Kamis, 21 April 2011

Bersama yang Tersalib dan yang Terguncang

Oleh: Martin Lukito Sinaga

Guncangan dahsyat akibat gempa di Jepang, Maret lalu, bersama tsunami yang mengikutinya masih membekas.

Malah, dengan kebocoran reaktor nuklir di Fukushima, bencana itu sungguh tertoreh dalam kehidupan dan ingatan rakyat Jepang. Riaknya pun tersebar luas dan beragam. Di Jerman, reaktor-reaktor nuklir akan ditutup dan pendulum politik bergerak mendukung Partai Hijau.

Ada yang mencatat, bagaimanapun rakyat Jepang melihat guncangan itu sebagai a calm chaos sehingga warga dari kota-kota yang luluh lantak itu bisa perlahan merajut kembali kebersamaan hidup. Kita pun mendengar gema ganbare ’bertahanlah’ bergetar di banyak tempat. Seorang pendeta dari Chubu mengirim berita dengan kutipan kitab Ayub ini, ”Bagi pohon masih ada harapan: apabila ditebang, ia bertunas kembali, dan tunasnya tidak berhenti tumbuh.”

Guncangan lain, tetapi bercorak politik, terjadi di Timur Tengah. Revolusi di situ, antara lain, bermula dari Mohamed Bouazizi, pedagang sayur keliling di kota Sidi Bouzid, Tunisia. Ketika kereta dagangannya disita, ia memprotes, tetapi malah menerima penghinaan karenanya. Sekuat tenaga ia melawan kesewenang-wenangan itu. Awal 2011 ini kita tahu kekuasaan otokrat yang korup di Tunisia berlalu dan itu terjadi karena hampir semua warga Tunisia solider dengan nasib Bouazizi.

Wael Ghonim dari Mesir, juga dalam solidaritasnya, menyebarkan berita penyiksaan atas Khaled Said ke seluruh jaringan digitalnya. Dan memang 50.000 orang berkumpul di Alun-alun Tahrir dan meneriakkan kefaya ’cukup’ kepada rezim Hosni Mubarak. Solidaritas di antara mereka yang terguncang itu sungguh berakibat nyata: orang-orang berdiri tegak dan demi martabatnya menetapkan bahwa perbaikan hidup harus terjadi.

”Solidarity of the shaken”

Bagi kita di sini, cukup jelaslah pesan mereka yang terguncang di Jepang dan Arab itu. Tiada tempat di Bumi yang akan sungguh aman dari guncangan. Yang paling penting ialah bagaimana agar seruan ganbare bisa terjalin pada sebanyak mungkin orang. Tiada pula kekuasaan yang bisa menutup mulut orang-orang yang berteriak kefaya. Sistem korup yang serba loba tak akan pernah langgeng di mana pun.

Kini kita pun tahu bahwa suara-suara mereka yang terguncang itu, tetapi bangkit dan menjalin solidaritas satu dengan yang lain, mengungkapkan ihwal yang paling sejati dan benar tentang hidup sehari-hari manusia.

Jan Patocka, pemikir Ceko dan aktivis Velvet Revolution di Praha, mencatat bahwa yang kita te- rima dari mereka yang terguncang dalam hidupnya itu ialah bagaimana mereka beralih ke sikap pascatrauma dan keterbukaan berpikir. Mendengar dan memasuki pengalaman solidaritas di antara mereka seperti melewati pengalaman pahit yang mendalam, tetapi tak undur ke dalam amnesia: justru melangkah dan menata ulang arah hidup.

Patocka melihat, akibat guncangan itu, lahir sikap dan disip- lin baru: hidup tak dilihat sebagai lamunan, tetapi medan tempat sekat-sekat penindasan perlu dibongkar. Bagi Patocka, guru bagi Presiden Vaclac Havel itu, sikap baru ini terutama karena momen guncangan juga menyiapkan momen gerakan spiritual karena kebenaran yang bikin

mereka sintas dan melangkah tersibak. Dan kebenaran itu ialah bahwa a higher authority does exist.

Tentu kita tahu, tak semua da- ri yang terguncang dan bangkit itu akan mengaitkan otoritas lebih besar tadi sebagai Tuhan. Na- mun, kita yang percaya segera di- ingatkan bahwa penuturan kita tentang Tuhan tak boleh lepas dari kisah mereka itu. Kita jadi sadar: kisah-kisah iman bukan isapan jempol dari seberang sana, melainkan kisah dan kebenaran yang datang melintas dalam hidup mereka yang terguncang dan bangkit itu. Bagi kita, kisah itu adalah kisah suci agama.

Hati yang berkobar-kobar

Kisah penyaliban dan kebangkitan Yesus adalah cerita yang ki- ta dapat dari muridnya dulu yang juga terguncang. Yesus mati di kayu salib dalam jeritan sungguh mengguncang, ”Allahku, Allahku, mengapa Kau meninggalkanku?” Muridnya hampir alpa dan undur dalam hidup yang kalah, hampir hanya bisa memaklumi diri terus-menerus saja.

Namun, ada momen beralih dalam hidup para murid ini. Saat mereka bercerita satu dengan la- innya tentang apa yang terjadi, muncul momen terjaga, the miracle of appearing. Dalam Alkitab hal ini dibahasakan sebagai penampakan Yesus yang bangkit. Maka, guncangan di kayu salib itu berlanjut menjadi perjalanan ke Emaus (Lukas 24:13-35). Di situ mereka akhirnya saling menjamu dan memecah roti bersama. Kini ada yang ajek dan baru dalam si- kap hidup mereka: roti yang diba- gi-bagikan itu penuh berkat dan hati berkobar-kobar karenanya.

Dalam kisah mereka yang terguncang di Jepang dan Timur Tengah itu, tersibaklah ihwal sejati hidup manusia. Ternyata mereka menunjukkan kepada kita dengan lebih kuat bagaimana kebangkitan itu dapat berlangsung dalam hidup ini. Kita juga diingatkan bahwa sukacita iman yang bernama Jumat Agung dan Paskah, ketika kegelapan dilewati menuju kebangkitan, adalah bagian yang begitu dekat dengan mereka yang kini melanjutkan hidup dan karya di sana.

Perayaan mendasar Kristiani yang mulai dengan Penyaliban dan Kebangkitan dengan demikian adalah bagian dari cerita semua manusia: cerita

bahwa guncangan bukan akhir segala-galanya karena kebangkitan akan datang menjelang.

Martin Lukito Sinaga Pendeta GKPS; Kini Bekerja pada Federasi Gereja Lutheran Sedunia di Geneva, Swiss

Sumber:http://cetak.kompas.com/read/2011/04/21/04131194/bersama.yang.tersalib.dan.yang.terguncang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...