Kamis, 10 September 2009

Luwak, Penghasil Kopi Super

DULU hewan ini diburu karena suka memangsa ayam atau karena dagingnya diperlukan untuk obat asma. Sekarang, musang atau luwak ini diburu untuk dipelihara sebagai penghasil kopi berkualitas super yang dikenal sebagai kopi luwak.

Beberapa tahun terakhir ini, kopi luwak Indonesia telah menjadi bahan pembicaraan di beberapa kafe di dunia, terutama di London dan negara-negara lain seperti Hong Kong dan Singapura. Bahkan, di Amerika Serikat, ada kafe atau kedai yang menjual kopi luwak (Civet coffee) dengan harga mahal.

Kopi luwak adalah kopi biasa yang telah dimakan dan difermentasi dalam perut luwak. Biji kopi yang dimakan mengalami proses fermentasi selama lebih kurang 12 jam dalam perut luwak yang mengandung berbagai macam enzim. Biji tersebut kemudian keluar bersama kotoran.

Biji kopi seperti ini, dulu biasa diburu para petani kopi karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah melalui fermentasi secara alami. Dan, menurut para penggemar dan penikmat kopi, rasa kopi luwak ini memang benar-benar berbeda dan sangat spesial.

Kalau dulu kopi luwak diburu dengan mencarinya di kebun-kebun, kini kopi luwak banyak diperoleh dari produksi sendiri. Di Lampung Barat, khususnya di Kecamatan Belalau dan Balik Bukit, usaha kopi luwak mulai dikelola sejak beberapa tahun terakhir dan terus berkembang. Hasilnya dipasarkan di lokal sampai mancanegara.

Kendalanya cuma karena makin sulit menangkap luwak. Sebab, selain habitatnya sudah semakin langka, juga karena musang hidup diburu dengan dalih dagingnya bisa menjadi obat khususnya penyakit asma. Karena langka, pengusaha berani membeli kepada petani dengan harga Rp300 ribu--Rp500 ribu/ekor.

Luwak terdapat di Asia Tenggara, tetapi yang diyakini menghasilkan kopi dengan aroma terbaik adalah luwak asal Indonesia (Paradoxurus hermaphrodirus). Habitat spesies ini di Pulau Sumatera dan Jawa.

Secara tradisional, petani memungut kotoran luwak di sepanjang Bukit Barisan dari Padang (Sumbar) sampai Lampung, dan dari pegunungan Gayo Aceh sampai Bukit Tinggi, serta di lereng Gudung Ijen di Jawa Timur.

Kotoran yang berupa gumpalan biji-biji kopi dibersihkan dengan cara dicuci hingga tersisa biji kopi yang masih utuh. Kemudian dijemur sehingga menjadi biji kopi Luwak.

Luwak adalah binatang yang suka tinggal di tempat bersih. Bahkan, ketika membuang kotoran pun, luwak memilih tempat yang bersih, misalnya di tanah yang kering, di atas bebatuan, dan di atas batang pohon yang tumbang.

Selain buah-buahan seperti kopi, pepaya, dan jambu, luwak juga pemakan daging dan cenderung berperilaku kanibal bila dikumpulkan dengan luwak yang lebih kecil. Karena itu, kandangnya dibuat satu per satu.

Rumit

Kardi, salah seorang pengusaha kopi luwak di Kelurahan Way Mengaku, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat, mengatakan perawatan luwak cukup rumit. Pasalnya, selain terbiasa memakan daging, luwak juga mengonsumsi buah.

"Jadi, kita harus memperhatikan jadwal dan jenis makanan musang setiap saat. Seperti, saat pagi selain rutin diberi makanan buah-buahan, mereka juga harus diberi vitamin dan suplemen ini agar tetap terjaga kesehatannya," kata dia.

Luwak biasanya tidur di saat siang dan sebaliknya pada malam hari bangun untuk memakan kopi yang telah disediakan. Binatang ini biasanya tidak suka jika makanannya ditumpuk sekaligus. "Jadi, kita harus rutin memberikan makanan secara bertahap selama dua jam sekali sampai dengan menjelang pagi."

Dalam satu malam, seekor musang disediakan 7 kg kopi segar yang baru dipetik. Dari 7 kg kopi tersebut, biasanya hanya sekitar 3 kg yang dimakan musang. "Musang hanya memakan makanan yang benar-benar bagus dan bermutu," ujar Kardi.

Untuk memenuhi kebutuhan kopi makanan musang, Kardi mengontrak beberapa bidang kebun kopi petani. Musang hanya memakan buah kopi yang sudah merah sehingga mereka pun hanya memetik buah kopi yang sudah merah.

Untuk memenuhi kebutuhan kopi yang akan menjadi makanan luwak dalam satu tahun, hanya buah merah yang dipetik dan disesuaikan dengan kebutuhan per hari.

"Kalau cuma yang merah yang diambil, kebutuhan makanan luwak dalam satu tahun bisa tercukupi karena dalam satu pohon kopi yang masak atau merah secara bertahap," kata dia. Selain itu juga, dibantu kopi yang berbuah selang, biasanya di antara dua musim raya.

Dari 30 ekor luwak, biasanya bisa dihasilkan 275 kg/bulan biji kopi luwak dengan harga Rp200 ribu--Rp500 ribu/kg. "Saat ini tidak ada masalah dengan penjualan kopi luwak. Selain sudah ada pasar tetap, peminat baik lokal atau pun luar juga banyak," kata dia.

Pembinaan

Untuk memaksimalkan produksi dan usaha kopi luwak masyarakat, 80% petani di Lampung Barat adalah petani kopi, Dinas Koperindag dan Pasar setempat melakukan pembinaan-pembinaan.

Sekretaris Dinas Koprindag dan Pasar, Wasisno Sembiring, mengatakan pembinaan di antaranya dalam bentuk pemberian masukan dan pengetahuan kepada pengusaha bagaimana teknik pengelolaan yang baik.

Kendala saat ini, luwak semakin sulit didapat. Karena itu, Dinas Koperindag dan Pasar akan bekerja sama dengan dinas instansi terkait untuk mengembangbiakkan luwak.

Pihaknya juga berusaha mencari investor baik dari dalam maupun luar negeri yang bisa mengolah bahan mentah kopi luwak menjadi siap konsumsi.

"Jadi, kita akan memiliki dua keuntungan. Dari segi harga tentunya akan lebih tinggi karena biaya transportasinya berkurang dan yang lebih penting dengan pengolahan yang dilakukan di Lambar, tentunya akan menyerap tenaga kerja," kata dia.

Untuk promosi, Dinas Koperindag selalu manyajikan kopi luwak dalam berbagai kegiatan seperti Lampung Expo dan pameran-pameran. n HEN/*/R-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...