap mereka dilakukan, maka akan memberikan warna terhadap sistem perekonomian nasional karena ada kegiatan produksi yang dilakukan oleh usaha mikro dan kecil. Ada kebutuhan bahan baku, ada proses produksi yang melibatkan banyak tenaga kerja, dan ada produk yang dijual, yang berarti melibatkan banyak sektor pemasaran dan jasa,” ungkapnya.

Maka, lanjut Krisna, kegiatan ini akan memicu terjadinya perputaran usaha yang memberikan satu stimulan terhadap perekonomian rakyat, tanpa harus mendefinisikan apakah kegiatan ekonomi yang melibatkan begitu banyak aktifitas itu disebut ekonomi kerakyatan atau bukan.

UKM Indonesia, dilihat dari jumlahnya, seperti yang diungkapkan Krisna, memang fantastis. Berita terbaru yang dilansir Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan kontribusi UKM Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2007 mencapai Rp 2.121,3 triliun atau 53,6 persen dari total PDB yang mencapai Rp 3.957,4 triliun.


Minus Kewirausahaan
Meski jumlah pewirausaha UKM terus meningkat setiap tahun, namun dibandingkan dengan pendapatan per kapita dari negara-negara lain, pendapatan perkapita Indonesia termasuk terpuruk. Mari kita lihat sekarang. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia saat ini berada di kisaran US$ 2.271, bandingkan dengan Hongkong yang mencapai US$ 30.000 per tahun, Jepang mencapai US$34.000 per tahun, Australia dengan pendapatan perkapita rata-rata US$ 50.000 per tahun. Bandingkan juga dengan pendapatan per kapita dua negara terdekat lainnya, yaitu Singapura yang mencapai US$ 29.320 per tahun, dan Malaysia mencapai US$14.000 per tahun.

Mengapa pendapatan perkapita Indonesia masih rendah, mengapa kesejahteraan tak kunjung datang?. Pertanyaannya sekarang, apa yang kurang dengan Indonesia. Kekayaan alam, potensi pertanian, kelautan, kehutanan, peternakan, hasil-hasil tambang serta sumberdaya alam lainnya yang melimpah ternyata tidak cukup untuk membuat Indonesia sejahtera.

Masih tingginya angka kemiskinan, banyaknya pengangguran di dalam negeri, meningkatnya jumlah TKI dan TKW di luar negeri, rendahnya kesejahteraan masyarakat, merupakan indikator awal rendahnya kewirausahaan masyarakat yang mampu mengubah sumberdaya yang dimiliki menjadi lebih bernilai ekonomis tinggi.

Apa jadinya ekonomi kerakyatan minus kewirausahaan? Sengaja kami ketengahkan topik ini karena satu hal : ekonomi kerakyatan sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh hampir semua kandidat calon Presiden RI periode jabatan tahun 2009-2014 mendatang.

Kewirausahaan adalah hal yang terlupakan yang justru merupakan intisari dari ekonomi kerakyatan. Kewirausahaan seolah-olah luput dari perhatian. Bahkan tak satupun kata kewirausahaan itu muncul dalam perdebatan dan solusi membangun bangsa.

Dalam sebuah diskusi kecil kami dengan Bob Sadino, beberapa waktu lalu, kewirausahaan sebenarnya menjadi intisari dan merupakan salah satu jalan bagaimana membangun ekonomi di negeri ini.

Fakta-fakta itu, seperti yang dituturkan Bob, menjadi penting untuk direnungkan karena prosentase para pewirausaha di Indonesia sangat kecil, hanya sebanyak 0,18 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Angka ini jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura.

Sumber:
http://www.majalahwk.com/artikel-artikel/entrepreneurship/345-artikel-ar...

Sawit Gusur Sawah

Perlu Penegasan Aturan soal Ekspansi Lahan
Palembang, Kompas - (Walhi) Sumatera Selatan, Anwar Sadat mengatakan, pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan lahan pertanian dan perkebunan. Hal ini untuk mencegah terjadinya ekspansi lahan yang berlebihan di kawasan-kawasan tertentu.

Jumat (28/8), salah satu lahan sawah yang sedang dalam proses jual beli ini berada di Desa Pulokerto, Kecamatan Gandus, Kota Palembang. Areal pertanian padi berupa lahan sawah tadah hujan ini sudah terbukti produktif karena sebagian besar tanaman padi sudah siap dipanen.

Menurut Madri, tokoh warga sekaligus Ketua RT 13 Desa Pulokerto, dua pekan lalu, ada seorang warga bernama Amir Sugeng yang mendatangi para pemilik lahan sawah di desa tersebut. Awalnya, dia hanya bertanya-tanya soal harga jual sawah milik warga.

”Namun, lama-lama dia mengutarakan maksudnya untuk membeli sekitar 20 hektar lahan sawah yang ada di sini. Saya sebenarnya keberatan, tetapi tidak bisa menolak karena lahan sawah ini dimiliki secara pribadi oleh warga setempat,” katanya.

Keberatan Madri ini juga terkait dengan adanya sejumlah warga yang menjual lahan sawahnya. Seharusnya, warga tidak menjual lahan sawahnya karena hal itu menjadi mata pencarian untuk kehidupan keluarga.

”Saya melihat warga tergiur harga jual yang memang ditawar dua kali lipat. Biasanya, harga tanah sawah di kawasan ini Rp 100.000 hingga Rp 150.000. Namun, informasi dari warga kemarin, harga jualnya bisa sampai Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per hektarnya,” katanya.

Lahan sawit

Madri menambahkan, lahan-lahan sawah ini hendak dibeli terkait dengan rencana masuknya investor perkebunan kelapa sawit di kawasan tersebut. Untuk pembukaan satu areal perkebunan kelapa sawit, perusahaan yang bersangkutan membutuhkan lahan minimal 20 hektar.

Sebulan lalu, sejumlah warga juga mengeluhkan maraknya ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit di lahan gambut yang berlokasi di kawasan rawa dalam Soekarno-Hatta. Ekspansi ini membuat kawasan rawa menjadi mati dan populasi ikan menjadi berkurang drastis.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan, Anwar Sadat mengatakan, pemerintah daerah perlu melakukan pemetaan lahan pertanian dan perkebunan. Hal ini untuk mencegah terjadinya ekspansi lahan yang berlebihan di kawasan-kawasan tertentu.

”Kasus alih lahan sawah, misalnya, jelas ini sangat merugikan karena mengurangi produksi gabah kita. Dari sisi lingkungan, ancaman ekspansi lahan kelapa sawit juga tak kalah besar,” katanya. (ONI)

Sumber:
http://www.walhi.or.id/websites/index.php?option=com_content&view=articl...

Kamis, 10 September 2009

Pertanian Terimbas Politik

I Made Suwetja
(Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung)

Indonesia sebagai negara agraris sangat bergantung oleh bahan pangan dan produk pertanian dari luar negeri. Ini ironi akibat dunia pertanian telah terkontaminasi oleh iklim politik yang tidak sehat.
Isu terus naiknya impor produk-produk pertanian dari negara-negara maju menjadi topik utama berita media dalam sebulan terakhir. Produk pertanian yang sangat tinggi ketergantungannya adalah terigu, kedelai, dan lainnya. Buah-buahan impor juga terus membanjir di pasar lokal karena masyarakat cenderung lebih suka buah impor ketimbang buah lokal. Bahkan, produk pangan seperti beras juga masih impor.

Kondisi itu semakin menguatkan ketergantungan Indonesia kepada luar negeri. Mengutip pernyataan Presiden Soekarno, bahwa hidup matinya suatu bangsa ditentukan oleh ketahanan pangan negara, posisi ini adalah ironi yang sangat mengkhawatirkan.

Mencermati empat faktor pendukung pertanian, yakni sektor hulu--on farm--sektor hilir--sektor penunjang, terjadi ketimpangan luar biasa pada salah satu faktor. Sektor hulu, yakni industri penyedia bahan baku dan alat-alat pertanian dalam kondisi sehat, bahkan mewah. Demikian pula sektor hilir, yaitu industri pengolahan hasil pertanian, juga makmur. Industri pendukung juga menikmati hasil manis. Sementara itu, sektor on farm, yakni petani, nasibnya selalu terpuruk.

Untuk memberi gambaran tentang kondisi dan siklus pertanian lokal, Sudarmono dari Lampung Post mewawancarai Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung Ir. I Made Suwetja di kantornya, Jumat (4-9). Berikut petikannya.

Media massa membeberkan data tentang ketergantungan Indonesia terhadap produk pertanian impor. Apa komentar Anda?

Itu memang sedang terjadi. Tetapi untuk Lampung, khusus bahan pangan utama berupa beras, produksi kita surplus. Stok yang ada pada pemerintah di Bulog juga mencukupi untuk empat bulan ke depan.

Namun, untuk komoditas lainnya seperti kedelai, sayur-sayuran, dan susu kita masih harus mendatangkan dari luar Lampung, baik impor maupun dari luar daerah. Untuk terigu, memang 100 persen impor.


Untuk beras, berapa surplusnya?

Produksi beras Lampung hampir 1,5 juta ton per tahun. Sedangkan konsumsi kita 770 ribu ton. Jadi, hampir separo dari produksi surplusnya.


Ironi soal kedelai yang harus impor, sementara Lampung dikenal cocok dengan komoditas itu. Apa yang terjadi?

Itu memang ironi. Tetapi, fakta memang begitu adanya. Banyak faktor yang memengaruhi, sehingga petani tidak tertarik menanam kedelai.

Pertama, kedelai ini budi dayanya cukup rumit dan berbiaya tinggi. Hasil produksinya juga tidak terlalu tinggi. Sementara itu, harga jualnya di pasar lokal rendah dan kalah bersaing dengan kedelai impor. Seperti kita ketahui, kedelai bukan termasuk produk yang mendapat proteksi pemerintah.


Apa yang salah?

Terus terang, kebijakan nasional pertanian sangat dominan menciptakan kondisi pasar seperti ini. Salah satunya karena kebijakan pupuk yang rentan terhadap penyelewengan distribusi. Akibatnya, petani kesulitan pupuk dan harganya juga tidak kompetitif untuk memproduksi komoditas seperti kedelai.

Soal kebijakan pupuk ini, sampai kapan pun, selagi masih ada disparitas harga antara pupuk bersubsidi dengan nonsubsidi, akan terus terjadi masalah. Korbannya tetap petani. Maka, saya setuju subsidi pupuk dihapus dan dialihkan untuk subsidi produksi.

Masih banyak kebijakan lain di sektor hulu, ditambah lagi ketidakpedulian di sektor hilir. Yakni, industri yang menggunakan bahan baku produksi pertanian.


Intinya?

Ya, siapa di dunia ini yang mau bekerja susah payah tetapi tidak dapat keuntungan. Dan itu yang dihadapi petani saat ini sehingga tidak mau berproduksi dan memenuhi kebutuhan komoditas yang masih impor.


Apa kebijakan itu terkontaminasi politik?

Saya kira iya.


Dengan kondisi seperti ini, apa yang yang dilakukan pemerintah atau Badan Ketahanan Pangan?

Sebenarnya, garis kebijakannya sangat jelas. Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan menyatakan bahwa baik pemerintah maupun masyarakat bertanggung jawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah berperan menyelenggarakan pengaturan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan. Sedangkan peranan masyarakat menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi, dan konsumsi.

Yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Adapun yang dimaksud dengan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.


Tugas Anda sebagai kepala badan ketahanan pangan?

Kami lebih sebagai fasilitator. Tugasnya antara lain pemantapan ketersediaan pangan berbasis kemandirian. Peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan, peningkatan kuantitas, dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang. Itu semua untuk peningkatan status gizi masyarakat, peningkatan mutu, dan keamanan pangan.


Termasuk memfasilitasi impor?

Intinya adalah ketersediaan pangan di Lampung. Tetapi, sesuai dengan poin-poin tadi, basisnya adalah kemandirian. Maksudnya, penguatan produksi pangan lokal, kampanye mengonsumsi produk lokal, dan menggerakkan gerakan diversifikasi pangan. Hingga kini, kita masih sangat bergantung kepada bahan pangan utama beras. Tetapi untuk Lampung, angka diversifikasi konsumsinya terus berkurang cukup baik.


Bagaimana Anda mendorong kemandirian itu?

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung memberi rekomendasi kepada dinas terkait untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka menjamin ketersediaan pangan dari produksi dalam negeri. Hal yang kami sampaikan juga cukup detail, sampai mengembangkan dan memperkuat kemampuan dalam pemupukan. Juga agar ada pengadaan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat hingga di tingkat desa dan atau komunitas.

Kami juga mendesak adanya lahan abadi agar meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional. Soal alih fungsi lahan, soal peningkatan kualitas lahan, dan sebagainya juga kami kawal.


Ya, soal cadangan pangan provinsi, konon Lampung tidak punya.

Kita adanya stok pangan pemerintah yang ada di Bulog. Untuk cadangan provinsi, memang seharusnya ada. Tetapi, karena masih ada kendala teknis dan pembiayaan, usulan anggaran kami ke APBD belum terealisasi.


Bagaimana bisa ada cadangan pangan sampai desa atau komunitas kalau di provinsi saja tidak ada?

Itu yang sedang dan terus kami upayakan. Tetapi, beberapa kabupaten sudah menyambut program dan rekomendasi dari badan ketahanan pangan.


Membanjirnya produk pertanian impor, itu soal perilaku atau kebutuhan?

Kalau kedelai, itu memang kebutuhan. Tetapi kalau buah-buahan dan produk lainnya, saya kira itu soal selera. Orang kita kan cenderung suka bermewah-mewah. Padahal, harganya mahal.


Soal buah, mengapa kita tidak bisa memproduksi?

Sekali lagi, itu tantangan kita. Memang, sebaiknya laboratorium penelitian pertanian harus mengejar ketertinggalan yang sangat jauh ini.


Apa upaya untuk "melawan" produk impor itu?

Saya setuju dengan kampanye mencintai produksi dalam negeri. Itu sudah kami lakukan dengan mengampanyekan penyediaan kudapan produk lokal untuk setiap acara pemerintahan. Penganan yang disuguhkan kepada tamu tidak lagi dengan apel asal Amerika, jeruk dari China, atau anggur dari luar negeri. Kami menganjurkan yang lokal dan sederhana saja. Beberapa bupati menyambut baik dan sudah melaksanakan. Antara lain, Bupati Lampung Selatan Wendy Melfa. Kemarin ketemu saya, dia laporan, sudah melaksanakan anjuran itu.

Luwak, Penghasil Kopi Super

DULU hewan ini diburu karena suka memangsa ayam atau karena dagingnya diperlukan untuk obat asma. Sekarang, musang atau luwak ini diburu untuk dipelihara sebagai penghasil kopi berkualitas super yang dikenal sebagai kopi luwak.

Beberapa tahun terakhir ini, kopi luwak Indonesia telah menjadi bahan pembicaraan di beberapa kafe di dunia, terutama di London dan negara-negara lain seperti Hong Kong dan Singapura. Bahkan, di Amerika Serikat, ada kafe atau kedai yang menjual kopi luwak (Civet coffee) dengan harga mahal.

Kopi luwak adalah kopi biasa yang telah dimakan dan difermentasi dalam perut luwak. Biji kopi yang dimakan mengalami proses fermentasi selama lebih kurang 12 jam dalam perut luwak yang mengandung berbagai macam enzim. Biji tersebut kemudian keluar bersama kotoran.

Biji kopi seperti ini, dulu biasa diburu para petani kopi karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah melalui fermentasi secara alami. Dan, menurut para penggemar dan penikmat kopi, rasa kopi luwak ini memang benar-benar berbeda dan sangat spesial.

Kalau dulu kopi luwak diburu dengan mencarinya di kebun-kebun, kini kopi luwak banyak diperoleh dari produksi sendiri. Di Lampung Barat, khususnya di Kecamatan Belalau dan Balik Bukit, usaha kopi luwak mulai dikelola sejak beberapa tahun terakhir dan terus berkembang. Hasilnya dipasarkan di lokal sampai mancanegara.

Kendalanya cuma karena makin sulit menangkap luwak. Sebab, selain habitatnya sudah semakin langka, juga karena musang hidup diburu dengan dalih dagingnya bisa menjadi obat khususnya penyakit asma. Karena langka, pengusaha berani membeli kepada petani dengan harga Rp300 ribu--Rp500 ribu/ekor.

Luwak terdapat di Asia Tenggara, tetapi yang diyakini menghasilkan kopi dengan aroma terbaik adalah luwak asal Indonesia (Paradoxurus hermaphrodirus). Habitat spesies ini di Pulau Sumatera dan Jawa.

Secara tradisional, petani memungut kotoran luwak di sepanjang Bukit Barisan dari Padang (Sumbar) sampai Lampung, dan dari pegunungan Gayo Aceh sampai Bukit Tinggi, serta di lereng Gudung Ijen di Jawa Timur.

Kotoran yang berupa gumpalan biji-biji kopi dibersihkan dengan cara dicuci hingga tersisa biji kopi yang masih utuh. Kemudian dijemur sehingga menjadi biji kopi Luwak.

Luwak adalah binatang yang suka tinggal di tempat bersih. Bahkan, ketika membuang kotoran pun, luwak memilih tempat yang bersih, misalnya di tanah yang kering, di atas bebatuan, dan di atas batang pohon yang tumbang.

Selain buah-buahan seperti kopi, pepaya, dan jambu, luwak juga pemakan daging dan cenderung berperilaku kanibal bila dikumpulkan dengan luwak yang lebih kecil. Karena itu, kandangnya dibuat satu per satu.

Rumit

Kardi, salah seorang pengusaha kopi luwak di Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat, mengatakan perawatan luwak cukup rumit. Pasalnya, selain terbiasa memakan daging, luwak juga mengonsumsi buah.

"Jadi, kita harus memperhatikan jadwal dan jenis makanan musang setiap saat. Seperti, saat pagi selain rutin diberi makanan buah-buahan, mereka juga harus diberi vitamin dan suplemen ini agar tetap terjaga kesehatannya," kata dia.

Luwak biasanya tidur di saat siang dan sebaliknya pada malam hari bangun untuk memakan kopi yang telah disediakan. Binatang ini biasanya tidak suka jika makanannya ditumpuk sekaligus. "Jadi, kita harus rutin memberikan makanan secara bertahap selama dua jam sekali sampai dengan menjelang pagi."

Dalam satu malam, seekor musang disediakan 7 kg kopi segar yang baru dipetik. Dari 7 kg kopi tersebut, biasanya hanya sekitar 3 kg yang dimakan musang. "Musang hanya memakan makanan yang benar-benar bagus dan bermutu," ujar Kardi.

Untuk memenuhi kebutuhan kopi makanan musang, Kardi mengontrak beberapa bidang kebun kopi petani. Musang hanya memakan buah kopi yang sudah merah sehingga mereka pun hanya memetik buah kopi yang sudah merah.

Untuk memenuhi kebutuhan kopi yang akan menjadi makanan luwak dalam satu tahun, hanya buah merah yang dipetik dan disesuaikan dengan kebutuhan per hari.

"Kalau cuma yang merah yang diambil, kebutuhan makanan luwak dalam satu tahun bisa tercukupi karena dalam satu pohon kopi yang masak atau merah secara bertahap," kata dia. Selain itu juga, dibantu kopi yang berbuah selang, biasanya di antara dua musim raya.

Dari 30 ekor luwak, biasanya bisa dihasilkan 275 kg/bulan biji kopi luwak dengan harga Rp200 ribu--Rp500 ribu/kg. "Saat ini tidak ada masalah dengan penjualan kopi luwak. Selain sudah ada pasar tetap, peminat baik lokal atau pun luar juga banyak," kata dia.

Pembinaan

Untuk memaksimalkan produksi dan usaha kopi luwak masyarakat, 80% petani di Lampung Barat adalah petani kopi, Dinas Koperindag dan Pasar setempat melakukan pembinaan-pembinaan.

Sekretaris Dinas Koprindag dan Pasar, Wasisno Sembiring, mengatakan pembinaan di antaranya dalam bentuk pemberian masukan dan pengetahuan kepada pengusaha bagaimana teknik pengelolaan yang baik.

Kendala saat ini, luwak semakin sulit didapat. Karena itu, Dinas Koperindag dan Pasar akan bekerja sama dengan dinas instansi terkait untuk mengembangbiakkan luwak.

Pihaknya juga berusaha mencari investor baik dari dalam maupun luar negeri yang bisa mengolah bahan mentah kopi luwak menjadi siap konsumsi.

"Jadi, kita akan memiliki dua keuntungan. Dari segi harga tentunya akan lebih tinggi karena biaya transportasinya berkurang dan yang lebih penting dengan pengolahan yang dilakukan di Lambar, tentunya akan menyerap tenaga kerja," kata dia.

Untuk promosi, Dinas Koperindag selalu manyajikan kopi luwak dalam berbagai kegiatan seperti Lampung Expo dan pameran-pameran. n HEN/*/R-2

AGRONOMY ASSISTANT ( BMDP-AGRO )

SMART TBK, PT

Company Description

PT SMART Tbk. is an integrated palm-based consumer company under the umbrella of SINAR MAS GROUP, one of well established conglomerate in Indonesia.

The company owns and manages plantations, mills and refineries which manufactured branded and unbranded cooking oil, branded margarine and shortening. SMART's products are divided into three categories Retail, Industrial and Bulk. Retail products are designed for household consumption. Whereas industrial products are aimed at supplying noodle factories, confection factories, bakeries, fast food chains, hotels, hospitals, restaurants, and so forth. The latter category fetches the premium gross margin as customer requirements are tailor-made to specifications. The branded products cater not only for local but also for international consumption. Finally, bulk products are unbranded and unpacked goods targeted for mass consumption.

Whilst for our upstream operation, we implement an on-going plantation expansion program and concurrently replanting the old or less productive trees. The integrated structure within the company has ensured good quality and steady supply of raw material, CPO, for its product requirement at a competitive cost.
The company has embarked into an extensive research and development program both at refineries and at plantation areas to optimize the plantation output in order to cope with the growing demand of our products.
Indonesia¡¦s economic expansion and rising consumer demand are creating business opportunities for the company. Backed by its highly experienced management team over decades, established brand names and large oil palm plantations at Sumatra and Kalimantan, PT SMART Tbk., will continue to benefit from Indonesia¡¦s rising of disposable income and abundance supply of raw material.
To strengthen its position, PT SMART Tbk. entered into a strategic partnership and joint ventures such as with four prominent Japanese companies, PT Sinar Oleo Chemical International, in manufacturing downstream palm oil products such as oleo chemical, used in leading cosmetics and personal cares company. The company also has a joint venture with the Ayala Group of Philippines, PT Sinar Pure Foods International, in tuna canning operations.
Through an integration and pursuit of excellence in its major products and services, PT SMART Tbk. is destined to become the prominent edible palm-based consumer player in the global market.

P.T. SMART Tbk. has been embarking on a major management innovation program to create a high performance Olympic Culture. For this objective we wish to recruit dynamic, highly motivated and committed candidates for future leaders in our several business units.

AGRONOMY ASSISTANT ( BMDP-AGRO )

Gambaran Singkat Posisi yang ditawarkan :
  • Kandidat yang memenuhi persyaratan akan mengikuti seleksi yang akan kami adakan di salah satu kota : Jakarta, Bandung, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Medan, Palembang, Bengkulu, Denpasar, Kupang, Palu, Manado, Banjarmasin dan Palangkaraya.
  • Peserta yang dinyatakan lulus seleksi akan mengikuti pelatihan Basic management Development Program - Agronomy ( BMDP Agro ) selama 5 - 6 bulan.
  • Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus dalam masa pelatihan akan langsung ditempatkan sebagai Agronomy Assistant di salah satu lokasi Perkebunan Sawit Sinar Mas yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

    Persyaratan Umum :
  • Pendidikan D3 - S1 Pertanian jurusan Budidaya Tanaman/Agronomi, Ilmu Tanah, Hama Penyakit Tanaman, Sosial Ekonomi Pertanian atau
  • S1 Kehutanan jurusan Budidaya Hutan, Konservasi Sumber Daya Hutan, Manajemen Hutan
  • Umur maksimal 27 tahun, Single
  • Memiliki rasa percaya diri, ulet dalam menghadapi hambatan / tantangan
  • Tidak Buta Warna
  • Bersedia menjalani masa ikatan dinas 2 tahun

Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Perkebunan Sinar Mas


Bagi yang memiliki kualifikasi yang sesuai dan tertarik untuk mengisi posisi yang ditawarkan silakan kirimkan lamaran lengkap anda ke :


SMART RECRUITMENT CENTER
PLASA BII MENARA II LANTAI 30
JL. MH THAMRIN 51 JAKARTA 10350
atau melalui e-mail : rasd@smart-tbk.com atau recruitment@smart-tbk.com


CANTUMKAN KODE LAMARAN DAN KOTA TEMPAT SELEKSI YANG ANDA PILIH, PADA HALAMAN PERTAMA SAMPUL SURAT ATAU LAMARAN ANDA.

SELEKSI AKAN KAMI ADAKAN SETELAH HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H

KESEMPATAN INI TERBUKA JUGA UNTUK BAGI MEREKA YANG SEDANG MENUNGGU JADWAL WISUDA



Selasa, 08 September 2009

Lowongan Research & Development Positions RAPP

APRIL (RAPP, PT)

Company Description

The Asia Pacific Resources International Holdings Ltd. (“APRIL”) is one of the world’s leading pulp and paper companies. The company is headquartered in Singapore and has its main production operations in Indonesia and China. APRIL Indonesia situated on a 1,750 hectare site at Pangkalan Kerinci, near Pekanbaru in Riau Province, Sumatra. APRIL operations include pulp and paper mills, an integrated chemical plant, and a power plant that generates all the energy for the complex, mostly from bio-fuel.

The Kraft pulp mill is the biggest single-site pulp mill in the world with a capacity of 2 million tons per year. The paper mill has one of the world's fastest fine paper machines, with a designed maximum speed of 1,500 meters per minute, with a capacity 350,000 tons per year.

The flagship APRIL paper product is PaperOne™, a range of premium quality office paper designed for the most demanding printing and copying tasks.

For further information on APRIL, please refer to: http://www.aprilasia.com

Research & Development Positions

We are now looking for highly qualified candidates to fulfill our requirement as :


1. Acacia Nursery Supervisor

  • Bachelor Degree major in Agriculture/ Forestry with 3 years experience in accacia nursery.
  • Having experience in pllaning and executing of works in plant houses, rooting house and open areas to meet the production and delivery target.
  • Good leadership.
  • Willing to work at Pangkalan Kerinci, Riau.

2. Senior Researcher

  • Graduated from Forest Management major or Agriculture (Soil)
  • Min. 10 years of work experience in Forestry Research
  • Experience in gambut / peat will be an advantage
  • Good knowledge of statistical design and analysis
  • Knowledge on statistical package will be an advantage
  • Computer literate (Ms. Office)
  • Good understanding of English
  • Willing to work in the field
  • Willing to work at Pangkalan Kerinci, Riau.

3. Research Technician

  • High school graduate, Agriculture school is an advantage.
  • Fresh graduates are welcome. Having work experience in related field will be an advantage.
  • Energetic, Interested in lab & field research.
  • Willing to work at Pangkalan Kerinci, Riau.

4. Assistant Nursery

  • Bachelor Degree in Forestry, Agriculture, Horticulture, or Soil Science
  • Willing to work in the estate/remote area.
  • Min. 2 years of work experience in a similar position will be an advantage
  • Proactive, dedicated, committed, hardworking
  • Willing to work at Pangkalan Kerinci, Riau.

If you are interested and meet the requirement of any position above,

please send your resume SOON, to :

recruitment_riau@aprilasia.com

Groucho Marx dan Komunisme

Oleh: Chris Patten

Groucho Marx adalah seorang Marxis favorit saya. Salah satu banyolan pelawak ini menghunjam ke jantung kegagalan ideologi--agama dogmatis--yang dibawakan penyandang nama serupa: Karl Marx. "Siapa yang hendak kau percayai," Groucho pernah bertanya, "saya atau matamu sendiri?" Bagi ratusan juta warga di negara-negara yang diperintah kaum komunis pada abad ke-20 yang lalu, "saya" yang dimaksudkan Groucho dalam pertanyaannya adalah diktator atau oligarki yang totaliter atau otoriter. Tidak peduli apa yang Anda bisa lihat dengan mata Anda sendiri, Anda harus menerima apa yang mereka katakan kepada Anda. Realitas adalah apa yang dikatakan partai.

Hua Guofeng, tokoh partai yang ditunjuk menggantikan Mao Zedong di Cina, mengangkat sikap seperti itu ke dalam suatu bentuk seni. Ia dikenal sebagai seorang seniman "apa pun". Partai dan rakyat harus mengikuti dan melakukan apa pun yang diperintahkan Mao.

Groucho mengajukan dua persoalan yang tidak terpisahkan kepada kaum komunis apa pun ini. Pertama, matamu sendiri dan nalarmu kelak pasti akan mengatakan kepadamu bahwa dunia yang indah seperti dibayangkan komunisme--melajunya negara dan terpenuhinya segala keinginan--tidak akan pernah terwujud. Komunisme, seperti ufuk, selalu berada di luar jangkauan. Menarik untuk diketahui seberapa banyak mereka yang mengikuti pelatihan pada Lembaga Pendidikan Partai di Beijing itu yakin bahwa negara Cina segera melaju atau tak melaju sama sekali.

Persoalan kedua yang diajukan Groucho adalah bahwa rakyat yang hidup di negara-negara komunis itu akhirnya pasti bakal sadar bahwa hilangnya kebebasan yang mereka alami ternyata tidak diimbangi oleh kehidupan atau kualitas hidup yang lebih baik.

Semakin banyak yang disaksikan dan diketahui rakyat di Rusia, Polandia, Cek, dan lainnya mengenai gaya hidup di negara-negara demokrasi Barat semakin gencar mereka pertanyakan sistem yang berlaku di negerinya. Dalam bukunya, The Rise and Fall of Communism, Archie Brown mencatat bagaimana perjalanan ke luar negeri yang sering dilakukan Mikhail Gorbachev telah membuka matanya akan kegagalan sistem yang selama ini dihayatinya di negerinya.

Maka, dalam bidang politik, nalar telah mengalahkan baik keyakinan akan tujuan yang tidak bakal tercapai maupun penipuan diri sendiri akan konsekuensi yang harus ditanggung karena mengejar tujuan tersebut. Negara-negara partai yang otoriter, seperti Cina dan Vietnam, bisa bertahan, tapi bukan karena komitmennya kepada komunisme. Legitimasi negara-negara partai ini bergantung pada kemampuannya memastikan pertumbuhan ekonomi melalui kapitalisme yang dikelola negara.

Demokrasi, sudah pasti, tidak melarang orang menggunakan nalar dan menjatuhkan pilihan berdasarkan bukti yang disaksikan mata kepala mereka sendiri. Jika Anda tidak senang terhadap suatu pemerintahan, Anda bisa menjatuhkannya tanpa menggulingkan keseluruhan sistem.

Perubahan dapat dilakukan secara evolusioner, bukan revolusioner. Tapi jangan ada yang berpikir bahwa debat di negara-negara demokrasi itu selalu didasari nalar, atau bahwa demokrasi itu pasti membuat orang lebih rasional.

Kadang-kadang nalar yang menang. Inilah apa yang terjadi pada pemilihan umum terakhir di India, sementara terpilihnya Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat juga jelas merupakan momen rasional yang paling berkesan. Tapi nalar tampaknya tidak mendapat tempat dalam debat yang sekarang berlangsung di AS mengenai sistem pelayanan kesehatan di negeri itu.

Orang-orang luar, bahkan mereka yang mengagumi Amerika Serikat, sering bertanya-tanya bagaimana negara yang paling terglobalisasi di dunia--sebuah benua yang didiami orang dari hampir segala penjuru dunia--bisa begitu irasional mengenai beberapa persoalan tertentu. Kita cuma bisa menggaruk kepala melihat undang-undang kepemilikan senjata api yang berlaku di Amerika.

Kita juga terperanjat oleh sikap bermusuhan yang ditunjukkan Presiden George W. Bush selama pemerintahannya yang pertama terhadap sains, seperti tecermin dalam sikapnya terhadap perubahan iklim dan teori evolusi Charles Darwin. Sikapnya yang menentang reformasi sistem pelayanan kesehatan di negeri itu juga menimbulkan pertanyaan besar.

Kita tahu bahwa dengan kekayaan yang berlimpah--dan terobosan-terobosan yang dicapainya dalam riset kedokteran--sistem pelayanan kesehatan di Amerika sangat buruk. Biaya pelayanan kesehatan di negeri ini sangat mahal, jauh melampaui kemampuan sistem asuransi kesehatannya. Masyarakat miskin tidak terlindungi. Terlalu banyak mereka yang jatuh sakit tidak mendapat perawatan. Secara keseluruhan, statistik kesehatan negeri itu lebih buruk daripada di negara-negara yang setara dengannya.

Namun, upaya Obama mereformasi sistem pelayanan kesehatan di negeri itu telah mendapat tantangan yang histeris. Apa yang diusulkan Obama, kata mereka, sama saja artinya dengan negara membunuh orang-orang jompo. Ia berarti bakal memberlakukan komunisme ala Soviet di AS--persis seperti yang tampaknya berlaku di Kanada dan Inggris dengan sistem pelayanan kesehatannya yang didukung negara itu. Apakah ini berarti berlakunya komunisme di Toronto dan London atau cuma berarti pelayanan kesehatan yang lebih baik, lebih murah, dan lebih bisa diandalkan untuk semua?

Nalar tampaknya mengalami rintangan besar di AS saat ini. Mungkin bukan kebetulan Groucho Marx itu seorang warga Amerika. Bagaimana cara suatu masyarakat merawat warganya yang sakit dan yang membutuhkan pertolongan adalah hal yang penting dan harus mendapat perhatian berdasarkan apa yang kita benar-benar lihat dengan mata kepala kita sendiri, bukan berdasarkan prasangka golongan yang sempit.

Hak cipta: Project Syndicate, 2009.

URL Source: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/09/07/Opini/krn.20090907.17

Chris Patten
Mantan Komisaris Uni Eropa Urusan Luar Negeri, Ketua Partai Konservatif Inggris, Gubernur Hong Kong terakhir di bawah pemerintahan Inggris

Dahlan Iskan, Soemarsono, dan Front Anti-Komunis

Oleh: Endang Suryadinata

Meski sudah 64 tahun merdeka, kita belum merdeka dari kebencian dan dendam kesumat. Meski kemerdekaan itu antara lain berkat seluruh komponen rakyat, termasuk yang komunis, tiap sosok yang dicurigai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dimunculkan, selalu ada reaksi berlebihan. Meski tokoh yang dicap komunis itu berjasa bagi perjuangan kemerdekaan, seolah jasanya dianggap tidak ada.

CEO Jawa Pos sudah menuliskan tokoh seperti itu (Soemarsono) dalam catatan berseri (Jawa Pos, 14-16 Agustus 2009). Dalam tulisannya, Soemarsono disebut sebagai tokoh utama pertempuran Surabaya (1945). Soemarsono juga tokoh utama Peristiwa Madiun 1948. Tulisan itu membuat berang kalangan antikomunis. Sekitar 150 orang yang mengaku anggota Front Anti-Komunis mendatangi kantor redaksi Jawa Pos di gedung Graha Pena, Surabaya, 2 September lalu. Mereka mendesak pemilik Grup Jawa Pos, Dahlan Iskan, meminta maaf kepada umat Islam dan bangsa Indonesia (Koran Tempo, 3 September 2009).

Yang menyedihkan, dalam demo itu terjadi pembakaran buku yang ditulis Soemarsono yang berjudul Revolusi Agustus. Bahkan seorang guru besar sejarah, yaitu Profesor Amminuddin Kasdi, yang memang anti-PKI dan menulis buku G30S/PKI, Bedah Caesar Dewan Revolusi Indonesia, tidak bisa mencegah pembakaran itu. Memprihatinkan, ketika kita tidak mampu mengembangkan budaya ilmiah. Tulisan yang dinilai keliru seharusnya ditanggapi lewat tulisan juga, bukan dengan amarah dan membakar buku.

Dari kejadian itu terlihat betapa pepatah Inggris, time is a healer (waktu adalah sang penyembuh), belum sepenuhnya berlaku di negeri ini, terlebih ketika ada sosok yang dicap PKI dimunculkan ke publik. Demikian juga, tiap kali Peristiwa Madiun 1948 atau Peristiwa 1965 disinggung, selalu ada pihak yang tersinggung. Kita ternyata bangsa pendendam. Kita belum bisa seperti warga Polandia, Rusia, atau negara-negara bekas komunis yang sudah bisa berdamai dengan sejarah mereka, sehingga antara yang dulu komunis dan yang tidak sudah bisa bergandeng tangan memajukan negaranya.

Kita masih diliputi dendam dan kebencian, yang justru terus kita coba lestarikan dan wariskan kepada generasi mendatang yang sebenarnya tidak tahu-menahu akan peristiwa di masa lalu, yang memang banyak versinya. Misalnya peristiwa yang oleh Orde Baru disebut Pemberontakan G30S/PKI. Sejarah 1965 oleh Orba juga didominasi oleh sejarah yang ditulis dari sudut kepentingan penguasa. Untunglah kini sudah muncul puluhan buku yang ditulis dari sudut korban. Apa yang dilakukan Soemarsono bisa jadi dimasukkan dalam kategori ini, karena selama ini publik sudah telanjur memberikan cap buruk kepada Soemarsono. Kini, dengan bukunya, kita paling tidak bisa membaca sejarah dari versi korban orang yang dicap komunis. Apa yang dilakukan Soemarsono jelas memperkaya sejarah kita. Soal kita tidak sependapat, itu bisa dilakukan dengan menulis, bukan dengan membakar bukunya atau marah.

Tentang Peristiwa 1948 atau 1965, kini sudah banyak bukunya. Satu hal pasti, menurut sejarawan Antony Reid dalam bukunya, Revolusi Nasional Indonesia (1996), peristiwa 1965 sebenarnya sangat berkaitan dengan peristiwa 18 September 1948 di Madiun. Yang mengaitkan adalah dendam dan kebencian antara pihak komunis dan penentangnya, mengingat dalam peristiwa 1948 itu memang jatuh banyak korban dari kedua pihak. Karena tidak mau belajar dari sejarah, peristiwa pahit 1948 di Madiun justru diulang pada 1965 dengan skala yang lebih massif. Bayangkan, konon, dalam tragedi 1965 telah jatuh korban lebih dari setengah juta jiwa, bahkan ada yang menyebutkan lebih.

Karena itu, generasi sekarang perlu melihat peristiwa 1965 dengan malu. Ini bukan kata-kata penulis, melainkan kata Prof Dr Azyumardi Azra, Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang menekankan perlunya mengenang sejarah tertentu dengan rasa malu agar kita dapat belajar dengan lebih tepat terhadap kejadian sejarah itu untuk melangkah ke depan dengan keadaban antara korban dan pelaku kenistaan. Lebih lanjut cendekiawan muslim yang dikenal moderat itu juga menekankan betapa yang sangat diperlukan adalah semangat rekonsiliasi (islah dan pemaafan), bukan terus-menerus mengorbankan rasa benci dan dendam.

Selanjutnya Prof Azyumardi mengemukakan empat dimensi pemaafan, (1) Pemaafan dimulai dengan penilaian moral; dalam konteks Islam disebut muhasabah, saling menghitung dan menimbang peristiwa pahit yang telah melukai, melakukan introspeksi dan penilaian moral terhadap kejadian itu. (2) Memutuskan restitusi, kompensasi kepada korban, atau hukuman kepada pelaku. Pemaafan tidak selalu menghapuskan hukuman, namun juga harus menghentikan pembalasan dendam. (3) Menumbuhkan empati kepada pelaku, bagaimanapun ia manusia biasa. (4) Mengembangkan pemahaman bahwa pemaafan murni diperlukan guna memperbarui hubungan antarmanusia, kesiapan hidup berdampingan secara damai dengan segala kelemahan dan kekeliruan masing-masing.

Kita menyambut gembira pada akhir-akhir ini banyak pihak yang orang tuanya terlibat dalam Peristiwa Madiun 1948 atau 1965 terlibat aktif dalam upaya rekonsiliasi, seperti ditunjukkan Amelia Yani, putri ketiga dari Pahlawan Revolusi Letnan Jenderal Achmad Yani, yang bersama Ilham Aidit dkk telah mendirikan Forum Silahturahmi Anak Bangsa. Di tingkat bawah juga layak dihargai upaya-upaya islah yang telah dilakukan warga biasa dengan dukungan teman-teman lembaga swadaya masyarakat, seperti terjadi di Blitar Selatan dan Kediri. Apa yang dilakukan Dahlan Iskan, yang keluarganya di Madiun juga menjadi korban PKI, dengan mendatangkan Soemarsono ke Takeran, Magetan, dan Soemarsono meminta maaf, adalah cara-cara yang sebenarnya layak diapresiasi, bukan malah didemo.

Nah, apa yang dilakukan Dahlan Iskan dkk dengan memfasilitasi tokoh yang dicap PKI dengan para korbannya jelas sangat positif bagi bangsa ini ke depan. Bukankah kita harus lebih mendukung terwujudnya cita-cita rekonsiliasi daripada terprovokasi untuk mewariskan dendam kesumat kepada anak cucu kita?

Mudah-mudahan, seiring dengan bulan suci Ramadan dan sebentar lagi Idul Fitri yang penuh ampunan, kita akan bisa mematikan dendam dan mengupayakan rekonsiliasi sehingga negeri ini ke depan sungguh menjadi bangsa besar. Sebab, kita punya jiwa besar untuk memaafkan dan tidak terus terbelenggu oleh persoalan masa lalu. Kalau terus menuruti sakit hati, persoalan memang hanya akan melingkar-lingkar dalam dendam yang absurd. Sementara itu, kalau kita berani memaafkan, masa depan yang terang benderang pasti akan lebih gampang kita raih. Sekarang tinggal kita percaya yang mana.

URL Source: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/09/07/Opini/krn.20090907.17

Endang Suryadinata
penulis, tinggal di Belanda

Senin, 07 September 2009

LOWONGAN EHS OFFICER

WILMAR INTERNATIONAL PLANTATION




Company Description
... URGENTLY REQUIRED ...

Sebuah Perusahan Perkebunan Kelapa Sawit berskala International yang berlokasi di Indonesia, Malaysia, Uganda dan Ivory Coast, saat ini membutuhkan beberapa tenaga kerja professional untuk posisi :

EHS OFFICER



EHS Officer Post Date: 05 Sep 09

Job requirement :

  • Diploma / Sarjana Lingkungan / K3 / Pertanian.
  • Pengalaman dibidangnya minimal 3 tahun.
  • Memiliki kemampuan analisis yang kuat serta mampu berpikir secara logika.
  • Mempunyai pengetahuan tentang Environmental dan Safety Health dalam Perkebunan Kelapa Sawit.
  • Memahami prinsip-prinsip ISO dan RSPO.
  • Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Wilmar International Plantation.

Please send your CV before 01 October 2009 to :

PO BOX 1270 Medan
atau
E-Mail: recruitment@wilmar.co.id
www.wilmar.co.id



LOWONGAN STAFF KEBUN

WILMAR INTERNATIONAL PLANTATION




Company Description
... URGENTLY REQUIRED ...

Sebuah Perusahan Perkebunan Kelapa Sawit berskala International yang berlokasi di Indonesia, Malaysia, Uganda dan Ivory Coast, saat ini membutuhkan beberapa tenaga kerja professional untuk posisi :

STAFF KEBUN



Staff Kebun Post Date: 05 Sep 09

Job requirement :

  • Diploma / Sarjana Pertanian.
  • Pengalaman minimal 3 tahun dalam mengelola perkebunan kelapa sawit.
  • Mampu mengoperasikan komputer.
  • Mempunyai Jiwa Kepemimpinan, Dinamis, Komit dan Bertanggung-jawab terhadap pencapain target.
  • Berani mengutarakan pendapat dan bisa bekerja sama dengan orang lain serta mampu memotivasi diri sendiri.
  • Memiliki kepribadian yang dinamis dan inovatif.
  • Kuat, Sehat Jasmani dan Rohani, tidak buta warna serta sanggup kerja di lapangan.
  • Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Wilmar International Plantation.
  • Dapat bekerja dalam penuh tekanan.
  • Mempunyai kemampuan Problem Solving yang tinggi.
  • Memahami prinsip-prinsip ISO dan RSPO.

Please send your CV before 01 October 2009 to :

PO BOX 1270 Medan
atau
E-Mail: recruitment@wilmar.co.id
www.wilmar.co.id





LOWONGAN MANAGER KEBUN

WILMAR INTERNATIONAL PLANTATION




Company Description
... URGENTLY REQUIRED ...

Sebuah Perusahan Perkebunan Kelapa Sawit berskala International yang berlokasi di Indonesia, Malaysia, Uganda dan Ivory Coast, saat ini membutuhkan beberapa tenaga kerja professional untuk posisi :

MANAGER KEBUN



Manager Kebun Post Date: 05 Sep 09

Job requirement :


  • Diploma / Sarjana Pertanian.
  • Pengalaman minimal 11 tahun dalam mengelola Perkebunan Kelapa Sawit.
  • Mampu mengoperasikan komputer.
  • Mempunyai Jiwa Kepemimpinan, Dinamis, Komit dan Bertanggung-jawab terhadap pencapain target.
  • Berani mengutarakan pendapat dan bisa bekerja sama dengan orang lain serta mampu memotivasi diri sendiri.
  • Memiliki kepribadian yang dinamis dan inovatif.
  • Kuat, Sehat Jasmani dan Rohani, tidak buta warna serta sanggup kerja di lapangan.
  • Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah kerja Wilmar International Plantation.
  • Dapat bekerja dalam penuh tekanan.
  • Mempunyai kemampuan Problem Solving yang tinggi.
  • Mempunyai pengalaman dalam menyelesaikan masalah social.
  • Memahami prinsip-prinsip ISO dan RSPO

    Please send your CV before 01 October 2009 to :

    PO BOX 1270 Medan
    atau
    E-Mail: recruitment@wilmar.co.id
    www.wilmar.co.id



Jumat, 04 September 2009

Merawat Swasembada Pangan: Perlu Regionalisasi Pengadaan dan Diversifikasi Pangan

leh: Mustafa Abubakar (Direktur Utama Perum Bulog)
Bisnis Indonesia, 08-05-09

Selama 30 tahun terakhir, dunia menyaksikan bahan pangan tersedia dengan harga stabil dan terjangkau. Namun, nasib mayoritas petani di negeri berkembang seperti Indonesia justru makin terpuruk ke jurang kemiskinan.

Ibarat ayam sekarat di lumbung padi, para petani tak hanya makin miskin. Lahan mereka menyusut. Harga pupuk dan peralatan pertanian kian tak terjangkau. Pertanian pun akhirnya menjadi jenis usaha penuh kutukan. Tanah pertanian lalu ditinggalkan lewat urbanisasi besar-besaran yang bermuara pada rendahnya produksi pangan pada kemudian hari.

Banyak pemerintahan negeri agraris kini ibarat berjalan di atas seutas tali akrobat untuk menjaga keseimbangan antara memelihara swasembada pangan yang terjangkau harganya dan meningkatkan kesejahteraan petaninya.

Tantangan seperti itu menjadi salah satu topik paling hangat dalam pertemuan ke-32 International Food for Agricultural Development (IFAD) di Roma, Italia, Februari 2009. Sebagai Direktur Utama Perum Bulog, saya diundang menjadi salah satu pembicara dalam panel diskusi ahli pertemuan lembaga keuangan internasional di bawah payung PBB itu.Saya diminta memaparkan sukses Indonesia memelihara stabilitas pangan dalam diskusi bertopik Gejolak Harga Pangan: Bagaimana membantu petani kecil mengelola risiko dan ketidakpastian usaha tani.

Dalam forum itu, banyak negara dan badan dunia sangat mengapresiasi kemampuan Indonesia memelihara stabilitas harga beras pada 2008, ketika harga beras di pasar dunia justru meroket 2-3 kali lipat. Apresiasi lebih tinggi lagi mengingat semua itu dilakukan tanpa mengorbankan kesejahteraan para petani.

Para peserta diskusi umumnya sepakat bahwa kemiskinan di sektor pertanian telah memicu bencana yang tidak disadari: yakni merosotnya produksi di tengah kebutuhan pangan yang meningkat. Akibatnya, harga pangan meroket tak terkendali seperti terjadi pada paroh pertama 2008 lalu yang kemudian memicu gejolak politik dan sosial.

Sejumlah protes marak di berbagai belahan dunia, sebagian bahkan berubah menjadi kerusuhan berdarah akibat kenaikan drastis harga beras di pasar internasional.

Bersyukur hal itu tidak terjadi di Indonesia. Lewat Bulog, pemerintah berhasil menyerap beras petani secara signifikan sehingga membuat harga stabil dan sekaligus menghilangkan kebutuhan impor untuk pertama kalinya selama belasan tahun terakhir.Dengan itu pula Bulog menghemat devisa negara sebesar US$550 juta yang potensial mengalir ke Thailand dan Vietnam.

Bagi banyak pihak, keberhasilan itu mungkin agak mengejutkan. Semula banyak pengamat internasional memperkirakan Indonesia masih harus mengimpor 1,1 juta ton beras pada 2008 kemarin. Prediksi itu wajar karena pada 2007 Indonesia masih mengimpor 1,3 juta ton beras.
Namun, berbeda jauh dari ramalan buruk tadi, pada 2008 Bulog berhasil membeli 3,2 juta ton beras petani, atau naik 80% dari tahun sebelumnya, dan membukukan rekor penyerapan tertinggi dalam 40 tahun usia Bulog.

Perusahaan negara ini mengeluarkan dana sebesar Rp13,2 triliun (Rp 4.300 per kg). Dengan kata lain, Bulog menyuntikkan dana sebesar itu ke wilayah pedesaan dan kalangan petani. Efek berantai dari pengadaan beras itu bisa mencapai Rp19,4 triliun.Tahun 2009 ini, Bulog berharap bisa membeli beras 3,4 juta ton dengan harga lebih tinggi lagi, yakni Rp 4.900 per kg, yang diharapkan bisa memberikan keuntungan 30% kepada setiap petani.

Paradigma baru
Langkah Bulog ini dilandasi paradigma baru dalam mencapai dan memelihara swasembada pangan. Di masa lalu, Revolusi Hijau yang diperkenalkan sejak 1960-an memang telah berhasil meningkatkan produksi pertanian pangan yang membuat baik pasokan maupun harga pangan dunia stabil. Namun, Revolusi Hijau melupakan aspek terpenting dalam sektor ini: yakni kesejahteraan petani. Inilah yang harus dikoreksi.

Kami berpandangan, swasembada pangan tak mungkin lestari tanpa peningkatan pendapatan petani. Swasembada harus berjalan seiring dengan pengurangan kemiskinan di kalangan petani dan warga perdesaan pada umumnya.

Tentu saja, paradigma itu membawa tuntutan baru pula bagi Perum Bulog. Pada satu sisi, perusahaan ini dituntut bisa membeli bahan pangan lebih mahal dari sebelumnya. Untuk menjamin kepastian usaha tani mereka, Bulog membeli beras dengan harga 30% lebih tinggi dari biaya produksi bahkan pada musim panen raya ketika harga umumnya merosot.

Namun, pada sisi lain, Bulog juga dituntut untuk bisa membeli dalam jumlah lebih banyak agar mampu menjamin pasokan dan distribusi pangan lancar sehingga harganya stabil dan terjangkau oleh konsumen.

Agar bisa berperan mengendalikan pasar dan menepis spekulan, pada 2008 Bulog melipat-duakan pangsa penyerapan beras menjadi sekitar 8,4% dari total produksi beras nasional. Tahun-tahun sebelumnya hanya berkisar 4-6%.

Hal seperti itu hanya mungkin dilakukan jika Bulog bisa melakukan efisiensi dalam biaya operasinya. Itulah sebabnya, perlahan tetapi pasti, dalam beberapa tahun terakhir Bulog melakukan berbagai upaya meningkatkan kualitas sumber daya karyawan dan menghapus budaya korupsi yang sebelumnya sangat kental mewarnai citra perusahaan ini.

Namun, itu saja tak cukup. Bulog juga dituntut untuk lebih inovatif dalam manejemen stok, pergudangan dan distribusi pangan. Dalam kaitan ini, bekerja sama dengan Departemen Pertanian, Bulog mendorong regionalisasi pengadaan pangan dan diversifikasi pangan.

Gagasan regionalisasi sangat sederhana: bahan pangan idealnya dikonsumsi tidak jauh dari tempatnya diproduksi. Hanya dengan begitu ongkos angkut bisa ditekan sehingga petani bisa menikmati harga lebih tinggi tanpa membebani konsumen. Regionalisasi ini dimungkinkan mengingat Bulog memiliki 1.600 gudang yang tersebar di berbagai daerah.

Konsep diversifikasi pangan erat berkaitan dengan regionalisasi tadi. Penyeragaman beras sebagai makanan pokok telah terbukti membawa bencana di daerah tertentu.Masyarakat daerah bukan produsen beras, seperti Papua, misalnya, tidak semestinya tergantung pada beras yang harganya amat mahal karena harus didatangkan dari Jawa dan Sumatra. Gejolak harga beras di Papua akan memperburuk tingkat kemiskinan di sana.

Sementara itu, di tingkat nasional, diversifikasi pangan harus perlu digalakkan untuk mengurangi ketergantungan rakyat Indonesia yang makin besar kepada gandum. Indonesia perlu menengok bahan pangan lain, seperti tepung kasava (singkong), untuk menggantikan terigu yang seluruhnya diimpor dari negeri lain.

Jika bisa digalakkan, pertanian kasava tidak hanya memperkuat ketahanan pangan dalam negeri, tetapi juga bisa mendorong perkembangan industri pengolahan pangan di perdesaan.
Petani kasava umumnya petani miskin berlahan sempit, sehingga program ini juga bisa diharapkan mengurangi kemiskinan di perdesaan, sekaligus mengurangi risiko usaha tani yang hanya mengandalkan satu komoditas saja.

Kualitas Hidup Petani Menurun: Liberalisasi Pertanian Sengsarakan Petani

Kualitas hidup petani padi berlahan sempit semakin menurun sebagai dampak liberalisasi pertanian. Akibatnya, migrasi tenaga kerja usia produktif sektor pertanian tidak terhindarkan. Sekarang tidak ada lagi tanggung jawab dari pemerintah untuk memenuhi hak atas pangan petani.

Di sisi lain, ketergantungan petani terhadap sarana produksi, seperti benih, pupuk, dan obat- obatan, juga semakin kuat.

Demikian hasil studi dampak liberalisasi pertanian terhadap nasib petani padi, khususnya terkait hilangnya hak petani atas beras yang mereka produksi.

Studi dilakukan Ecumenical Advocacy Alliance (EAA) dan Bina Desa, lembaga swadaya masyarakat yang berfokus menangani pengembangan sumber daya manusia pedesaan.

Menurut Kepala Bidang Pengembangan Usaha Kecil Bina Desa Nanang Hari, Rabu (17/12) di Jakarta, kurangnya tanggung jawab pemerintah dalam pemenuhan hak atas pangan petani padi dianggap suatu hal yang biasa. Petani pun hanya bisa bersikap pasrah.

Padahal, negara memiliki kewajiban untuk menghormati usaha tani padi, melindungi, dan apabila petani tidak mampu lagi mengusahakan lahan mereka, negara wajib memenuhi kebutuhan pangan.

”Negara Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005,” katanya.

Bentuk kewajiban pemerintah adalah melindungi petani dengan tetap memberikan akses memadai terhadap lahan, permodalan, informasi, sarana produksi, dan meningkatkan pendapatan dengan menaikkan harga jual.

Namun, sejak krisis moneter 1997 sampai sekarang, kecenderungan pemerintah dalam menangani masalah perberasan adalah mengurangi atau mencabut subsidi pertanian, menurunkan bea masuk impor beras, dan melakukan privatisasi Perum Bulog sebagai lembaga penyangga harga beras.

Athena, konsultan EAA, menyatakan, studi EAA yang dilakukan di tiga negara penghasil beras, yakni Indonesia, Honduras, dan Ghana, menunjukkan bahwa impor beras berdampak sangat buruk terhadap kehidupan petani kecil. Akses mereka terhadap pangan berkurang.

Di Honduras, liberalisasi pertanian dimulai pada tahun 1990-an karena tekanan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Setelah itu petani kesulitan mengakses beras yang mereka produksi.

Adapun di Ghana, liberalisasi dimulai pada tahun 1980-an karena tekanan IMF. Di negara tersebut, beras bukan komoditas strategis, melainkan konsumsi masyarakat kota atas beras terus naik.

Sejak liberalisasi dan politik dumping Amerika Serikat tahun 2000, permintaan terhadap beras lokal turun sekitar 75 persen.

Derita petani bertubi-tubi

Di tempat terpisah, guru besar sosial ekonomi dan industri pertanian Universitas Gadjah Mada M Maksum menyatakan, bertubi- tubi penderitaan dibebankan kepada petani di Indonesia.

Hal itu mulai dari kebijakan tata niaga beras yang tidak berpihak kepada petani; hak ekonomi yang sering dicederai, seperti hilangnya pupuk bersubsidi dari pasaran; hingga pemalsuan benih unggul.

Kedaulatan petani atas sumber daya air, lahan, dan teknologi yang diambil alih sampai hak-hak sosial petani terus dipertanyakan, misalnya kualitas beras untuk rakyat miskin yang buruk serta tidak jelasnya pendidikan dan kesehatan gratis.

Oleh karena itu, Nanang mengingatkan perlunya pengorganisasian petani kecil untuk memperjuangkan kepentingan mereka, termasuk meningkatkan nilai tawar. Selain itu, juga perlunya jaringan berbagai pihak di semua level untuk membela petani.

HUTAN: KEKAYAAN WARGA DESA UNTUK MENGATASI KELAPARAN

Pangan adalah kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup setiap manusia. Pangan yang cukup jumlah dan mutunya diperlukan oleh bayi untuk pertumbuhan fisik dan kecerdasannya. Pangan terus diperlukan hingga sesorang menjadi tua agar memiliki tenaga dan tidak mudah terserang penyakit. Karena fungsinya yang sangat penting, pangan diakui sebagai hak asasi manusia.


Meskipun pangan diakui sebagai hak asasi manusia, kenyataan menunjukkan masih banyak penduduk Indonesia yang kekurangan pangan. Peta Kerawanan Pangan Indonesia tahun 2005 menunjukkan adanya 100 kabupaten rawan pangan dari 265 kabupaten di Indonesia. Anak-anak di bawah usia lima tahun (Balita) dan perempuan merupakan kelompok yang paling menderita karena kelaparan. SUSENAS 2003 mencatat adanya sekitar 5,1 juta (27,5%) anak balita yang kekurangan gizi. Dari jumlah itu 1,55 juta (8,3%) di antaranya menderita gizi buruk dan 3,57 juta (19,2%) menderita gizi kurang. Sementara Departemen Kesehatan mencatat adanya 2,5 juta (40,1%) ibu hamil, 4 juta (26,4%) perempuan usia subur yang menderita anemia.

Laporan FAO tahun 2004 memperkirakan adanya 852 juta penduduk dunia yang kekurangan pangan selama tahun 2000 - 2002. Sebagian besar penduduk kelaparan itu tinggal di negara-negara sedang berkembang yakni sebanyak 815 juta orang. Sekitar 75 persen dari mereka yang lapar adalah penduduk pedesaan. Laporan FAO tahun 2005 bahkan mengungkap fakta tragis tentang kelaparan dan kurang gizi yang membunuh hampir 6 juta anak-anak setiap tahunnya. Angka itu setara dengan jumlah anak pra sekolah di sebuah negara besar seperti Jepang. Sementara sekitar 530.000 perempuan meninggal selama kehamilan dan setelah melahirkan.
Hutan Kaya Sumber Pangan

Kelaparan dan kemiskinan yang diderita jutaan rakyat Indonesia merupakan buah dari pengabaian terhadap pangan lokal yang sejak berbad-abad lalu telah memberi makan dan kehidupan rakyat Indonesia. Bangsa Indonesia mestinya bersyukur karena dikaruniai ribuan pulau dan laut yang luas tempat hidup dan berkembanganya beranekaragam jenis flora dan fauna yang menjadi penyedia berbagai bahan pangan dan kebutuhan dasar manusia. Meskipun hanya menempati 1,3% daratan dunia namun di dalamnya terdapat sekitar 17% spesies yang ada di bumi. Hutan Indonesia ditumbuhi 11% spesies tanaman, dihuni 12% mamalia, 15% reptil dan amfibi dan 17% burung. Hutan-hutan tersebut juga memberikan banyak macam produk seperti kayu, buah, sayuran, kacang-kacangan, rempah-rempah, obat-obatan, parfum, minyak, biji-bijian, makanan ternak, serat, bahan pewarna, bahan pengawet dan pestisida. Lebih dari 6.000 spesies tanaman dan hewan digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Indonesia merupakan salah satu di antara tiga mega-biodiversity dunia yang memiliki berbagi spesies tanaman pangan dan obat tradisional. Ada lebih 100 spesies tanaman biji-bijian, sagu dan umbi-umbian penghasil tepung dan gula. Juga lebih dari 100 spesies tanaman kacang-kacangan sebagai sumber protein dan lemak. 450 spesies tanaman buah-buahan sumber vitamin dan mineral. Tersedia lebih dari 250 spesies tanaman sayur-sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. 70 spesies tanaman bumbu dan rempah-rempah. Juga 40 spesies tanaman bahan minuman dan 940 spesies tanaman bahan obat tradisional

Nenek moyang kita secara turun menurun memanfaatkan produk-produk hutan, baik kayu maupun bukan kayu. Sekitar 250 kelompok etnik dan bahasa lokal tinggal di dalam dan sekitar hutan Indonesia telah mengelola beraneka sumberdaya alam secara arif untuk menjamin kesinambungan pemanfaatannya. Sumber daya itu juga merupakan jaring pengaman sosial-ekonomi ketika gagal panen atau pekerjaan upahan tidak ada.

Sebelum kolonialisme datang, warga desa di Nusantara telah mengembangkan sistem perladangan dan persawahan. Ladang terutama dikembangkan oleh suku-suku di luar Jawa untuk membudidayakan berbagai tanaman penghasil bahan makanan dan bahan yang bermanfaat lainnya di dalam atau sekitar hutan tropis yang sangat luas. Sementara itu masyarakat pedesaan di lembah-lembah sungai di sekitar gunung berapi, khususnya di pulau Jawa, mengembangkan sistem persawahan. Kerja keras mereka kemudian membuahkan kemakmuran dan menjadi landasan berkembang dan jayanya berbagai kerajaan di pulau-pulau Nusantara.
Komersialisasi Pertanian dan Robohnya Pangan Lokal

Penjajahan bangsa Barat merupakan titik balik sejarah pertanian-pangan kita. Sistem pertanian-pangan masyarakat yang bertujuan utama untuk memenuhi kebutuhan sendiri kemudian diubah menjadi pertanian komersial untuk ekspor. Tanah dan tenaga kerja dimobilisir untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor seperti tebu, nila, kopi, tembakau dan lainnya. Sementara sektor pertanian keluarga, industri rumah tangga dan perdagangan pribumi cenderung tetap atau bahkan merosot.

Kebijakan pengelolaan sumberdaya agraria yang eksploitatif dan bertumpu pada perusahaan tambang, kehutanan dan kelautan tidak hanya merusak keanekaragaman sumber pangan tetapi juga meminggirkan peran masyarakat. Demikian juga kebijakan Revolusi Hijau yang dijalankan rejim Orde Baru yang difokuskan pada peningkatan produksi dan distribusi padi. Revolusi Hijau semakin meningkatkan pemusatan penguasaan lahan pertanian, ketergantungan petani terhadap input pertanian pabrikan, kerusakan lingkungan pertanian, beras menjadi pangan pokok satu-satunya, terpinggirkannya peran perempuan petani, serta hilangnya kemandirian dan kedaulatan petani.

Di jaman reformasi dan globalisasi ini, pemenuhan kebutuhan penduduk yang terus meningkat akan pangan terus menjadi persoalan besar kita. Impor berbagai jenis pangan terus meningkat. Kelaparan dan kemiskinan terus bertambah. Telah 8 tahun Rejim berganti tetapi belum ada tanda-tanda perbaikan pemenuhan hak rakyat atas pangan. Belum ada keseriusan dan terobosan dari pemerintah untuk membebaskan bangsa Indonesia dari jebakan ketergantungan pangan dan lingkaran kelaparan-kemiskinan. Jika keadaan ini terus dibiarkan maka cepat atau lambat kekurangan pangan dan kelaparan massal akan menjadi bencana bagi Indonesia.

Solidaritas Membangun Pangan Lokal

Sebelum kelaparan semakin memburuk, sekarang saatnya membangun sistem pangan yang berbasis sumberdaya dan kelembagaan lokal. Kami menyerukan kepada Pemerintah selaku pemegang amanat penderitaan rakyat serta masyarakat dan swasta untuk bahu-membahu membangun kembali sistem pangan lokal, sistem pangan rakyat. Bukan sistem pangan yang dikuasai dan dikendalikan perusahaan multi nasional.
Dukungan berbagai elemen bangsa sangat diperlukan sehingga semua unsur masyarakat baiak petani, nelayan, masyarakat adat, masyarakat miskin kota, perempuan dan sebagainya dapat bekerja bersama mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan.

Langkah-langkah penting yang patut dilakukan bersama untuk membangun kembali sistem pangan lokal antara lain:

  1. Menata ulang sumber-sumber produksi pangan melalui reforma agraria agar tanah, air, laut, hutan, benih, pupuk, dan modal berada di tangan petani.
  2. Mengembangkan pertanian terpadu yang berkelanjutan dalam rangka membudidayakan aneka tanaman pangan lokal dan ternak.
  3. Melindungi pasar pangan dalam negeri serta mendukung pemasaran produk pangan petani di pasar lokal, daerah dan nasional.
  4. Mengembangkan pola konsumsi pangan lokal yang beranekaragam, bergizi dan aman.

Semua langkah itu secara bertahap akan menjawab masalah kelaparan di tingkat keluarga, masyarakat, daerah dan nasional

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...