Kamis, 23 Juli 2009

Manajemen Bencana

A.B. Susanto*

Dalam semangat management for every one, kali ini penulis mengetengahkan topik manajemen bencana, karena tergugah oleh bencana beruntun menerpa negeri kita ini, yang terakhir terjadi pulau Nias dan Simeuleu. Bagi kita insan bisnis tentu secara langsung atau tak langsung akan bersentuhan dengan masalah ini, paling tidak sebagai sesama manusia.

Walaupun kita sudah mempunyai Bakornas tampak belum efektif. Terdapat kesan pendekatannya kuratif, bertindak setelah bencana datang. Sebenarnya keberadaan Pusat Manajemen Bencana Nasional (National Disaster Management Centre) harus mempunyai semangat preventif, dengan berbagai ’persiapan’ yang didasari oleh kewaspadaan terhadap berbagai kemungkinan bencana. Mereka harus mempunyai aktivitas yang berkesinambungan dan komunikasi yang tidak boleh terhenti, bahkan ketika tidak ada bencana.

Pusat Manajemen Bencana Nasional harus mengembangkan strategi manajemen bencana yang efektif berikut memastikan bahwa strategi ini diterapkan. Dalam konteks ini juga harus dilakukan koordinasi manajemen bencana kepada seluruh jenjang organisasi pemerintahan. Juga mempromosikan dan membantu penerapan aktivitas-aktivitas manajemen bencana di semua sektor kehidupan masyarakat.

Masalah yang sensitif dan krusial dalam implementasi di lapangan adalah masalah pendanaan. Pendanaan tidak boleh hanya tergantung kepada kegiatan charity dan spontanitas masyarakat belaka. Tetapi sesuai dengan semangat prevensi, Pusat Manajemen Bencana Nasional harus mempunyai suatu sistem pendanaan dalam kaitannya dengan pengurangan resiko (jika terjadi bencana), peningkatan kapasitas untuk merespon bencana, serta dalam kerangka pemulihan pasca bencana yang tepat dan akurat. Tentu dengan taraf akuntabilitas yang tinggi.

Yang tidak boleh terlewatkan dalam pencegahan bencana dan mitigasi adalah masalah komunikasi, yang tertuang dalam komunikasi resiko bencana. Semuanya berawal dari informasi dan diseminasi yang tepat. Terdapat empat area dalam komunikasi resiko bencana yang meliputi pemberian informasi dan edukasi, merangsang perubahan perilaku, penyampaian informasi situasi darurat dan peringatan bencana serta pertukaran informasi dan pendekatan terhadap resiko. Yang dikemas dalam tujuan-tujuan yang bersifat spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis dan tepat waktu.



Pemberdayaan Komunitas

Dalam beberapa tahun terakhir pengelolaan bencana semakin bergeser ke arah pemberdayaan komunitas, seperti yang dikemukakan dalam World Conference on Natural Disaster Reduction di Yokohama pada tahun 1994 mengenai Community-based Disaster Management. Suatu kesadaran mengenai pentingnya upaya pemberdayaaan komunitas agar memiliki informasi memadai, waspada, lebih aktif, serta memiliki kemampuan untuk berkoordinasi dan mendukung pemerintah dalam kegiatan prevensi maupun mitigasi.

Munculnya pendekatan baru dalam manajemen bencana karena pendekatan ”perintah dan kendalikan” (command and control) memiliki banyak segi kelemahan. Misalnya struktur birokratis, hirarkis, dan bersifat top down akan membatasi fleksibilitas. Padahal penanganan bencana membutuhkan kecepatan, serta pendekatan berdasarkan kekhasan masalah di lapangan, yang sangat terbantu jika keterlibatan komunitas tinggi.

Manajemen bencana akan menuai hasil yang lebih optimal, jika komunitas lokal bersikap kooperatif serta munculnya keterlibatan komunitas lokal di dalam proses. Komunitas lokal dapat memberikan dukungan dalam bentuk informasi, usulan maupun gagasan kepada pemerintah, bahkan sumber daya tertentu yang tidak dapat disediakan oleh pemerintah. Melibatkan komunitas dalam perencanaan manajemen bencana dan mendorong komunitas berpartisipasi akan memberikan nilai tambah. Demikian juga pada saat pemulihan pasca bencana, pengembangan komunitas merupakan prioritas, yang melibatkan langkah-langkah konsultatif dengan komunitas, penerapan prinsip ”dari komunitas untuk komunitas” dalam pemanfaatan sumber daya, serta timbulnya kemitraan jangka panjang dengan komunitas.

Keterlibatan terhadap komunitas memiliki jangkauan yang luas sehingga seluruh aktivitas berdasarkan konsultasi dan usulan-usulan dari komunitas, memantau kebutuhan yang nyata, serta memodifikasi dukungan strategis untuk menjaga keterkaitannya dengan situasi yang berkembang.

Manajemen bencana haruslah mempertimbangkan dan responsif terhadap keberagaman, perbedaan, dan persaingan yang dapat saja timbul karena faktor sosial, ekonomi, kepentingan politik, perbedaan komunitas, bahkan mungkin pula agama. Perbedaan ini acap menghasilkan suatu hubungan yang kompleks dan dinamis. Penanganan yang salah dapat menimbulkan konflik horisontal, yang sangat tidak diinginkan. Juga harus memahami dengan hati-hati kemungkinan terjadinya konflik yang mungkin timbul sebagai akibat perbedaan kelompok maupun perbedaan kebutuhan. Sehingga hubungan yang terbangun dengan komunitas harus memberi masukan mengenai prioritas-prioritas tindakan dalam penanganan bencana, menyeimbangkan dan memperantarai agar terjadi titik temu yang paling dapat diterima dalam kondisi setempat.

Pendekatan berbasis komunitas ini pula yang perlu menjadi perhatian kalangan bisnis dalam melaksanakan Corporate Sosial Responsibility (CSR), dalam menyalurkan dananya. Juga bagi perusahaan yang mempunyai program commmunity development.


*Managing Partner The Jakarta Consulting Group

source:http://www.jakartaconsulting.com/art-99-06.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ya

Lowongan Kepala Afdeling

Kepala Afdeling PT Union Sampoerna Triputra Persada                          Requirements Berusia antara 25 - 35 tahun Pendidik...