Senin, 28 April 2008

PARADIGMA BARU DALAM MENGEMBANGKAN KARIR DI ABAD 21

PARADIGMA BARU DALAM MENGEMBANGKAN KARIR DI ABAD 21


Oleh: Rudi Suryo Kristanto
Dosen Tetap STIE BPD Semarang



ABSTRACT

In 21st century, there are many changes in the life of organization, including the change of career paradigm, which the new career paradigm called "protean career". The goal of this article is to introducing what is "protean career", and any of problem that have to be carried out by employee in confronting to the changes of mentioned new paradigm. Finally, this paper will also be discussed about new organization support the employees to face with what happened in the new career paradigm.
Key words: Protean Career, Metaskill, Career Intelligence

I. PENDAHULUAN

Menjelang dan memasuki abad 21 praktek-praktek manajemen pada umumnya dan praktek –praktek bidang manajemen sumber daya manusia pada khususnya mengalami perubahan relatif radikal. Perubahan yang cukup radikal terjadi disebabkan oleh adanya tekanan yang memaksa perusahaan untuk memenuhi tuntutan berbagai pihak, seperti tuntutan konsumen atas kualitas, kecepatan pelayanan (delivery) dan harga rendah, serta semakin kerasnya kompetisi dalam dunia bisnis, seperti pengurangan biaya dan peningkatan kualitas. Dengan kata lain untuk memenangkan kompetisi perusahaan harus efektif dan efisien.
Salah satu contoh perubahan dalam bidang manajemen adalah rekayasa ulang (reengineering). Perubahan dalam pengelolaan manajemen ini dikemukakan oleh Hammer dan Champy (1993). Dari pandangan Hammer dan Champy pengelolaan manajemen perusahaan selama ini lebih dipengaruhi oleh pandangan Adam Smith yaitu pengelolaan manajemen perusahaan dibangun berdasarkan pembagian tugas yang paling sederhana dan paling dasar. Sebaliknya menurut Hammer dan Champy (1993) pendekatan tersebut tidak sesuai lagi berkaitan dengan perkembangan masa kini. Pada masa kini terjadi banyak perubahan, untuk mengalahkan kompetisi perusahaan harus mampu melakukan penyesuaian dengan tiga kekuatan yaitu konsumen, pesaing, dan perubahan.
Selain perubahan dalam mengelola manajemen perusahaan, berkaitan dengan tujuan dari artikel ini adalah untuk memaparkan perubahan paradigma di bidang praktek-praktek manajemen sumber daya manusia, khususnya mengenai karir di masa kini. Berbagai gejala yang nampak pada periode akhir abad 20 antara lain adalah adanya gejala downsizing, akuisisi, reorganisasi internal seperti munculnya perusahaan-perusahaan dengan struktur organisasi yang semakin flat bahkan mengarah kepada bentuk-bentuk networking atau pun seluler menyadarkan kepada seorang karyawan untuk mengubah paradigmanya terhadap karirnya di perusahaan. Greenhaus, Callanan dan Godshalk (2000) mencatat bahwa di Amerika Serikat sejak tahun 1979 sampai dengan 1995 telah terjadi pengurangan pekerjaan sebanyak 43 juta. Pengurangan pekerjaan itu meningkat sejak tahun 1990 sebesar 39%. Di Indonesia sendiri sejak terjadi krisis tahun 1997 telah banyak perusahaan yang collapse mengakibatkan banyak pekerjaan yang hilang akhirnya juga mennyebabkan banyak terjadi pengurangan pekerja. Jika demikian realitas yang terjadi pada masa-masa sekarang memunculkan perenungan lebih lanjut mengenai hal-hal apa yang harus dipersiapkan oleh karyawan agar dapat tetap dapat bekerja. Menjawab berbagai fenomena tersebut sebuah istilah yang sedang "trend" dalam bidang manajemen karir yaitu: "Protean Career". Istilah ini muncul sebagai jawaban bagi karyawan dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang tidak menentu, artinya kapan perubahan akan terjadi pada perusahaan dan siapa yang menjadi sasaran perubahan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangap bahwa pengelolaan karir menjadi sangat krusial di masa sekarang ini. Oleh karena itu masih sangat relevan pembahasan mengenai bagaimana pengelolaan karir di masa mendatang berkaitan dengan fenomena-fenomena yang terjadi pada akhir-akhir ini. Hal penting lain yang menurut penulis perlu disampaikan bahwa di Indonesia masih belum banyak pekerja yang menyadari dinamika perubahan yang terjadi serta bagaimana mengantisipasinya untuk kelangsungan karirnya.

II. PERGESERAN DEFINISI KARIR KE PROTEAN CAREER

Ada dua pandangan mengenai definisi karir, yaitu: (1) pandangan bahwa karir bersifat struktural dari sebuah pekerjaan atau sebuah organisasi, dan (2) karir bersifat individual. Pada oandangan pertama, karir dilihat dari urut-urutan posisi seseorang, atau jalur mobilitas dalam satu organisasi. Hal ini berkaitan dengan status dan seberapa jumlah uang yang diterima seseorang. Pandangan kedua lebih menekankan pada profesionalisme.
Greenhaus dkk (2000) menyatakan bahwa karir tidak memerlukan peran pekerjaan seseorang menjadi profesional, menjadi stabil dalam satu pekerjaan, atau menjadi ciri dengan mobilitas ke atas. Karakteristik-karakterisrtik tersebut tidak lagi realistik dengan perubahan dunia. Collin (1998) menyatakan bahwa karir muncul akibat interaksi seseorang dengan organisasi dan lingkungan sosialnya, sehingga karir dapat dilihat dari berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi orgnisasional, psikologi konseling, sosiologi, ekonomi perburuhan, ilmu manajemen dan organisasi. Karenanya masing-masing memiliki fokus yang berbeda maka definisi karir tidak ada yang memilikiarti yang sama persis. Dalam artikel yang sama Collin menyatakan konsep baru tentang karir. Karir tidak hanya mengembangkan pekerjaan seseorang tetapi juga kehidupan kerja seseorang. Karir sekarang ini tanpa batas yang menekankan berpindahnya antar organisasi, lebih fleksibel, non hirarkis dan tidak ada norma obyektif. Konsep lain yang disampaikan oleh Collin adalah bahwa karir itu tidak berasumsi universal. Hall dan Mirvis (Collin, 2000) memberikan label karir dengan karakteristik-karakteristik tersebut sebagai "protean career". Hall (1996) menegaskan lebih lanjut tentang pengertian "protean career" sebagai sebuah karir yang didorong oleh diri pribadi karyawan, bukan oleh organiisasi, dan akan ditemukan kembali oleh seseorang dari waktu ke waktu sejalan dengan perubahan lingkungan.
Dari pengertian ini maka Hall mengatakan bahwa karir personal memilih dan mencari untuk self-fulfillment. Kriteria sukses adalah internal yaitu psychological success. Hall (1996) menyatakan bahwa tujuan ini ditandai dengan perasan bangga dan prestasi personal yang datang dari pencapaian sesuatu tujuan yang paling berharga dalam hidup, menjadi prestasinya, kebahagiaan keluarga, kedamaian dari dalam, dan lainnya. Berdasarkan uraian di atas maka konsep karir telah berubah, berbeda dengan konsep awal bahwa kesuksesan karir lebih bersifat vertikal serta mendapatkan sejumlah uang.
Allred dkk (1996) lebih lanjut membedakan konsep karir tradisional dengan konsep karir baru (protean career). Mereka membedakan konsep karir berdasarakan struktur organisasi. Bentuk struktur organisasi pada masa lalu berbentuk fungsional, divisional dan matriks. Sementara itu pada masa sekarang struktur organisasi cenderung berbentuk jaringan (network) dan seluler. Berdasarkan perbedaan bentuk struktur organisasi ini maka akan memepengaruhi konsep karir. Perbedaan itu dapat dilihat pada tabel 1dibawah ini :
Tabel 1
Perbedaan Konsep Karir
KONSEP LAMA TENTANG KARIR (TRADISIONAL)
Struktur Organisasi
Jalur Karir
Kompetensi Kunci
Tanggungjawab pada perencanaan karir
Fungsional
Satu organisasi, di dalam fungsi
Teknikal
Departemen fungsional
Divisional
Satu organisasi, lintas divisi
Teknikal dan Komersial
Divisi, organisasi
Matriks
Satu organisasi, lintas proyek
Idem
Departemen, proyek, organisasi
KONSEP BARU TENTANG KARIR (MODERN)
Struktur Organisasi
Jalur Karir
Kompetensi Kunci
Tanggungjawab pada perencanaan karir
Jaringan (network)
Di dalam dan lintas organisasi
Teknikal, komersial dan kolaboratif
Organisasi dan individual
Selular
Profesional Independen
Teknikal, komersial, kolaboratif dan mandiri (self-governance)
Individual
Sumber: Alred, Snow dan Miles dalam Characteristics of Managerial Careers in the 21st century (1996)
Berdasarkan tabel di atas, Allred dkk secara eksplisit menyatakan ada perbedaan antara konsep karir dari yang tradisional ke modern. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari jalur karirnya, kompetensi kunci serta tanggungjawab atas perencanaan karir. Perbedaan nyata pada jalur karir adalah bahwa pada konsep karir secara tradional, pengertian karir lebih dilihat dari keberhasilan seseorang dalam menapaki urut-urutan kedudukan dalam satu perusahaan saja. Sementara itu pada konsep karir yang modern, keberhasilan karir seseorang tidak terletak pada keberhasilannya menapaki posisi dalam satu organisasi saja tetapi lebih pada seseorang itu bekerja secara profesional. Seseorang dikatakan profesional apabila dalam melakukan pekerjaan memiliki rasa tanggungjawab dan dedikasi yang tinggi, serta memiliki integritas etika. Perbedaan lain adalah pada kompetensi kunci. Pada konsep lama, kompetensi kunci terletak pada kemampuan teknis dan komersial, sedangkan pada konsep karir yang modern kedua kompetensi tersebut tidak lah cukup. Oleh karena itu diperlukan kompetensi lain yaitu kemampuan mengkolaborasi serta kemampuan untuk self-governance. Lebih lanjut Allred dkk menjelaskan ada tiga bentuk kemampuan kolaboratif, yaitu:
a. Ketrampilan analisis suatu masalah dan menggambarkan solusinya di dalam jaringan kerja organisasi serta lintas partner. Pada paradigma lama, seseorang bekerja melakukan semua pekerjaannya sendiri memfokuskan pada apa yang dilakukannya adalah yang terbaik baginya. Sementara dalam paradigma baru, pada saat masalah diketahui, anggota organisasi dapat menentukan siapa yang memiliki kemampuan terbaik untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jadi penyelesaian suatu masalah akan diberikan kepada siapa yang dipandang mampu dalam jaringan kerja.
b. Ketrampilan berpartner mengarah pada kapasitas konseptual, negoisasi, mengimplemintasikan menghasilkan keuntungan secara mutual. Pada umumnya pada paradigma baru, beberapa organisasi network terdiri dari berbagai organisasi sehingga manajer dalam jaringan kerja harus mengetahui bagaimana menghubungkan pada organisasi lain secara cepat dan efektif.
c. Mengelola hubungan dengan memberikan prioritas pada kebutuhan dan preferensi kunci pada konsumen dan partner.
Perbedaan ketiga, pada saat ini masalah perencanaan karir seseorang adalah tanggungjawab individu bukan lagi tergantung pada organisasi, baik departemen, divisi maupun proyek. Pendapat ini didukung oleh Hall dan Moss (Winter, 1998) yang menyatakan bahwa dalam protean career telah terjadi perubahan kontrak karir. Mereka menggambarkan karakteristik protean career adalah proses person bukan organisasi dalam mengelola karir, termasuk berbagai pengalaman pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja di berbagai organisasi, perubahan dalam lapangan pekerjaan, pilihan karir serta pencarian untuk memenuhi diri sendiri.
Nicholson (1996) mengidentifikasi perbedaan dalam hal mengelola karir berkaitan dengan perubahan paradigma dari konsep lama tentang karir ke paradigma baru. Adapun perubahan dalam mengelola karir dibagi dalam sembilan perbedaan, yaitu: (lihat tabel 2)
Tabel 2
Perbedaan Paradigma tentang Manajemen Karir

Paradigma lama
Paradigma baru
1. Organisasi
Birokrasi
Jaringan (Network)
2. Peran Manajemen
Umum
Multi-skill spesialis
3. Kompetensi
Sistem, operasi
Tim kerja,
4. Penilaian
Inputs
Outputs
5. Pembayaran
Berdasarkan pekerjaan
Berdasarkan ketrampilan
6. Kontrak
Mempertahankan komitmen
Pemberdayaan untuk lebih fleksibel
7. Manajemen karir
Paternalistik
Self-managed
8. Mobilitas
Vertikal
Lateral
9. Risiko
Rigiditas, tergantung
Stress, anarki
Sumber: Nicholson dalam Career System in Crisis: Change and Opportunity in The Information Age (1996).
Berdasarkan tabel 2, dapat diinterptretasikan bahwa perubahan paradigma karir terkait dengan struktur organisasi dari organisasi yang birokrasi ke bentuk organisasi network. Peran manajer dalam rangka meningkatkan ketrampilan juga berbeda. Pada paradigma lama, peningkatan ketrampilan karyawan bersifat general, semua mendapatkan pelatihan dan pengembangan yang sama. Sementara itu, dalam konsep baru, peran manajer untuk meningkatkan ketrampilan untuk masing-masing karyawan dapat berbeda-beda, tidak bersifat umum dan sebaliknya pelatihan dan pengembangan lebih pada multi-skill yang terspesialis.
Perbedaan ketiga dalam mengelola karir adalah masalah penigkatran kompetensi. Pada paradigma lama, pemberian paltihan dan pengembangan karir lebih diarahkan pada peningkatan yang berkaitan dengan kemampuan teknis operasional dan sistem. Sementara itu pelatihan dan pengembangan karyawan lebih kepada kemampuan bekerja dalam bentuk tim, bukan individual. Penilaian kepada seorang karyawan berdasarkan input yaitu pada apa yang telah dicapai sebelumnya bukan apa yang diperolehnya (output). Input tersebut meliputi antara lain: pendidikan, masa kerja.
Sementara sistem pembayaran, pada paradigma lama berdasarkan pekerjaan atau kedudukan pada organisasi, bukan berdasarkan pada ketrampilan yang dimiliki karyawan. Berdasarkan pertimbangan ini maka semakin tinggi kedudukan seseorang dalam sebuah organisasi maka akan besar pula gaji yang akan diterimanya. Sementara itu pada paradigma baru tingkat gaji ditentukan oleh seberapa jauh ketrampilan atau profesionalisme yang dimiliki seorang karyawan. Perbedaan lain, pada paradigma lama perusahaan berusaha untuk mempertahankan komitmen karyawan hanya pada satu organisasi saja, sementara dalam paradigma baru organisasi akan memperdayakan karyawan semaksimal mungkin, sebaliknya karyawan memiliki kebebasan atau fleksibilitas pada organisasi. Dengan kata lain perusahaan mengharapkan adanya monoloyalitas karyawan pada satu organisasi, sebaliknya pada masa sekarang tidak ada suatu keharusan (kontrak) seseorang untuk loyal pada satu organisasi tetapi seorang karyawan akan loyal pada satu pekerjaan tidak hanya dalam satu organisasi. Dengan asumsi tersebut maka masalah pengelolaan karir sudah bukan menjadi tanggungjawab organisasi tetapi pengelolaan karir berada pada masing-masing individu. Akibatnya seseorang dalam berkarir tidak mutlak vertikal ke atas tetapi dapat lintas fungsi, divisi, proyek bahkan lintas organisasi.

III. PROTEAN CAREER DI ABAD 21

Sebagaimana dengan pergeseran pengertian tentang karir kepada protean carrer maka pembahasan ini akan menguraikan lebih jauh tentang protean career. Protean career tepat digunakan akibat adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada awal abad 21 atau akhir abad 20. Nicholson (1996) menyebutkan beberapa penyebab perubahan organisasi yang mempengaruhi terhadap karir. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain: (1) downsizing, (2) delayering, (3) decentralizing, (4) reorganization, (5) cost-reduction strategies, (6) IT innovations, (7) competency measurement, dan (8) performance-related pay. Downsizing mempengaruhi pada keamanan atas pekerjaan dan dampak psikologis bagi individu adalah munculnya rasa cemas, sedangkan delayering mempengaruhi plateauing atau terhambatnya mobilitas secara vertikal dan hal ini berdampak psikologis bagi individu adalah menurunnya self-esteem. Desentralisasi mengakibatkan adanya segmentasi dan fragmentasi pekerjaan dan karir sehingga akan menimbulkan perilaku kompetitif, reorganisasi mengakibatkan displacement yang mengakibatkan rasa frustrasi individu, pengurangan cost memberikan konsekuensi untuk mengintesifkan pekerjaan dan ini menimbulkan stress karyawan, inovasi IT memberikan konsekuensi untuk melakukan deskilling namun dampaknya pada karyawan adalah menurunnya self-efficacy. Dua faktor terakhir yaitu perubahan dalam hal pengukuran kompetesi, seperti nilai-nilai budaya baru berkonsekuensi pada career obsolence dan bagi individu akan melakukan self-defense, terakhir adanya perubahan gaji yang menndasarkan pada kinerja akan mengakibatkan adanya individualisme dan politisasi akibatnya perilaku trust karyawan menurun. Sementara itu Mirvis dan Hall (Collin, 1998) menyatakan bahwa protean career memiliki hubungansecara signifikan dengan boundaryless. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa paradigma baru ini individu memiliki kebebasan dan fleksibilitas untuk lebih banyak menggunakan kehidupan kerjanya dan menemukan keseimbangan yang lebih besar dalam kehidupannya.
Hall (1996) lebih jauh menguraikan mengenai perubahan karir di abad 21. Intinya adalah pada abad 21 telah terjadi perubahan kontrak karir. Sebagai gambaran dari perubahan kontrak karir tersebut Hall membagi menjadi lima, yaitu:
Tujuan karir adalah keberhasilan psikologi
Dalam protean career atau karir abad 21 keberhasilan tidak diukur dari pencapaian piramida organisasi atau keberhasilan secara vertikal, serta keberhasilan memperoleh uang. Namun seseorang berhasil dalam berkarir apabila secara psikologi merasa sukses yang tidak diukur oleh ukuran sosial (posisi dalam organisasi) dan ekonomi (kaya). Ini merupakan salah satu yang benar-benar membedakan antara konsep lama mengenai karir dengan konsep baru yaitu protean career.
Karir dikelola oleh individu bukan oleh organisasi
Pada konsep protean career, keberhasilan karir seseorang bukan ditentukan oleh organisasi tetapi oleh dorongan dari dalam individu itu sendiri. Sesuai dengan namanya yaitu Protean, merupakan dewa bangsa Yunani yang mampu merubah cepat apa yang diinginkan. Jadi pada konsep ini seseorang mengejar konsepsi personal atas apa yang dianggap penting dalam pekerjaan dan hidupnya.
Karir adalah proses pembelajaran terus-menerus bukan berdasarkan penjumlahan usia kronologi.
Protean career tidak diukur dari usia kronologis individu dan tahap hidupnya tetapi lebih pada continous learning dan identity change. Jadi karir adalah sebuah rangkaian pendek dari tahapan pembelajaran.
Sumber pengembangan adalah work challenges dan relationships
Pada model protean career, pertumbuhan akan menjadi sebuah proses dari pembelajaran yang terus-menerus diisi oleh kombinasi dari person, tantangan kerja dan hubungan baik dengan lingkungan kerjanya, dengan rekan sekerja, bawahan, konsumen, atasan dan anggota lain baik secara formal atau informal. Untuk meningkatkan kemampuannya tidak diperlukan adanya pelatihan-pelatihan secara formal, atau bahkan program pelatihan kembali tidak diperlukan juga.
Profil keberhasilan diukur dari:
a.Dari Know-how ke Learn-how
b.Dari Job security ke Employability
c.Dari Organizationasl careers ke Protean career
d.Dari Work self ke Whole self
Untuk merealisasi potensi dalam konsep protean career maka seseorang harus mengembangkan kompetensi baru yang berhubungan dengan self management dan career management. Konsekuensinya adalah seseorang harus belajar terus menerus bagaimana mengembangkan self-knowledge dan kemampuan beradaptasi. Anakwe dkk (2000) menyatakan bahwa dalam protean career membutuhkan akuisisi dan utilisasi akan kemampaun mengidentifikasi sejumlah skill yang dapat meningkatkan individu mengidentifikasi perubahan dan kemampuan beradaptasi dalam berbagai lingkungan. Hal ini akan mendorong individu bukan organisasi dan akan dibuat kembali dari waktu ke waktu sebagai perubahan person dan perubahan lingkungan. Kemampuan untuk mengembangkan self-knowledge (mengidentifikasi) dan kemampuan beradaptasi disebut dengan Metaskill.
Lebih lanjut Hall (Anakwe dkk, 2000) mendefinisikan metaskill sebagai seperangkat kemampuan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan seseoran untuk belajar how to learn . Ketrampilan ini memasukkan self-knowledge dan adaptability yang meningkatkan kemampuan indvidu untuk menerima kepantasan sebuah identitas pada berbagai lingkungan. Tujuan akhir dari ketrampilan ini adalah untuk menambah kemampuan individu pada pengolaan diri sendiri secara efektif. Selanjutnya Hall menyatakan bahwa metaskill ini meliputi kemampuan beradaptasi, toleransi pada ambigiutas dan ketidakpastian, self awareness, dan kemampuan mengidentifikasi perubahan.
Berdasarkan hal di atas, Anakwe dkk (2000), menyimpulkan bahwa pada paradigma karir baru (protean career) ada beberapa hal yang mendasar, yaitu: (a) individu memiliki tangungjawab akhir untuk mengelola karirnya, (b) individu memerlukan untuk memperoleh pengetahuan sendiri (self-knowledge) untuk meningkatkan kemampuan adaptasi dan fleksibilitas, praktek pembelajaran yang relevan, serta menjadi lebih menyadari pada lingkungannya, dan (c) antara individu dan organisasi harus saling membantu pembelajaran secara kontinyu untuk mempertemukan kebutuhan akan perubahan.


IV. PERAN ORGANISASI DALAM PROTEAN CAREER

Berdasarkan pengertian mengenai protean career, seolah-olah peran organisasi menjadi kurang berarti. Namun apakah demikian? Orpen (1994) menyatakan bahwa dalam konteks tanggung manajemen karir, antara individu dengan organisasi harus melakukan "joint responsibility". Hal ini berarti bahwa karir seseorang tergantung pada kedua pihak tersebut, yaitu pihak organisasi dan individu sebagai counterpart organisasi. Peran organisasi adalah mengelola keefektifan sumberdaya manusia tergantung pada bagaimana organisasi memahami kebutuhan karir karyawan dan membantu karyawan dalam efektivitas manajemen karir. Sementara itu dari sisi karyawan efektivitas manajemen karir merupakan bagian penting dalam menghadapi turbulensi ekonomi, teknologi, dan budaya lingkungan. Perubahan yang tidak menentu, keberhasilan dan kepuasan karyawan akan diperoleh jika mereka memahami, mengetahui bagaimana mendeteksi perubahan lingkungan menciptakan peluang dan belajar dari kesalahan.
Adanya perubahan-perubahan tersebut menjadikan karir tidak terstruktur, kurang otomatis, dan lebih tidak dapat diprediksikan. Oleh karena itu fleksibilitas dan kemam-puan beradaptasi merupakan cara efektif dalam mengelola karir. Dua aspek dalam manajemen karir individual adalah perencanaan karir individu dan taktik karir individual. Berdasarkan hasil penelitian dari Orpen (1994) menunjukkan bahwa adanya joint responsibility akan mempengaruhi keberhasilan karir.
Sementara itu Schein (Fish dan Wood, 1997) menyatakan bahwa ada beberapa masalah manajemen karir, antara lain: (a) anggota organisasi tidak menyadari sepenuhnya sistem promosi pada organisasi, informasi hanya diketahui oleh sejumlah manajer senior, (b) organisasi tidak menyadari kebutuhan, tujuan, dan asprirasi karyawan, (c) adanya ketidak samaan persepsi karir antara individu dengan organisasi, dan (d) organisasi mengembangkan sistem pengembangan karir untuk melihat dampaknya. Maka, berdasarkan uraian di atas maka peran organisasi masih diperlukan oleh individu.
Hall dan Moss (Winter, 1998) menjelaskan 10 langkah yang dapat dilakukan oleh organisasi agar berhasil dalam pengembangan protean career. Adapun ke-sepuluh langkah tersebut adalah:
Mulai dengan pengakuan bahwa karir itu bersifat individual
Karyawan tidak melakukan arti penting rencana karirnya, sebaliknya dengan manajer dan eksekutif kunci. Maka melalui penialian 3600 , mentoring karyawan mulai disadarkan mengenai karirnya.
Ciptakan informasi dan mendukung usaha individu untuk mengembangkan karirnya
Meskipun organisasi tidak melakukan secara langsung untuk mengembangkan karir seseorang, namun organisasi dapat memberikan pemberdayaan sumberdaya yang cukup untuk pengembangan karir dan salah satu yang penting adalah informasi tentang lesempatan melalui organisai dan mendukung dalam mendapatkan informasi untuk melakukan tindakan pengembangan. Informasi tersebut antara lain strategi bisnis, kesempatan pekerjaan lain, posisi yang lowong, dan bentuk-bentuk program pelatihan dan pengembangan. Organisasi juga dapat memberikan kepada karyawan untuk mengakses internet, karena sekarang ini telah banyak organisasi dan universitas-universitas menginformasikan tentang karir.
Mengakui bahwa pengembangan karir adalah sebuah proses hubungan antara organisasi dan praktisi karir memainkan sebuah broker.
Menjadi broker karir berarti memfasilitasi mentoring, menciptakan berbagai macam kelompok dialog serta membagikan ide
Menyediakan ketrampilan pada informasi karir, dan teknologi penilaian, terintegrasi dengan pembimbingan dan konsultasi karir.
Menyediakan dengan baik komunikasi dengan karyawan tentang pelayanan karir dan kontrak dalam karir baru.
Yaitu dengan mempublikasikan profesional karir baik yang berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.
Mempromosikan rencana kerja, bukan perencanaan karir.
7. Mempromosikan pembelajaran melalui hubungan baik (relationships) dan kerja.
Keberhasilan organisasi adalah menjadi pembelajaran organisiasi, karyawan akan mempelajari ketrampilan dan kompetensi baru.
8. Menyediakan pekerjaan yang meningkatkan karir dan mengintervensi hubungan baik.
Manajer dan praktisi karir harus mampu untuk memperngaruhi berbagai macam pekerjaan yang mereka lakukan dan berbagai mavam orang-orang yang mereka temui.
Memberikan suasana untuk "learner identity" pekerjaan yang lebih ahli (mastery).
Organisasi perlu mempromosikan budaya yang memiliki nilai tinggi menjadi puncak standard kinerja.
Mengembangkan mind-set pengunaan "sumber daya natural untuk pengembangan".
Peran organisasi, manajer dan praktisi karir adalah membantu individu mengenali sumber-sumber dan menemukan cara-cara menggunakan sumber daya atau alat pengembangan.Elemen-elemen lingkungan kerja alam membantu pengembangan karir termasuk pekerjaan, umpan balik, pengembangan hubungan, dan pembimbingan.


V. KATEGORISASI KEBERHASILAN INDIVIDU
DALAM PROTEAN CAREER.

Allred dkk (1996) menyatakan ada lima kategori knowledge, skill, dan atribut personal yang diperlukan dalam mengelola karir abad 21, yaitu:
Pengetahuan didasarkan pada keahlian khusus, melalui kolaborasi dengan orang lain.
Dimasa mendatang karir tidak akan berkembang dalam manajemen sebuah pekerjaan yang permanen. Setiap orang akan bertanggungjawab untuk mengelola diri sendiri melalui kolaborasi dengan orang lain. Manajer di masa mendatang akan membutuhkan lebih kuat untuk lebih memahami komputer daripada manajer di masa sekarang sebab informasi akan menjadi mekanisme kunci dalam berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Dengan kata lain kualitas, kuantitas dan kemampuan mengakses informasi melaui komputer akan memiliki keunggulan dalam meraih kompetisi.
Lintas fungsional dan pengalaman internasional
Manajer di masa mendatang akan dibutuhkan untuk memiliki pengalaman intensif lintas fungsional, pemahaman dasar paradigma fungsi lainnya serta pendekatan yang multi disiplin. Selain itu multi budaya dan pengalaman internasional sangat diperlukan.
Kepemimpinan berkolaboratif.
Yaitu kemampuan individu untuk menngintegrasikan secara cepat dalam lingkungan sebuah tim, baik sebagai pemimpin atau anggota merupakan titik kritis pada keberhasilan tim.
Ketrampilan mengelola diri sendiri.
Karena dalam organisasi seluler tidak ada hirarki sehingga individu harus mampu mengelola dirinya sendiri, termasuk keinginan untuk bertindak secara etis, kemampuan mengelola dalam kesempatan-kesempatan yang pendek, merencanakan karir ke depan. Aspek hubungan dari proses manajemen diri sendiri adalah keseimbangan antara pekerjaan dengan keluarga.
Karakteristik kepribadian.
Kepribadian yang paling kritis adalah seseorang harus fleksibel, profesional, memiliki integritas dan layak dipercaya.
Sementara itu Moses (1999) memberikan 12 saran praktis untuk menghadapi perubahan yang cepat. Cara-cara untuk menghadapi perubahan paradigma ini ia berikan istilah career intelligence. Adapun ke-12 saran tersebut adalah:
Memastikan kemampuan memasarkan akan ketrampilan diri
Kemampuan memasarkan akan ketrampilan diri dapat dibuat melalui: (a) memikirkan apa yang dikerjakan adalah untuk seorang pelanggan, (b) mampu mengenali akan potensi diri baik kelemahan dan kelebihannya serta bagaimana seseorang dapat menambah nilai pada seorang pelanggan.
Berfikir global.
Globalisasi berarti sebuah ekspansi atas kesempatan pekerjaan, membuat seseorang kurang percaya pada ekonomi lokal. Dengan hidup dan bekerja secara internasional akan membantu seseorang menjadi kaya akan konsep-konsep tidak hanya dalam mekanisme bisnis tetapi juga prinsip hidup dan prinsip bekerja. Pada perusahaan internasional akan mencari seseorang yang mampu beradaptasi pada perbedaan budaya.
Kekuatan penuh komunikasi, persuasi dan tidak secara konvensional.
Moses menyatakan seseorang yang memiliki ketrampilan komunikasi secara baik akan bernilai, namun dengan kemajuan telekomunikasi, perbedaan proyek perkerjaan secara geografi, dan informasi setiap orang overload maka ketrampilan ini tidak cukup efektif dan efisien. Untuk itu harus diperlukan syarat-syarat lain, antara lain: (a) mampu menangkap secara cepat perhatian pendengarnyadan mengirimkan kembali, (b) menggunakan kata-kata untuk menggambarkan gambar, cerita menjadi informasi lebih hidup, (c) menulis dengan jelas dan lebih persuasif, (d) zero pada konsep-konsep kunci dan menterjemahkan konsep tersebut sesuai dengan kebutuhan pendengar.
Belajar terus menerus ( keep on learning ).
Secara konstan perubahan kerja dan ketrampilan berubah, maka belajar terus-menerus diperlukan. Artinya adalah: (a) perhatikan stiap periode pendidikan dengan penuh waktu, jangan berhenti serta persiapkan karir secerdas mungkin di masa mendatang, (b) ambil kursus-kursus, baca buku dan jurnal, mengembangkan dan mempraktekkan ketrampilan baru, dan (c) tinggalkan ketrampilan yang dimiliki sekarang dan terus menerus mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan diluar apa yang telah dikuasai sekarang.
Memahami kecenderungan bisnis, politik dan lingkungan sosial.
Hal ini diakibatkan perubahan yang terjadi secara cepat dan kompleks, dengan cara membaca laporan bisnis pada media cetak dan elektronik serta cari dari berbagai sumber.
Persiapkan area-area kompetensi bukan pekerjaan.
Langkah ini penting untuk memikirkan peran bukan pekerjaan karena ada kemungkinan seseorang akan memiliki satu atribut pekerjaan tetapi banyak peran seperti : sebagai pemimpin, agen perubah, pembimbing, problem solver, troubleshooter, team builder, mentor atau sebagai fasilitator dan peranan lainnya.
Lihat ke depan
Moses melihat jenis pekerjaan-pekerjaan ke depan cenderung pada bidang-bidang ilmu kedokteran, pendidikan dan edutainment.
Bangun keuangan secara independen.
Ketika keuangan seseorang meningkat, ia dapat membuat keputusan karir berdasarkan pada apa yang benar-benar penting baginya. Seorang perencana keuangan akan membantu untuk menyusun mengarahkan pada indepensi keuangan.
Berfikir pola (lattice), buka berjenjang (ladder).
Downsizing perusahaan dan hirarki yang semakin flat akan memotong setengah cincin sehingga jenjang karir di masa kini lebih seperti sebuah pola. Dalam jenjang karir yang terpola apapun berhubungan. Karir seseorang mungkin bergerak ke samping sebelum bergerak ke atas. Oleh karena itu seseorang harus mengukur perkembangannya dengan berbagai cara. Setiap pekerjaan baru akan memberikan kontribusi pada portofolio ketrampilan seseorang meningkat semakin luas dan dalam.
Menjadi seorang generalis secara khusus.
Seseorang harus memiliki ketrampilan khusus secara kuat yang membuat keunikan dan mengambil posisi untuk menambah nilai pada pelanggan. Seseorang juga membutuhkan untuk dapat mengorganisasikan pekerjaan, mengelola waktu, mengelola anggaran serta menjual proyek.
Menjadi seorang manajer waktu yang ruthless.
Mengevaluasi komitmen setiap waktu. Jika seseorang bekerja eksesis lama maka orang tersebut mungkin kehilangan produktivitas. Oleh karena itu persiapkan prioritas termasuk prioritas personal dengan menggunakan akhir minggu untuk menyegarkan diri (misal: memutuskan hubungan telpon) dan pergi ke beberapa tempat yang tidak dapat dihubungi.
Menjadi baik untuk diri sendiri
Untuk menjadi baik seseorang dapat mengubah pikiran akan keberhasilan. Persiapkan harapan secara realistis dari apa yang dapat dilakukan. Mempelajari untuh hidup lebih baik dengan hidup dangan kekuangan daripada hidup perfect.

VI. SIMPULAN

Perubahan yang terjadi dunia akhir abad 20 dan awal abad 21 telah mengakibatkan perubahan akan konsep-konsep lama tentang karir. Konsep lama tentang karir nampaknya tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu perlu disadari bagi seorang pekerja untuk mengikuti paradigmanya tentang karir. Perubahan dunia yang serba cepat dan tidak menentu itu dapat diantisipasi dengan memperhatikan pendapat Allred dkk, yaitu (a) bahwasanya seorang karyawan dimasa dituntut untuk memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus seperti kemampuan menggunakan komputer, (b) memiliki pengalaman lintas fungsional, (c) kemampuan beradaptasi, (d) kemampuan mengelola diri sendiri, dan (e) berkepribadian. Selain itu 12 kiat-kiat dari Moses merupakan cara untuk memenangkan kompetisi dalam hal pengembangan karir di masa kini.



REFERENSI



Allred , Bren B., Snow, Charles C ., and Miles, Raymond E ,. 1996. Academy of Management
Executive, (10), 4 p. 17-27
Anakwe, Uzoamaka P., Hall, James C, and Schor, Susan M., 2000. Knowledge-related skill and effective career management.International Journal of Manpower.21). 7 p.566-579
Collin, Audrey.1998.New Challenge in the study of career.Personnel Review.(27).5 p.412 - 425
Fish , Alan and Wood , Jack. 1997. Realigning International Careers – a More Strategic Focus
Career Development International. (2).2
Greenhaus, Jeffrey H., Callanan Gerad A., and Godshalk, Veronica M. 2000. Career Management
Third Edition. The Dryden Press. Harcourt College Publishers.
Hall, Douglas T., 1996. Protean Careers of the 21st Century, Academy of Management Executive
, (10), 4 p. 8-16
Hall, Douglas T and Moss, Jonathan E,. 1998.The New Protean Career Contract:Helping Organiza
tions and Employess Adapt. Organizational Dynamics p. 22-37
Moses, Barbara. 1999. Career Intelligence : The 12 New Rules for Succes . The Futurist.August -
September. p. 28-35
Nicholson, Nigel.,1996. Career Systems in Crisis: Change and Opportunity in the Information Age
Academy of Management Executive. (10). 4 p. 40-50
Orpen , Christopher. 1994 . The Effect of Organizational and Individual Career Management on
Career Succes. International Journal of Manpower. (15). 1 p. 27-37

Senin, 21 April 2008

Strategi Pengadaan Bahan Baku, Efisiensi Rantai Pemasaran Ubi Kayu, dan Pemberdayaan Petani Dengan Implementasi Model KemitraanCoopertive Farming Di P

Oleh : M. Soleh

1. Abstraksi

Ketersediaan ubi kayu yang berkesinambungan sebagai bahan baku pembuatan ethanol di PT. Medco Ethanol Lampung (PT.MEL) sangat penting dan vital, berbagai strategi pengadaan bahan baku telah dan akan diterapkan untuk itu, salah satunya adalah menjalin kemitraan dengan petani sebagai produsen ubi kayu. Sistem kemitraan yang diterapkan adalah model kemitraan cooperative farming dengan memberdayakan petani melalui kelompok dengan melakukan rekayasa sosial, ekonomi, teknologi dan nilai tambah. Sistem kemitraan dengan model cooprative farming yang diterapkan oleh PT. MEL diintroduksikan dengan konsep bottom-up policy sehingga mencerminkan partisipasi aktif petani anggotanya.
Model kemitraan cooperative farming secara langsung telah memberdayakan lembaga tani yang ada, melalui penyuluhan tentang pentingnya kemitraan, kesepakatan, dan kebersamaan. Petani akan secara aktif terlibat disetiap kegiatan dan mempunyai sense of belonging yang tinggi akan keberhasilan usaha tani kelompoknya.
Implementasi model kemitraan ini akan sangat menguntungkan perusahaan baik dari aspek ketersediaan bahan baku maupun keberlangsungan perusahaan, diataranya; 1). Kepastian atau terjadwalnya pasokan bahan baku per hari 2). Kejelasan kualitas bahan baku yang didapat 3). Rasa memiliki yang tinggi masyarakat sekitar terhadap perusahaan 4). Merupakan social invesment yang sangat menguntungkan terhadap keberlangsungan perusahaan. Model kemitraan ini juga dapat memontong rantai distribusi pemasaran ubi kayu yang tidak efisien selama ini, yang lebih menguntungkan pada pihak pedagang perantara, karena model kemitraan ini perusahaan langsung berhubungan dengan petani sebagai produsen ubi kayu.

2. Pendahuluan

3.1 Latar Belakang

Permasalahan klasik dan internal yang dihadapi petani pada umumnya dari tahun ke tahun adalah lemah dalam pemenuhan faktor-faktor produksi, sehingga tingkat penggunaan saprodi yang rendah, inefisiensi usaha karena umumnya tingkat penguasaan lahan yang relatif sempit dengan tingginya biaya input dan minimnya aplikasi teknologi yang dapat meningkatkan produktifitas, serta permasalahan pasca produksi yaitu rendahnya nilai tukar hasil produksi pertanian karena rendahnya posisi tawar petani. Petani ubi kayu pada umumnya dalam praktiknya masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan keluarga (subsisten), dan belum berorientasi bisnis, sehingga ubi kayu yang dihasilkan kuantitas dan kualitasnya masih rendah. Dalam struktur ekonomi, petani produsen dengan jumlah mayoritas memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan dengan aktor lain, seperti pedagang, agen, dan penikmat rente lainya. Posisi tawar yang rendah dari petani tersebut tidak akan memberikan peluang bagi petani untuk memperbaiki taraf hidup dan pendapatannya. Kedudukan pedagang,agen atau aktor rente lain sebagai perantara dari petani produsen sampai ke konsumen akhir tersebut menjadikan rantai pemasaran ubi kayu menjadi panjang sehingga sangat tidak efisien dan sangat merugikan petani karena margin yang cukup besar, yang seharusnya menjadi pendapatan petani. Salah satu solusi yang paling mungkin adalah dengan membangun model kemitraan petani produsen dengan pelaku industri pengolahan ubi kayu sebagai konsumen akhir. PT. MEL adalah salah satu industri berbahan baku ubi kayu di Lampung Utara, yang membutuhkan kurang lebih 1.200 ton ubi kayu per hari. Dalam menjamin kepastian pasokan dan kualitas bahan baku, salah satu setrategi pengadaan bahan bakunya adalah menjalin kemitraan dengan petani sebagai produsen ubi kayu.
Model kemitraan yang diterapkan adalah model kemitraan cooperative farming yaitu model kemitraan agribisnis berkelompok dengan kelompok tani sebagai pelaku utama kegiatan agribisnis. Kasijadi (2003) Model kemitraan ini memberdayakan petani melalui kelompok dengan melakukan rekayasa sosial, ekonomi, teknologi dan nilai tambah. Rekayasa sosial dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan tani, penyuluhan, dan pengembangan sumber daya manusia. Rekayasa ekonomi dilakukan dengan akses permodalan untuk pengadaan sapodi dan akses pasar. Rekayasa teknologi dapat dilakukan dengan kesepakatan anjuran dengan kebiasaan petani. Sedangkan rekayasa nilai tambah adalah dengan mengembangkan usaha off farm yang terkoordinasi.
Penerapan model kemitraan ini akan mampu menjawab berbagai permasalahan umum yang dihadapi petani saat ini seperti ketiadaan permodalan bukan lagi menjadi permasalahan dengan pinjaman modal dari PT.MEL, inefisienasi pemasaran akan dapat terselesaikan dengan kelompok tani yang langsung bermitra dengan PT. MEL , dan perusahaan juga akan mendapat kepastian bahan baku dengan kualitas yang seragam.

3.2 Metode Penulisan

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis melakukan pengkajian langsung terhadap pelaksanaan model kemitraan cooperative farming yang sudah diterpakan oleh PT.MEL dan dengan studi literatur yang berasal dari barbagi sumber.

3. Model Kemitraan Cooperative Farming di PT. Medco Ethanol Lampung

4.1 Gambaran Umum Model Kemitraan Cooperative Farming.

Nuryati (2000) Cooperative farming dalam praktiknya akan melibatkan banyak stakeholder dalam wadah kemitraan. Stakeholder yang dilibatkan dalam cooperative farming adalah petani, PT.MEL, pemerintah, dan perbankkan. Petani berperan sebagai anggota sekaligus pengelola, PT. MEL sebagai mitra petani dan penjamin pasar hasil panen petani, pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, dan perbankkan sebagai penyedia permodalan.

Kasijadi (2003), Model kemitraan cooperative farming menjadi pilihan karena mempunyai spesifikasi yang cocok untuk diterapkan pada area kemitraan yang mempunyai keragaman karakteristik lahan dan sosiokultur antar wilayah yang memerlukan pengelolaan secara desentralistik dan bottom-up. Model kemitraan ini tidak ada penguasaan lahan oleh perusahaan dan otorisasi manajemen usaha tani secara mutlak. Model kemitraan cooperative farming diintroduksikan dengan kosep bottom-up policy, sehingga mencerminkan partisipasi aktif petani anggotanya.
Kolaborasi antar stakeholder dalam pengembangan kemitraan model ini merupakan suatu proses integrasi aspek ekonomi, ekologi, dan sosial budaya masyakat. Kolaborasi tersebut telah membangun sosial capital dalam satu lingkaran sinergi antara steakholder cooperative farming dalam mencapai tujuan kemitraan. Model kemitraan ini dalam implementasinya dapat secara efektif memberdayakan petani melalui kelompok tani. Kendala permodalan bukan lagi menjadi permasalahan, pencapaian target efisiensi usahatani dapat dilakukan dengan keterpaduan kegitan penyediaan saprodi, dan pemasaran yang terorganisir. Hak pribadi masing-masing petani atas kepemilikan lahannya tidak akan terusik karena tidak ada konsolidasi atas lahan. Nuryati (2000), Model kemitraan cooperative farming secara langsung memberdayakan lembaga tani, ialah kelompok tani, mengembangkan kualitas SDM melalui penyuluhan tentang pentingnya kemitraan, kesepakatan dan kebersamaan. Petani akan aktif terlibat dan mempunyai empati dan sense of belonging yang tinggi akan keberhasilan kemitraan dengan PT.MEL karena organisasi tersebut berasal dan beranggotakan petani sendiri, dikelola oleh mereka sendiri, dan keberhasilanya akan dinikmati mereka sendiri.
Model kemitraan cooperative farming dalam implementasinya PT. MEL menerapkan tahapan-hahapan sebagai berikut: 1) sosialisasi model kemitraan yang ditapkan kapada petani/kelompok tani di wilayah kemitraan. 2) verifikasi dan identifikasi potensi wilayah berdasarkan kesesuaian lahan, dan sosiokultur masyarakat tani. 3)penanandatanganan kesepakatan kerjasama kemitraan. 4) penentuan paket teknologi dan manajemen kelompok tani spesifik lokasi. 5) konsolidasi pengadaan saprodi 6) kosnsolidasi/koordinasi pelaksanaan usaha on farm. 7) konsolidasi kegiatan panen dan pascapanen. Setiap tahapan adalah faktor kritis dan menentukan keberhasilan kegiatan model kemitraan cooperative farming.
Angka pencapaian implementasi model kemitraan coopertive farming di PT. MEL per tanggal 29 Desember 2007 tergambar pada kurva berikut:

Gambar 2. Kurva pencapaian luasan implementasi model kemitraan cooperative farming
Sumber : Laporan mingguan Departemen Feedstock PT.MEL tanggal 29 Desember 2008

4.2 Cooperative Farming Dalam Mendukung Pencapaian Visi Medco Energi.

Harga bahan baker minyak (BBM) di pasar dunia terus naik dan akhir-akhir ini kenaikannya cukup signifikan, hal tersebut berimplikasi pada pengurangan lebih banyak devisa karena sebagian besar kebutuhan BBM nasional dipenuhi dari impor. Sehingga Indonesia kini digolongkan sebagai negara “net importer” untuk BBM. Untuk menekan laju import BBM, pemerintah mencanangkan program pemanfaatan sumber energi alternative. Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan permasalahan di atas antara lain tertuang dalam Peraturan Presiden No.5 tehun 2006 tentang konsumsi energi biofuel lebih dari 5% pada tahun 2025, dan Instruksi Presiden No. 1 tahun 2006 kepada Menteri Pertanian tentang percepatan penyediaan bahan baku biofuel.
Menindaklajuti program permerinatah melelui kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut, diperlukan kesiapan teknologi dan penguasaan sistem produksi dalam pola industri, terutama untuk menjamin kontinuitas ketersediaan bahan baku dan keseragaman kualitas. PT.MEL sebagai bagian dari Medco Energi yang mempunyai visi ”Perusahaan Energi Pilihan” hadir untuk merealisasikan kebijakan pemerintah dengan visi perusahaan. Penyediaan bahan baku yang berkesinambungan dan dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dan vital dalam mendukung visi Medco Energi.
Model kemitraan cooperative farming yang diterapakan PT. MEL merupakan wujud dari salah satu strategi dan aksi penyediaan bahan baku yang berkesinambungan dan dengan kualitas yang seragam. Hal tersebut sangat mungkin didapatkan karena penerapan paket teknologi yang direkomendasikan PT.MEL, Ketentuan umur panen pada kemitraan yang merujuk kepada kualitas ubi kayu untuk bahan baku ethanol, anjuran vareitas/klon yang spesifikasi kualitasnya baik untuk bahan baku, dan paket pinjaman saprodi yang mendukung peningkatan kualitas ubi kayu. Implementasi model kemitraan ini juga akan sangat menguntungkan perusahaan baik dari aspek ketersediaan bahan baku maupun keberlangsungan usaha PT.MEL. Adapun dampak positif penerapan model kemitraan ini adalah:

4.2.1 Penyedia bahan baku yang kontinyu dengan kualitas seragam
Pola tanam petani yang relatif menyebar sepanjang bulan akan menjadi potensi penyedia bahan baku yang kontinyu tanpa ada bulan kosong pasokan, walaupun kuantitasnya jelas akan fluktutif tergantung penyebaran luas tanam dalam setiap bulannya. Penyebaran pola tanam petani memang masih sangat tergantung musim, tetapi dalam setiap bulannya penanaman tetap ada, karena mulai timbulnya kesadaran petani tentang pentingnya posisi tawar petani, jika supplai ubi kayu menumpuk pada bulan-bulan tertantu maka tekanan harga dan potongan sangatlah tidak memihak kepada petani, kecenderungan tersebut yang terjadi disetiap tahunnya menyebabkan timbulnya kasadaran petani tentang pentingnya menyebarkan pola tanam disenjang tahun.


4.2.2 Efisiensi rantai pemasaran ubi kayu
Jalur distribusi ubi kayu akan menjadi lebih efisien. Pedagang,Agen, dan pelaku rente lainya sebagai penyebab inefisiensi ratai pemasaran tidak akan menjadi aktor pada model kemitraan ini. Ini tentu akan memberi kesempatan petani untuk meningkatkan pendapatannya karena tidak akan mendapat tekanan harga dari para pedagang,agen, atau rente lain, sehingga posisi tawar petani menjadi tinggi.

4.2.3 Pemberdayaan petani
` Nuryati (2000),Pemberdayaan adalah terjemahan dari kata empowerment, yang berasal dari kata empower yang mengandung dua pengertian 1 : 1) to give power to (memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas pada pihak lain); dan 2) to give ability; eneble (usaha untuk memberi kemampuan), makna pemberdayaan merupakan sebuah konsep model pembangunan dan model industri yang kurang memihak pada rakyat mayoritas . Pemberdayaan dengan model kemitraan ini adalah merupakan tindakan kolektif untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat tani, peningkatan keahlian amggotanya, dan memberi dukungan timbal balik yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan sosial. Banyak program kemitraan yang bertujuan pemberdayaan petani tapi kurang berhasil karena hanya fokus pada kultur teknis dan paket teknologi yang sama tanpa memperhatikan spesifik wilayah.
Model kemitraan ini patani dituntut partisipatif dalam penentuan paket teknologi dan perencanaan usaha on farm dan off farm atau kegiatan komunitas itu dan mempunyai perasaan barmasyarakat . Petani pemilik lahan akan mengelola usaha tani setiap lahannya.

4.2.4 Investasi Sosial
Rekayasa sosial yang diimplementasikan pada model kemitraan ini diharapkan akan memberikan dampak yang positif pada masyarakat tani dengan indikator pencapaian yaitu terciptanya kelembagaan tani yang kuat dan tangguh, peningkatan kualitas sumber daya manusia (petani), dan empati dan sense of belonging yang tinggi terhadap usaha kelompok dan terhadap PT.MEL. Korelasi positif yuang diharapkan perusahaan berupa keberlangsungan perusahaan ,tercipatanya rasa aman, dan keamanan investasi dalam mewujudkan visi Medco Energi sebagai ”Perusahaan Energi Pilihan” akan terwujud.

4. Implementasi Cooperative Farming

5.1 Cooperative Farming Di Perusahaan Lain Medco Energi.

Medco Energi yang sesuai dengan visinya merupakan perusahaan yang konsentrasi usahanya pada sektor energi. Sepanjang pengetahuan penulis baru PT.MEL yang berbahan baku hasil pertanian, selebihnya adalah eksplorasi bahan tambang. Dari basis bahan baku yang berbeda tersebut apakah model kemitraan cooperative farming dapat ditepakan. Untuk pengembangan bisnis energi berbasis pertanian kedepannya tentu model kemitraan cooperative farming jelas aplikatif. Untuk bisnis energi yang berbasis eksplorasi perut bumi, model kemitraan ini lebih cocok ditepakan pada kegiatan perusahaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat atau comunity development yang merupakan wujud perhatian perusahaan terhadap lingkungan sekitar perusahaan, yang tertu disesuaikan dengan sumberdaya dan potensi spesifik wilayah. Kegiatan tesebut lebih bersifat corporate social resposibility yang tidak mengdepankan profit tapi lebih ke social investment
Model kemitraan cooperatif farming dapat diadaptasi dalam bentuk kerja sosial perusahaan yang tentu mengharapkan keuntungan sosial pula, karena kerja sosial tersebut akan mendukung eksistensi perusahaan dalam menjalankan usahanya di wilayah tertentu dan memberikan keuntungan sosial ekonomi kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi perusahaan.

5.2 Dampak Implementasikan Di Perusahaan Lain Medco Energi.

Dari uraian kemungkinan implementasi atau adaptasi model kemitraan cooperative farming di bagian lain Medco Energi di atas tentu akan memberikan dampak, baik postif maupun negatif. Dampak negatif relatif kecil dan dapat diabaikan, biasanya hanya pada maslah teknis implementasi karena merupakan sesuatu yang baru. Dampak postitif dari implentasi atau adaptasi model kemitraan cooperatif farming adalah: 1) konsep pemberdayaan masyarakat yang merupakan ruh model kemitraan tersebut akan merupakan investasi sosial bagi perusahaan 2) manfaat keberadaan perusahaan dapat dinikmati masyarakat sekitar, baik dari sisi ekonomi, sosial, dan teknologi 3) menumbuhakan kecintaan dan sense of belonging masyarakat terhadap perusahaan 4) dapat dijadikan kompensasi dampak negatif oparasional perusahaan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.

5. Cooperatif Farming Dan kesinambungan Bisnis Medco Energi.

6.1 Cooperatif Farming Dalam Mendukung Kesinambungan Bisnis Medco Energi.

PT. MEL sebagai representasi Medco Energi dalam industri energi tentu sangat menghendaki kesinambungan bisnisnya. Implementasi model kemitraan cooperative farming yang dipraktikan PT.MEL seperti diuraikan di atas mempunyai fungsi ganda, yaitu penyedia bahan baku pabrik dengan kualitas merata dari rekayasa teknologi dan ekonomi yang dilakukan dan sosial invesment dari rekayasa sosial dan rekayasa nilai tambah. Kedua fungsi utama tersebut tentu akan menjadi faktor pendukung kesinambungan bisnis tersebut, karena kepastian dan kontinuitas pasokan bahan baku merupakan daya dukung utama kesinambungan bisnis PT.MEL, disamping esensi model kemitraan ini yang sarat terhadap pemberdayaan petani/masyarakat akan memberikan social effect yang positif terhadap perusahaan diataranya; 1)keamanan inverstasi sebagai efek rekayasa soasial yang dapat menumbuhkan kecintaan dan rasa meiliki terhadap perusahaan 2)rekayasa nilai tambah dan efisiensi rantai pemasaran yang dapat meningkatkan taraf hidup petani tentu akan mempunyai dampak berupa dukungan petani/masyarkat terhadap operasional perusahaan 3) meningkatnya pengetahuan terhadap pentingnya investasi dan kemitraan dari penyuluhan rutin yang dilakukan. Dari uraian di atas jelas model kemitraan ini akan mendukung kesinambungan bisnis Medco Energi dalam industri energi.

6.2 Hambatan Dan Tantangan Implementasi Cooperatif Farming Di PT. MEL.

Dari pengalaman realita di lapangan saat sosialisasi model kemitraan dan saat implentasi model kemitraan ini, dapat diidentifikasikan beberapa faktor penghambat dan tantangan sebagai berikut: 1) masih banyaknya petani yang terikat oleh sistem keagenan atau rente 2) petani merasa lebih mudah bermitra dengan agen atau rente daripada perusahaan karena persyaratan administratif dan keengganan dengan model koletif 3)para agen yang berusaha mempertahankan sistem mereka dengan cara bermitra dengan PT.MEL tetapi masih menjalankan praktik keagenan atau rente, sehingga timbul kerancuan sistem 4)kualitas sumberdaya pengurus koptan yang masih relatif rendah dan tidak merata 5) kompetitor yang menjalankan kemitraan lebih populer walaupun memberdayai petani 6)anggapan umum petani bahwa kemitraan hanya hubungan pinjam meminjam, karena masih kentalnya model kemitraan lama yang berpraktik demikian 7)kesadaran berkelompok, parstisipasi, manfaat kebersamaan yang masih rendah dan masih lemahnya struktur organisasi.

6. Penutup.

Implentasi model kemitraan cooperative farming di PT. MEL merpakan upaya efisiensi rantai pemasaran ubi kayu, kepastian pasokan ubi kayu, dan pemberdayaan masyarakat. Model kemitraan ini akan mendukung kesinambungan bisnis Medco Energi dalam industri energi dengan rekayasa ekonomi, sosial, tenologi dan nilai tambah. Model kemitraan ini juga aplikatif, dapat diterapkan di bagian lain Medco Energi sebagai alat pemberdayaan masyarkat atau organisasi sebagai Corporate Sosial Responsibility dan invertasi sosial yang dapat bermanfat bagi perusahaan jangka panjang.

7. Daftar Pustaka

Kasijadi,F, Suryadi,A , Suwono “Pemebrdayaan Petani Lahan Sawah Melalui Pengembangan Kelompok Tani Dalam Perspektif Corporate Farming Di Jawa Timur” Jurnal Pengkajian Dan Penerapan teknologi Pertanian, BPTP Jawa Timur, Malang Juli 2003.

Nuryanti,Sri “Pemberdayaan Petani Dengan Model Kemitraan Cooperaive Farming”., Makalah Seminar Adakah Landasan Teoritis dan Bukti Empiris Konsep CF, Pusat Studi Pembangunan, Lembaga Penelitian IPB, 10 Agustus 2000

Sibarani, Franky M.A “Program Kemitraan Berbasis Palawija: Pengalaman Garuda Food” Makalah Seminar Pengembangan Agribisnis Berbasis Palawija Di Indonesia Peran Dalam Peningkatan Ketahanan Pangan Dan Pengentasan Kemiskinan, Economic And Social Commision For Asia And The Pacific, Bogor 13 Juli 2006.

Sakino “Usaha Tani Ubi Kayu Dan Jagung: Pengalaman Pengalaman Petani Lampung” Makalah Seminar Pengembangan Agribisnis Berbasis Palawija Di Indonesia Peran Dalam Peningkatan Ketahanan Pangan Dan Pengentasan Kemiskinan, Economic And Social Commision For Asia And The Pacific, Bogor 13 Juli 2006.

Simatupang “Program Coprorate Farming, Kelemahan Konseptual Dan Bahayanya”., Makalah Seminar Adakah Landasan Teoritis dan Bukti Empiris Konsep CF, Pusat Studi Pembangunan, Lembaga Penelitian IPB, 10 Agustus 2000






Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...